46 - Akhirnya
BMW hitam itu sudah berhenti di halaman rumah sejak lima belas menit yang lalu. Namun, baik Arkha maupun Jihan, tak ada yang berniat keluar. Untuk pertama kalinya, Jihan tak ingin pulang ke Bandung. Untuk pertama kalinya ia tidak bahagia bertemu ayah ibunya.
Jihan menghela nafas pelan. Ia lirik Arkha yang juga terdiam di sampingnya. Tangan keduanya masih saling menggenggam. Hingga akhirnya Arkha menoleh, tersenyum manis lalu mengusak rambutnya pelan.
"Yuk, keluar!"
"Bentar!" Jihan menahan genggaman, membuat Arkha kembali menoleh padanya.
"Apa ... apa gak bisa kita kembali besok aja?" Suara lirihnya membuat pertahanan yang susah payah Arkha bangun semalam, runtuh seketika.
"Jihan ..." Nafas Arkha tercekat. "Ayah kangen sama kamu, kamu harus pulang sekarang."
Ia genggam tangan Jihan dengan dua tangan. Saling menguatkan meski tahu akhir kisah seperti apa yang tengah menanti mereka di ujung sana.
Keduanya turun dari mobil. Seperti permintaan Arkha kemarin, Jihan tidak membawa satu helaipun baju ganti. Karena Arkha yakin, cepat atau lambat Jihan akan kembali tinggal bersamanya.
Pintu terbuka bahkan sebelum tangan Arkha berhasil mengetuknya. Ada Nana yang sudah menunggu mereka rupanya.
"Kak Jihan, mas Arkha, ayo masuk!"
Seperti dugaan Arkha. Kedua mertuanya sudah menunggu di ruang tamu. Sang ibu menyambut hangat bahkan memberikan pelukan pada Jihan, sedang sang ayah terlihat enggan bertatap muka dengannya.
"Bentar ya, ibu bikinin kalian minum dulu."
Seolah paham dengan situasi menegangkan di ruang tamu, Nana ikut beranjak ke kamar dengan alasan mengerjakan tugas sekolah dan menyisakan mereka bertiga di ruang tamu.
Selembar kertas di lemparkan Brian ke atas meja.
Arkha mengambil kertas tersebut. Ia pikir kakek Jay hanya menggertaknya dengan rekam medis Jihan, ternyata lelaki tua itu bahkan memiliki surat kontrak nikah yang Arkha sembunyikan di kamarnya.
Jihan ikut terkejut menyadari kertas apa yang tengah Arkha pegang. Bagaimana bisa kertas tersebut bisa berada di tangan ayahnya?
"Saya pikir kamu benar-benar menyayangi anak saya. Saya pikir kalian benar-benar saling mencintai, ternyata saya salah. Kalian hanya menjadikan pernikahan sebagai lelucon."
"Ayah---"
"Jangan panggil saya ayah. Saya bukan ayah mertuamu lagi!"
Arkha menatap getir. Semudah itukah kakek Jay membuat Brian membencinya?
Tatapan Brian bergulir pada Jihan, menatapnya dengan sorot kecewa yang kentara. "Apa ayah pernah memaksamu untuk segera menikah, Jihan? Hanya karena ayah yang sudah tidak bisa bekerja bukan berarti kamu bisa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, apa lagi dengan menjadi istri kontrak seseorang. Itu dosa, Jihan!"
"Pernikahan kami sah di mata hukum dan agama," sela Arkha. "Bahkan jika kami mempunyai anak sekalipun---"
Bugh!
Sebuah pukulan mengenai rahang Arkha hingga membuatnya mundur dan hampir tersungkur. Jihan menjerit kaget, ingin menghampiri namun lebih dulu di tahan oleh sang ibu.
"Jangan berani-berani kamu bicara soal anak di depan saya! Ceraikan Jihan sekarang juga!"
"Ayah!" Jihan melepaskan rangkulan Mina lalu berlari mendekati Arkha, memeriksa sudut bibir Arkha yang berdarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
WGM 2 - (Bukan) Dijodohin -ft. Arkha
RomanceSelamat datang di We Got Married seri 2! WGM berisi tentang tiga lelaki dewasa yang enggan menjalin hubungan serius. Komitmen tentang berumah tangga adalah omong kosong belaka. Tak ada satupun dari mereka yang tertarik dengan itu. Tapi bagaimana ji...