Lima Belas

7.6K 755 56
                                    

Suara langkah kaki di koridor menyatu dengan derasnya hujan yang turun deras di penghujung sore. Awan mendung menyamarkan senja dan berganti memberi warna gelap sebagai dominan.

Laura mengusap lengan dingin, ia harap-harap cemas menunggu jemputan yang tak kunjung datang sedangkan sekolah sudah sangat sepi. Gelegar petir dari atas sana menambah rasa takut bagi Laura.

Hari ini Laura tidak membawa motor seperti biasa untuk ke sekolah, motor beat merah mudanya itu tiba-tiba pecah ban dan alhasil Laura berangkat tadi pagi diantar. Laura menghela napas pendek, sudah berjam-jam ia menunggu kedatangan Gita, tetapi Mamanya itu tidak kunjung datang.

"Belum pulang lo?"

Laura terperanjat mendengar suara cempreng itu, langsung saja Laura menoleh ke samping, di sana berdiri sosok laki-laki kurus jangkung yang mengenakan sweater hitam tengah memandangnya penuh tanya. Melihat itu, Laura bisa sedikit lega karena tidak sendirian di sana.

Laura menggeleng. "Belum, lagi nunggu jemputan."

Yasir melirik jam melalui ponselnya. "Udah sore loh ini, jam setengah enam."

"Lo sendiri kenapa belum pulang?"

Yasir memamerkan buku latihan ujian nasional kepada Laura.

"Belajar? Yaelah lo kerajinan amat jam segini di sekolah masih belajar. Santai aja kali pasti lulus."

Yasir bersandar pada tembok kelas. "Gue itu bukan jenius, kalau gue nggak berusaha sendiri gimana gue mau pinter."

"Kan lo udah pinter?"

Yasir tersenyum kecil. "Eh mak rombeng, ngomong-ngomong gimana lo bisa jadian sama Delon?" tanya Yasir mengalihkan pembicaraan. "Kayak nggak mungkin kucing dan anjing bisa pacaran."

"Gue benci sama dia, lagian siapa juga yang mau pacaran dengan dia. Dia itu nyebelin, rese, suka memaksa, terus tukang cari ribut." Laura berdecak malas.

Liat aja gue bakal balas pelakuan dia, batin Laura penuh amarah.

Yasir tertawa. "Eh mak rombeng yang gue tanyain kenapa bisa kalian jadian, bukan malah curhat."

"Nggak usah bahas dia, gue jijik!" Laura mendengus. "Dan berhenti manggil gue mak rombeng."

"Lagian gue heran Delon kok mau ya sama lo." Yasir memandang setiap tetes air hujan yang turun. "Kan lo jelek."

"Enak aja gue cantik ya, mata lo buta ya? Gue kalau ikut ajang kecantikan pasti menang," jawab Laura percaya diri.

Yasir melirik Laura dengan seksama, ia memperhatikan penampilan Laura dari ujung kepala sampai ujung kaki. Terlihat jelas kerutan halus muncul di kening Yasir yang membuat Laura merasa risih ditatap seperti itu.

"Menurut lo, lo pinter nggak?" tanya Yasir.

Sekarang gantian Laura yang mengerutkan kening, "maksud lo?"

"Gue tanya lo pinter nggak?" tanya Yasir sekali lagi.

"Ya nggak bego-bego amat sih." Laura meringis seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Yasir menganggukan kepala pelan seraya melihat layar ponsel dengan seksama. "Bagus jadi bego aja, karena tipe Delon cewek pinter," ucap Yasir tanpa beban. "Naik taksi aja sebentar lagi malem," lanjut Yasir sembari memasukkan bukunya ke dalam tas.

"Hujan gue nunggu di sini aja, males ah basah-basahan nunggu di depan."

Yasir melepas sweater dan melemparnya ke arah Laura. "Gue ada urusan, gue deluan ya."

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang