Dua

13.6K 1.1K 59
                                    

Suara ringisan kentara sekali terdengar dari mulut Delon, sudut bibir yang terdapat memar itu membuat ngilu bagi siapa saja melihatnya.

Lama Delon memandang cermin, memperhatikan lelukan wajah yang terdapat lebam keunguan di pelipis serta dagu bawah. Delon mendengus pelan, jujur sekujur tubuhnya sekarang terasa sakit.

Ingatan Delon melayang pada kejadian kemarin, dimana seorang gadis mengacaukan acaranya. Mungkin ini konyol untuk didengar, tapi membuka pendaftaran siapa yang mau menjadi pacarnya harus Delon lakukan. Jika tidak, seperti inilah jadinya tubuhnya terdapat bagian memar-memar.

"Cewek sialan!" umpat Delon mengingat aksi Laura hingga rencana yang telah ia persiapkan matang-matang gagal.

"Udah jangan marah-marah." Anatasya menarik Delon untuk duduk di pinggiran tempat tidur bersamanya. "Kita obatin dulu ya."

Delon menggeleng melihat Anatasya yang memiliki perawakan tinggi dan kurus di sebelahnya. "Aku mau sekolah, lakuin kayak biasa aja biar memarnya tersamar sedikit."

"Tapi."

"Sya, aku nggak apa-apa," ucap Delon meyakinkan.

Nada bicara Delon juga berubah lembut ketika berhadapan dengan Anatasya. Tidak pakai lo-gue seperti biasa.

Anatasya mengangguk terpaksa, kotak P3K di pangkuannya segera ia singkirkan dan mengambil tas kecil berisi make up miliknya. Tangan putih Anatasya dengan lihai mengaplilasikan corrector untuk menutupi lebam di sudut bibir, pelipis, dan dagu Delon dan disusul dengan pemakaian concealer agar makin tersamar.

Dalam hati kecil Anatasya merasa tidak sampai hati melihat Delon seperti ini, sok tegar. Sebagai seorang sahabat hanya ini yang bisa Anatasya lakukan, hal kecil yang mungkin tak seberapa.

"Sakit ya, Del?" tanya Anatasya mendengar ringisan tertahan Delon. "Harusnya diobatin Del, bukan di Make upin."

"Aku 'kan beda Sya."

Anatasya langsung terdiam, ucapan Delon memiliki sirat tersendiri. Ditatapnya wajah Delon lekat-lekat tanpa ekspresi.

"Kamu 'kan juga beda Sya." Delon tertawa.

"Iya."

***

Tin! Tin!

Kelakson motor sengaja Laura hidupkan ketika ingin memasuki gerbang, membuat Bimo, Satpam SMA Adiwijaya yang berdiri di dekat gerbang terkaget bukan main. Tangan sawo matangnya langsung mengelus dada mendapati aksi Laura yang membawa motor dengan berisik.

"Heh, kamu kalau bawa motor yang bener," tegur Bimo.

Laura yang sedang memarkirkan motor beat merah muda di parkiran sekolah langsung tertawa geli melihat Bimo yang marah, terdengar dari nada suaranya.

"Ampun Pak jangan marah-marah, sayang tinggal satu persen lagi Pak nanti luntur."

"Apanya yang satu persen?" tanya Bimo masih dalam mode sangar.

"Kegantengan Bapak."

"Bocah kurang ajar!" umpat Bimo, sedangkan Laura langsung berlari pergi dari sana dengan tawa yang masih bertahan di bibir merah muda yang dilapisi lip gloss.

Laura memandang bangunan bertingkat bercat putih di depan sana. Sudut bibirnya terangkat sebelah dengan mata yang memandang tajam. Laura berdecak mencoba menghilangkan gelayar aneh di hati.

"Seberapa banyak banci di sekolah ini?" tanya Laura bergumam. "Dan bermuka dua."

Laura menghela nafas, setelah sejenak berhenti Laura akhirnya kembali melanjutkan langkah kaki jenjang yang terbalut kaos kaki berwarna putih dan sepatu kets hitam mengikuti peraturan sekolah.

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang