Dua Puluh Satu

6.9K 680 54
                                    

Hai gengs, apa kabar?
Aku up, selamat membaca
Sebelum baca aku mau bilang jangan mikir terlalu keras wkwk

SINI ABSEN YANG BELUM TIDUR

HAPPY READING

***

Aneh rasanya ketika Laura melihat tiga figura yang sedang berfose di dalam foto yang terpajang di depannya. Di sana ada Gita, Tino, dan satu anak perempuan seumuran dengannya yang sedang bergaya seolah menunjukkan bahwa mereka adalah keluarga bahagia.

Laura hanya bisa berdiam diri tanpa melakukan apapun. Berdiri di sana rasanya sangat sesak, seperti ada pisau yang menyayat-nyayat hatinya hingga terluka dengan sakit yang sangat perih.

"Dia beruntung," gumam Laura.

"Dia diterima dimanapun," lanjut Laura kecut.

Sekali lagi Laura mengedarkan pandangan ke sekitar. Kamar itu cukup mewah dibanding kamarnya sendiri. Kamar bernuansa biru laut itu dilengkapi dengan AC, sangat berbeda dengan kamar Laura yang hanya memakai kipas angin.

"LAURA!"

"LAURA DIMANA KAMU?"

Laura gelagapan mendengar namanya dipanggil, buru-buru Laura keluar dari sana sebelum Tino mengeluarkan teriakan yang lebih menggema.

"Ngapain kamu masuk kamar itu?"

Laura mengelus dada tatkala baru membuka pintu sudah disuguhkan pertanyaan seperti itu. Laura hanya bisa diam saat Tino tengah menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Kamu mencuri ya?" tuduh Tino.

Laura menggeleng cepat. "Nggak, Pa."

"Awas aja kalau sampai ada yang hilang." Tino berdecak kasar. "Sekarang kamu ke minimarket." Tino menyerahkan beberapa lembar uang berwarna biru dan daftar belanja yang dibutuhkan Tino.

Laura menghela nafas tatkala Tino langsung pergi begitu saja saat sesudah Laura menerima uang itu. Bibir Laura kembali menekuk ke bawah, ia melirik pintu kamar yang baru saja dimasuki Laura tadi. Kamar itu berada tepat di sebelah kamarnya, kamar yang berbeda dari ruangan lainnya karena perbedaan cat.

Laura meremas ujung baju tatkala membaca tulisan yang tertera di pintu kamar itu.

'Kamar orang cantik.'

***

Laura menyesal mengapa tidak mengikat rambutnya yang panjang, ia juga menyesal karena asal pergi menggunakan baju tidur berlengan pendek. Angin malam ini berhembus sangat kencang, membuat Laura risih karena rambut itu bertebaran sesekali menutupi wajahnya, belum lagi rasa dingin yang menelusuk ke kulit.

Laura mengadah ke langit. Bintang dan bulan menampakkan diri di atas sana, memamerkan keindahan yang hanya muncul pada malam hari.

Di tangan kiri Laura terdapat pelastik belanjaan yang Tino butuhkan. Laura berjalan lambat, sengaja agar bisa lebih lama sampai ke rumah.

Bugh!

Bugh!

"Akhh."

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang