"Seperti nya gus Azhar bergerak cepat. Bagaimana aku bisa move on kalau bayangin Vani tak pernah lepas dari pikiran ku?" _Fezral
----------------
Rasanya kaki Vani mau patah karena dari tadi mondar mandir keluar masuk pesantren menyiapkan keperluan untuk tamu setelah bergantian jadwal menjaga stand.
"Van!" Panggil Atau dari belakang ndalem kepada Vani yang lewat begitu saja karena tak tau kalau sahabat nya ada di sana.
"Apa?" Tanya Vani sambil melangkah mendekati Ata dan Mela.
"Duduk dulu boleh lah, santri di sini kan ribuan, ngga cuma kita" Kata Mela sambil menepuk kursi di samping nya. Tanda agar Vani duduk di sana.
"Bener banget. Kaki aku rasanya mau patah, mana gerah lagi" Vani duduk di tengah mereka dan mengibas kibaskan tangannya agar rasa gerah nya berkurang.
"Nih" Atau menyodorkan sebuah kipas yang langsung di sambut Vani sambil tersenyum.
Jika ketiga sahabat itu sudah duduk bersama. Tidak akan ada yang namanya diam. Pasti ada saja yang mereka bicarakan. Dan topik yang mereka pilih kali ini hanya seputar pernikahan. Beberapa candaan mereka keluar kan hingga mereka tertawa bersama.
"Assalamu'alaikum" Suara itu terasa sangat familiar bagi mereka. Dan mereka langsung menoleh ke arah datangnya suara. Benar dugaan mereka, suara ini berasal dari seseorang yang beberapa hari ini tidak bertegur sapa dengan mereka.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pripun?" Tanya Vani.
"Eh? Enggak. Cuma mau ngambil ini" Fezral mengambil sebuah kardus berisi minuman botolan dan berlalu begitu saja tanpa berpamitan atau sekedar menoleh dan melempar senyum. Tentu saja mereka bingung, terlebih Vani. Beberapa hari ini Fezral tidak pernah tersenyum saat berpapasan dengan nya, entah mengantar nasi atau saat Vani ke kantor guru jika ada keperluan. Fezral tidak pernah melewatkan waktu untuk hanya sekedar melempar senyum pada Vani, tapi ini? Ada apa sebenarnya? Apa Vani membuat kesalahan?
"Kayaknya kang Fezral beneran ada masalah sama kamu"
"Ada masalah? Masalah apa? Kan aku sama kang Fezral cuma bisa senyum senyum an kalo ketemu, bicara pun masalah pelajaran, udah kan?" Vani berusaha mencari apakah yang mungkin membuat Fezral seperti ini, namun tidak menemukan hasilnya karna memang ini bukan kesalahannya.
"Iya juga sih, mungkin dia lagi ada masalah sendiri, terus mood nya lagi nggak baik. Positif thinking aja" Mela mengelus lembut pundak Vani berusaha menyalurkan kekuatan untuk sahabat nya ini agar tabah lewat usapannya.
Vani mengangguk, tapi anehnya kenapa Vani tidak gelisah seperti biasanya? Hanya seperti kehilangan sesuatu yang menjadi kebiasaannya. Padahal sebelumnya, tidak bertemu satu hari saja Vani sudah kelimpungan. Dan tiba-tiba bayangan Gus Azhar lewat begitu saja di benaknya dan langsung di tepis oleh Vani.
"Assalamu'alaikum, mbak." Tiba-tiba neng Najwa datang dari pintu belakang ndalem dan bertanya kepada Ata yang memang paling dekat dengan pintu ndalem.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Pripon neng?" Tanya Ata karena dari posisi neng Najwa sekarang, hanya Ata yang terlihat jelas.
"Ada mbak Vani?" Tanyanya. Vani yang mendengar namanya di sebut neng Najwa langsung mendekat.
"Saya, neng" Vani tersenyum membalas senyuman yang terpasang di wajah ayu neng Najwa yang membuat nya semakin ayu.
"Ikut saya yuk" Neng Najwa tiba-tiba menggenggam tangan Vani, hal itu tentu membuat Vani kaget.
"Eh? Kemana neng?" Tanya Vani bingung. Mereka ini tidak akrab, bahkan Vani lupa kapan terakhir kali mereka berbicara. Apakah tahun ini mereka pernah berbincang? Vani benar benar lupa.
"Cuma ke situ bentar kog" Jawab neng Najwa yang hanya bisa dibalas anggukan oleh Vani, bagaimana lagi?
"Mbak. Saya pinjam mbak Vani dulu ya. Sebentar kog" Kata neng Najwa pada Ata dan Mela. Ata dan Mela mengangguk. Neng Najwa menarik tangan Vani, dan Vani hanya bisa mengikuti.
----------------
"Ummah!" Panggil neng Najwa pada ummahnya yang sedang berbincang dengan abah yang kini duduk di kursi masih sambil menggenggam tangan Vani.
"Pripun?" Tanya Ummah lembut, ah suaranya memang selalu lembut, pantas sekali dengan wajahnya.
"Neng Najwa sudah bawa mbak Alvania nya, boleh ya?" Ummah hanya mengangguk menanggapi keinginan putri bungsu nya ini.
'Ini aku mau dibawa ke mana sih?' Batin Vani semakin bingung tapi dia hanya bisa tersenyum pada Ummah yang juga tersenyum pada dirinya. Dan sekarang neng Najwa sedang menarik tangan nya menuju panggung.
'Ini sebenarnya mau kemana sih?' Batin Vani lagi.
Di atas panggung masih ada neng Nela dan gus Likhun yang duduk berdampingan dengan wajah yang berseri seri.
"Neng, kita sebenarnya mau apa?" Akhirnya Vani mengutarakan kebingungan nya dengan bertanya.
"Ya kalo ke atas panggung resepsi ya buat salaman sama foto kan?" Jawab neng Najwa enteng tapi membuat Vani semakin bingung.
'Apa yang ada di pikiran neng Najwa? Apa neng Najwa merasa dekat dengan nya hingga mengajak nya foto bareng di hari pernikahan neng Nela?' Batin Vani lagi. Ya dia memang hanya bisa membatin, apa lagi yang bisa ia lakukan? Kalau semua diungkapkan sangat lah tidak sopan.
"Nggak usah bingung, besok mbak Vani juga tau kog" Vani hanya bisa mengangguk lagi. Ucapan dari neng Najwa sama sekali tidak menjawab pertanyaan pertanyaan di dalam benaknya dan justru semakin membuat nya bingung. Mereka berfoto bersama.
Awalnya foto berdua kemudian dilanjutkan foto bersama sangat pengantin. Dan dari semua foto yang diambil, Vani hanya bisa tersenyum tipis. Itu saja sudah membuat nya menjadi sorotan umum semua santri.
"Kenapa mbak Vani bisa foto bareng neng Najwa dan Neng Nela?" Begitu lah pertanyaan yang diucapkan santri putri.
"Siapa santri putri yang foto sama neng nela dan neng Najwa?" Sementara itu adalah pertanyaan yang menghampiri benak santri putra. Tentu mereka tau kalau Vani adalah santri putri pondok ini karena Vani masih menggunakan seragam.
"Seperti nya gus Azhar bergerak cepat. Bagaimana aku bisa move on kalau bayangan Vani tak pernah lepas dari pikiran ku?" Tanya Fezral pada diri nya sendiri saat melihat Vani yang sedang foto bersama neng nela dan neng Najwa.
"Hasil nya udah bagus, mbak" Neng Najwa menunjukkan hasil bidikan nya kepada Vani dan neng Nela.
Saat melihat Azhar melangkah menuju panggung, Vani langsung izin pamit.
"Neng Nela, Neng Najwa, Vani boleh balik ke pondok nggak? Vani kebelet pipis" Vani pamit dengan gugup karena melihat Azhar yang semakin dekat dengan panggung.
"Eh, iya mbak Vani. Maaf ya nyita waktu nya mbak Vani. Maaf lagi nggak bisa nganterin, gus Azhar udah dateng. Abis ini foto bareng sama Ummah sama Abah juga" Kata neng Najwa dengan wajah bersalah.
Vani lagi lagi hanya bisa mengangguk takzim dan bergegas pergi, menjauh agar terlepas dari kecanggungan ini.
"Maaf neng, Vani bohong, Vani nggak kebelet pipis" Cicit Vani saat teringat tadi membohongi Neng Najwa saat di panggung.
ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ
KAMU SEDANG MEMBACA
He Is mine (END, Segera Terbit)
Teen Fictiontentang Alvania yang tidak pernah menduga akan apa yang terjadi pada hidup nya ini cerita berlatar pesantren dan kehidupan santri peringkat yang pernah diraih # 1 dalam jurusan