mualaf dari Kairo

3.1K 159 0
                                    

"Baiklah kalau tidak percaya, kamu bisa menanyakan nya sendiri dengan Azhar, by the way, siapa gadis ini? Apakah dia adalah abdi ndalem terpercaya? Baiklah, aku ingin minum" _Syeihqila

----------------

"Aku Syeihqila, Najwa. Kekasih Azhar" Ucapan gadis itu membuat Vani dan neng Najwa terkejut.

Vani diam, terhenyak, Vani memandang gadis itu lama dari atas sampai bawah lama, dan Vani menyadari. Gadis itu lebih cantik darinya. Tubuh nya juga lebih bagus dari Vani.

"Nggak usah ngawur kalau bicara" bentak neng Najwa, menggenggam tangan kakak ipar nya menyalurkan kekuatan untuk nya agar tidak langsung tumbang dengan gadis di depannya.

"Baiklah kalau tidak percaya, kamu bisa menanyakan nya sendiri dengan Azhar, by the way, siapa gadis ini? Apakah dia adalah abdi ndalem terpercaya? Baiklah, aku ingin minum" Ucapan gadis itu sangat menusuk Vani. Apa dia tidak sepantas itu menjadi istri Gus Azhar?

"Jaga bicara anda. Dia kakak ipar saya, Alvania Nu'af Zelefa, istri dari Gus Azhar. Dan maaf, abdi ndalem bukanlah pembantu yang bisa diperintah seperti itu" Neng Najwa berujar tegas dengan penekanan di setiap katanya. Jelas saja, neng Najwa tidak Terima dengan ucapan gadis itu. Alvania sudah mendapat posisi di hati neng Najwa.

"Dia?" Syeihqila memandang Alvania dari atas sampai bawah lama, seperti apa yang dilakukan Vani tadi. penuh rasa tidak percaya.

"Sangat tidak pantas" Syeihqila menggeleng geleng kan kepalanya, memandang Vani dengan alis berkerut, seolah sangat jijik dengan Vani.

"Apa anda pikir anda sudah pantas? Lihat-" Ucapan Vani terhenti saat pintu ndalem terbuka.

"Assalamu'alaikum" Gus Azhar masuk dengan tersenyum sebelum melihat ketiga wanita yang berdiri di tengah ruangan. Senyum Gus Azhar luntur saat matanya menangkap sosok Syeihqila. Namun tidak dengan Syeihqila, dia justru tersenyum lebar dengan tangan yang direntangkan.

"Waalaikumsalam, sayang" gadis itu mengalir lengan Gus Azhar. Vani memekik tertahan, Gus Azhar melepaskan lengan nya dari gadis itu saat sudah bisa menguasai keterkejutan nya.

"Kenapa dilepas, honey? Bukan kah kamu suka?" Syeihqila mengedipkan matanya.

"Maaf, Eiqil. Aku nggak bisa seperti itu" Gus Azhar melewati Syeihqila atau yang sering dipanggil Eiqil menuju Vani.

Berhenti di depan Vani yang menunduk. Menggenggam tangan Vani.

"Mas minta tolong ya, dek" Gus Azhar berbisik pada neng Najwa dan membawa Vani masuk ke kamar mereka.

"Azhar! Kenapa kamu malah pergi dengan gadis itu?" Teriak gadis itu yang tidak dihiraukan oleh Gus Azhar.

Azhar menutup pintu kamar dan berbalik menatap Vani yang juga menatapnya, meminta penjelasan.

Menghela napas sebentar.

"Jangan dengar kan Eiqil, ya" Gus Azhar mengelus lembut pipi Vani.

"Tapi... dia benar kan?" Vani mulai menitikkan air matanya. Dia takut, takut kalau harus berpisah dari Gus Azhar di pernikahan mereka yang baru seumur jagung itu.

Vani benar benar takut kalau Syeihqila akan kembali mengisi hati dan hari Gus Azhar. Itu terlalu menyakitkan.

"Itu... dulu, Al" ucap Gus Azhar penuh keraguan, seolah tidak percaya dengan apa yang ia katakan sendiri.

Keraguan dari Gus Azhar membuat Vani semakin tidak tenang. Kalau Gus Azhar saja tidak yakin apa yang bisa ia lakukan? Sementara Gus Azhar berjalan ke kamar mandi, Vani mengangkat tangannya ke wajahnya. Menyeka air mata nya, dia bukan gadis selemab itu yang biasa disingkirkan, dia akan berusaha.

----------------

"Tadi bagaimana?" Tanya Vani pada neng Najwa yang kini duduk di bibir ranjang kamar Vani dan Gus Azhar.

"Dia... "

"Dia apa?" Tanya gus Azhar gemas. Neng Najwa menghembuskan nafas dengan keras.

"Jadi, tadi pas gus Azhar sama mbak Vani masuk kamar, neng langsung suruh Eiqil pulang. Tapi Ummah tiba tiba masuk. Dan... "

"Dan?" Vani mendesak agar segera diteruskan.

"Dan dia bilang kalau dia ini mualaf. Dia meminta bimbingan ke Ummah tentang agama Islam dengan menjadi santri Al-Asyrof" Neng Najwa menggigil bibir bawah nya. Gus Azhar mengacak acak rambut nya, Vani hanya bisa diam.

"Tapi sebenarnya dia siapa sih, gus?" Tanya neng Najwa, tentu dia tidak bisa percaya begitu saja kalau dia kekasih kakak nya. Gus Azhar yang ditanya hanya diam, lengang memenuhi langit langit kamar.

"Dia... hanya masa lalu, neng"

"Njenengan pernah suka sama cewek seperti itu? Yang tidak punya tata krama? Bahkan pakaiannya saja tidak pantas, bagaimana bisa?" neng Najwa tidak habis pikir dengan kakak nya yang kini hanya diam ini.

"Dulu dia tidak seperti itu" Vani memandang gus Azhar dan menemukan sesuatu di sepasang mata gus Azhar, apakah itu cinta? Apakah gus Azhar masih mencintai wanita bernama Syeihqila itu?

"Lalu kenapa sekarang seperti ini?"

"Kata teman nya itu karena dia tidak bersama ku lagi, namun setelah ku telusuri sendiri, dia memang seperti itu, hanya bersandiwara saat bersama ku" Gus Azhar menunduk saat menangkap tatapan Vani yang sarat akan luka. Bahkan di pernikahan yang masih seumur jagung itu dia sudah melukai Vani.

"Azhar! Vani!" itu suara ummah yang diiringi ketukan pintu.

"Nggeh, mah. Sekedap" Vani bergegas membuka pintu kamar nya. Ummah masuk.

"Eh? Najwa yo nang kene? Gek do kumpul opo?" Ummah duduk di sofa kamar.

"Mboten nopo nopo, mah. Onten kerso nopo? Kog mboten nimbali mawon?" gus Azhar duduk di sebelah Ummah.

"Ngene, nang. Tadi ada mualaf datang ke sini. Minta bantuan eksklusif tentang islam. Ummah kan ra ono waktu senggang sakiki. Neng Najwa karo mbak Vani ya sekolah.

Jadi Ummah mengusulkan kamu, karena katanya dia juga tidak begitu lancar berbahasa Indonesia, dia orang Kairo. Baru beberapa hari ke Indonesia.

Alhamdulillah dia setuju setuju saja dan mau menerima" Gus Azhar membelalakkan mata elang nya, ini jauh lebih membahayakan dari apa yang dipikirkan.

"Syeihqila Akbar namanya, ini ada surat terima kasih dari kamu karena mau membantu nya" Ummah menyerahkan sebuah amplop berwarna putih yang langsung diterima gus Azhar.

Setelah itu mereka berbincang ringan, bukan tentang Syeihqila yang mengaku sebagai mualaf itu, hanya tentang kenakalan beberapa santri putra maupun putri yang semakin beragam saja.

Saat jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Ummah kembali ke kamar nya.

"Apa isi surat nya, gus?" Tanya Vani saat masuk kamar setelah mengantar Ummah ke kamar nya.

"Eh, iya, kelalen" gus Azhar mengambil amplop putih tadi dan membukanya.

~-~

untuk Azhar sayang.

Aku kembali karena aku yakin kamu masih mencintai ku. Seperti hal nya diriku yang masih mencintai mu. Jangan naif, sayang. Aku tau kamu belum bisa melupakanku.

Semakin kamu berusaha melupakan ku, semakin erat aku bersemayang dalam pikiran mu.

Aku datang membawa cinta, dan aku akan mengambil cinta mu kembali, your mine, don't forget it.

Syeihqila

~-~

Gus Azhar diam setelah membaca surat itu, dan dari bagaimana sikap gus Azhar saat Vani yakin kalau ucapan Syeihqila memang benar ada nya.

----------------

njenengan: kamu untuk orang yang dihormati.
Najwa yo nang kene: Najwa juga ada disini.
gek do kumpul opo to: sedang pada kumpul apa sih.
mboten nopo nopo: tidak apa apa.
Onten kerso nopo: ada mau apa.
kog mboten nimbali mawon: kog tidak memanggil saja.
ngene, nang: begini, nak.
ra ono: tidak ada.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

He Is mine (END, Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang