🍃 Epilog 1 - Kencan Buta

508 90 24
                                    

Epilog 1 - Kencan Buta

Seperti perintah ayahnya dulu, Jihan tidak boleh meninggalkan rumah sebelum masa 'idahnya habis. Ia harus tetap di Bandung dan tidak boleh bertemu Arkha.

Kadang ia pergi ke laundry untuk membantu ibunya di sana. Berkat kiriman uang darinya dulu, Mina berhasil memperbesar usaha laundrynya bahkan sudah punya beberapa pegawai. Jihan kadang membantu di sana, atau kadang ikut Nana ke ladang mengantarkan makan untuk para pekerja. Kebetulan sudah masuk musim hujan, para petani mulai menggarap sawah dan ladang, begitu juga keluarganya. Semua uang yang ia kirim dulu selalu disimpan oleh Mina lalu sekarang digunakan untuk menggarap sawah milik tetangga yang memang sedang butuh uang.

Awalnya Jihan marah. Ia memberikan uang itu agar bisa membantu perekonomian keluarganya untuk membeli kebutuhan sehari-hari bukan malah ditabung seperti ini. Tapi mendengar penjelasan Mina, ia mengerti. Ibunya memang tak ingin terus-terusan menyusahkan dirinya.

Meski sedih, Jihan tetap bersyukur karena Mina sangat pandai mengelola uang yang ia berikan. Jihan yakin jika keadaan ekonomi mereka terus membaik, Nana bisa kuliah nanti.

"Kak, kakak ngelamun lagi?" Suara Nana menyadarkan Jihan dari lamunan.

Jihan hanya tersenyum lalu menggeleng. "Enggak, kakak cuman lagi nikmatin udara pagi aja, seger banget."

Ia melirik adiknya yang sudah siap dengan seragam sekolah.

"Kamu mau berangkat sekolah? Kita 'kan belum sarapan, Na."

"Gak bakal keburu, aku lupa hari ini jadwal piket. Aku pergi dulu ya, assalamualaikum."

"Waalaikum salam."

Setelah kepergian Nana, Jihan kembali masuk ke dalam rumah. Ada ayahnya yang sedang membaca koran di ruang tengah.

Sejak perceraiannya dengan Arkha, hubungan keduanya memang agak renggang. Meski mereka kadang mengobrol namun Brian masih terus menghindarinya saat sedang berdua.

Jihan berlalu ke dapur untuk membantu ibunya menyiapkan sarapan.

"Panggil ayah buat sarapan sana."

"Tapi---"

"Gak papa. Biar kalian sering ngobrol kaya dulu lagi." Senyum hangat Mina seolah memberi semangat agar Jihan tidak menyerah meluluhkan hati sang ayah.

"Ayah, dipanggil ibu buat sarapan."

"Hm." Gumaman singkat itu menjadi balasan dari sang ayah. Jihan memilih kembali ke dapur. Dulu, ia pernah duduk di kursi di samping ayahnya, tapi Brian langsung berdiri, bersikap seolah Jihan adalah kotoran yang harus dihindari.

Hati Jihan teriris pilu setiap mengingatnya.

"Udah dipanggil ayahnya?"

Seperti biasa, ia akan menunjukan senyum palsunya di depan Mina, berharap sang ibu tidak khawatir padanya.

"Udah, Bu. Bentar lagi katanya, tanggung lagi baca koran."

"Kebiasaan ayah kamu tuh. Nanti masakannya malah keburu dingin."

Di ambang pintu. Brian terdiam mendengar percakap istri dan anaknya. Ada luka menganga di dalam hati yang semakin terasa perih setiap hari.

Ia hanya merasa bersalah pada Jihan. Butuh waktu baginya menerima semua kebohongan sang anak. Menerima kalau ternyata ia gagal menjadi seorang ayah.

***

Pintu ruangan terbuka. Arkha masuk dengan wajah datarnya. Tak ada senyuman ataupun sapaan.

WGM 2 - (Bukan) Dijodohin -ft. ArkhaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang