🍃 14 - Sedikit Lagi

454 100 25
                                    

14 - Sedikit Lagi

Resya dan Aresh pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan Resya tak berhenti tersenyum membuat Aresh mengernyit bingung.

"Bahagia banget kayanya," komentarnya membuat Resya menoleh dengan senyum yang masih mengembang sempurna.

"Iya, bahagia soalnya punya temen baru."

Aresh ikut tersenyum melihat wajah bahagia istrinya. Sebelah tangannya terangkat mengusap rambut Resya. "Jihan orangnya gimana?"

"Dia baik, aku suka. Nanti kalau Arkha lamaran kita ikut nganter 'kan, Om?"

"Saya gak bisa janji, takutnya tabrakan dengan jadwal sidang nanti."

"Om, sidang 'kan bisa kapan kapan, kalau lamaran cuman sekali."

Beginilah kelakuan Resya selama seminggu terakhir setelah memeriksakan kehamilannya. Gadis itu memang tidak ngidam yang aneh-aneh---atau mungkin belum---semoga saja tidak. Tapi kelakuannya kadang buat Aresh mengelus dada sabar. Resya jadi keras kepala dan selalu ingin menang saat berdebat.

"Saya pengacara dan harus profesional, Resya. Tidak mungkin saya membatalkan sidang begitu saja."

"Kalau gitu jangan dulu ngajuin sidang." Belum sempat Aresh menjawab, Resya buru-buru melanjutkan. "Dede bayinya mau ketemu tante Nana katanya."

Dede bayi adalah kelemahan Aresh. Ia tidak pernah menolak jika Resya mengatasnamakan bayi mereka dalam setiap keinginannya.

Aresh yang tengah menyetir menggumam bingung. "Nana siapa?"

"Adiknya Jihan, dia setahun lebih muda dari aku. Aku 'kan bosen ketemu orang tua terus, mau juga ketemu sama yang seumuran."

Aresh tertohok. Mentang-mentang usianya sudah kepala tiga seenaknya dibilang tua.

"Ya udah iya. Nanti saya coba atur jadwal saya dulu ya, siapa tahu bisa ambil cuti pas hari lamaran Arkha."

"Harus pokoknya!"

Helaan nafas pasrah Aresh hembuskan pelan. "Iya bumil, iya."

***

"Ngobrol apa aja tadi sama istrinya mas Aresh?" tanya Arkha sesaat setelah mobil meninggalkan halaman rumah kakek.

"Banyak, dia terbuka banget orangnya, padahal kita baru kenal tapi dia udah ngajakin aku ngobrol banyak hal."

Arkha hanya manggut-manggut.

"Kamu gak keberatan 'kan aku deket sama dia?" Jihan balik bertanya yang ternyata mendapat gelengan kepala dari si pemuda Derren.

"Aku gak masalah kamu deket sama dia, asal jangan terlalu deket sama Jeya aja."

"Kenapa?"

"Jangan deh, nanti dia ngomong aneh-aneh ke kamu."

"Semacam ngomongin aib abangnya maksud kamu?"

Arkha nyengir ganteng. "Aku gak punya aib, kalau Jeya ngomongin kejelekanku itu cuman dia yang ngada-ngada," elaknya. Jihan di sampingnya hanya berdecih sebal.

Mana mungkin gak punya aib. Dia 'kan yang paling aneh pasti dia yang paling banyak aibnya.

Sedikitnya Jihan bisa menilai seperti apa saudara-saudara Arkha. Aresh yang terlihat tegas dan berwibawa persis kakek Jay meskipun mendadak lemah lembut dan penurut saat bersama istrinya.

Ardan yang easy going dan sangat santai, meski tadi sempat canggung sesaat karena pemuda itu terus saja menatapnya seolah dirinya akan hilang jika Ardan mengalihkan pandang.

WGM 2 - (Bukan) Dijodohin -ft. ArkhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang