Tiga Puluh Lima

7.3K 630 75
                                    

"Mati lo!" Laura menancapkan pecahan kaca di perut Delon.

"LAURA!" teriak Yudha.

Delon menatap manik Laura, di sana terdapat pancaran putus asa dan kesedihan. Delon menelan ludahnya sendiri, ia menahan rasa sakit dari apa yang Laura lakukan di perutnya.

Perlahan-lahan tangan Delon melingkar di pinggang Laura, sebelah tangannya merengkuh pundak Laura dan membawa gadis itu untuk bersandar di dada bidangnya.

Entah dorongan dari mana Delon malah memeluk Laura, ia tidak bisa menahan diri untuk menyentuh Laura.

"Laura," bisik Delon. "Lo nggak diperlakukan buruk kan pada malam itu?" tanya Delon takut-takut, seketika ia mengingat apa yang pernah terjadi dulu pada Kenaya.

"Lo cuma dipake semalem aja 'kan?" tanya Delon dengan suara yang sangat pelan.

Delon meraih tangan Laura yang masih menancapkan pecahan kaca di perut, dengan susah payah Delon merebut kaca tersebut. "Ini sakit sialan!" umpat Delon, untung kaca yang ditancapkan Laura ukurannya sangat kecil, ia melihat noda merah yang terpampang mengotori baju putihnya.

Laura mematung mendengar ucapan Delon, bibirnya melengkung ke bawah.

Apa katanya? Cuma dipake semalam? tanya Laura membatin.

Baru saja Laura ingin marah meledak tetapi Delon tanpa diduga kembali memeluknya dengan sangat erat. "Gue akan tanggung jawab."

"Tapi setelah uangnya gue terima," lanjut Delon.

Hati Laura benar-benar sakit mendengar itu, ia merasa sudah sangat direndahkan oleh Delon. Air mata Laura kembali keluar dengan deras.

"Lepas." Laura mendorong Delon.

Laura berdiri dengan pandangan menatap Delon nyalang, gadis itu sama sekali tidak mempedulikan tangannya yang terluka dipenuhi noda darah.

"Laura." Yudha meraih bahu  Laura.

"JANGAN SENTUH GUE!" Laura menepis tangan Yudha.

Yudha kaget mendengar Laura membentaknya, tidak seperti biasanya yang akan senang jika Yudha lebih memperhatikan Laura. Membuat Yudha hanya diam di tempat tidak bisa berkata-kata.

Laura menyeka air mata meski sia-sia. Ia melangkah mendekat pada Hizkia yang berdiri di dekat pintu kamar, ia menatap wajah Hizkia penuh harap. "Gue mau nagih omongan lo dulu."

Hizkia mengerjab beberapa kali heran, ia menatap Abit dan Yasir secara bergantian, bertanya apa yang sebenarnya di maksud Laura.

Tiba-tiba Hizkia merasakan Laura melingkarkan tangan memeluknya, membuat bajunya juga ikut kotor karena darah di lengan Laura. Meski begitu, Hizkia tetap membalas pelukan Laura.

"Peluk gue kapanpun lo mau, cari gue jika butuh sesuatu, jadikan bahu gue sebagai sandaran. Lo bisa menganggap gue sebagai Kakak lo," ucap Laura seraya menghirup aroma coklat dari tubuh Hizkia, ia menirukan ucapan yang dulu Hizkia pernah ucapkan kepadanya. "Lo nggak lupa kata-kata itu 'kan?"

Hizkia tidak menjawab ia hanya mengangguk samar. Hizkia melihat Yudha yang memandang sedih di depan sana, ia sedikit paham apa yang Yudha rasakan sebagai Kakak Laura.

"Kayaknya Laura suka Hizkia," bisik Yasir di telinga Abit. Sedangkan Abit hanya memutar bola matanya malas mendengar Yasir.

"Tapi wajar sih dia suka Hizkia," lanjut Yasir membuat Abit penasaran.

"Kanapa?" tanya Abit.

"Hizkia 'kan tajir diantara kita. Nggak munafik cewek mandang harta," jelas Yasir.

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang