Sebelas

7.6K 789 108
                                    

"Nggak! Gue nggak ulang tahun!"

"Gue juga nggak ada niatan buat neraktir kalian!"

Laura melepas rangkulan Delon dari bahunya, ia memandang bengis semua orang yang ada di kantin terutama Delon. Laura menciptakan jarak satu meter dari Delon, tangannya terkepal, keringat di dahi bercucuran dengan dada yang naik turun.

Kegiatan yang tadinya berbondong-bondong memesan makanan langsung terhenti, berganti dengan menatap Laura yang sudah terlampau emosi.

Jujur Laura sangat muak melihat Delon yang semakin hari semakin menjadi. Laura tau jika ia sendirian, ia juga tau sekeras apapun dirinya melawan ia tetap akan kalah akibat provokasi dari Delon. Tapi, Laura tidak ingin diam saja menerima perlakuan tidak adil.

Mereka semua jahat dan Laura tidak pantas menerima ini. Laura tidak ingin terus-terusan berada dipihak yang dirugikan, Laura juga mendambakan kehidupan yang layak di sekolah bukan malah mempercepat mentalnya hancur.

"Kalian semua nggak punya malu, hah? Setelah apa yang kalian lakukan terhadap gue, setelah hinaan, dan tuduhan tidak mendasar itu lalu kalian dengan seenaknya mengharapkan makanan gratis dari gue? Muka kalian tebal juga!" Laura berucap dengan suara lantang yang menggema di kantin.

"Kalaupun gue ulang tahun hari ini gue nggak akan sudi untuk meneraktir kalian semua!" seru Laura.

Netra hitamnya bertatapan dengan milik Delon. Laura menegaskan hatinya untuk terlihat tegar meski sekarang dadanya sesak.

"Udah hebat lo ngomong gitu?" Delon menggertakkan giginya tidak suka.

"Terus gue harus apa? Diam di saat lo memperlakukan gue buruk?" Laura tertawa hambar, "lucu lo, secara nggak langsung lo yang menjelma menjadi pembully."

Dari tempatnya, Yudha hanya terdiam menonton perdebatan antara Delon dan Laura. Lelaki itu tidak menampilkan ekspresi apapun, ia juga sama sekali tidak berniat melerai keduanya.

Jelas sekali di penglihatan Yudha jika mata Laura bergetar, "dia berubah," gumam Yudha pelan.

"Lo ngomong apa?" tanya Yasir menatap Yudha.

"Gue nggak ngomong apa-apa." Yudha menggeleng.

Hizkia memandang Yudha dengan seksama, memberi atensi yang lebih lekat dan serius. "Lo nggak mau melerai mereka? Kayaknya Laura butuh lo," ujar Hizkia.

Abit mengangguk menyetujui ucapan Hizkia. "Lo juga pernah dekat dengan Laura, nggak ada salahnya nenangin dia."

Yudha menggeleng mendengar itu, ia sudah bertekat untuk tidak ikut campur masalah Laura dan Delon.

"Apa sih hebatnya Anatasya? Lo membully gue karena cewek itu 'kan?"

Hizkia, Yudha, Yasir, dan Abit langsung melebarkan mata mendengar kalimat terlarang Laura. Yang mereka tau Delon sangat menyayangi Anatasya, ia bahkan terlalu sensitif jika menyangkut sahabatnya itu.

Orang-orang di sana sejak tadi sangat tertarik dengan perdebatan Delon dan Laura, melupakan makanan yang baru ingin dipesan atau sudah terpatri di atas meja. Apalagi sejak menyebutkan nama Anatasya, membuat mereka penasaran siapa sebenarnya gadis itu hingga mampu mengubah raut wajah Delon mengeras.

Laura mengambil ancang-ancang dan secepat kilat menerjang perut Delon, mengambil kesempatan pada saat Delon sedikit tidak fokus sehingga menyebabkan lelaki itu terjengkang ke belakang. "Banci lo!"

Delon memejamkan mata kala rasa sakit menjalar di kepala bagian belakang yang membentur lantai.

Laura menduduki perut Delon dan menarik kerah baju Kakak kelas yang membuat tensi darahnya naik seketika.

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang