⚠️⚠️ ADEGAN DI PART INI TIDAK UNTUK DITIRU⚠️⚠️
AMBIL SISI POSITIF DAN BUANG NEGATIFNYA YA GENGSSS.
---HAPPY READING--
***
Plak!
Baru saja pintu kayu itu terbuka, Laura sudah mendapat tamparan sebagai penyambutnya. Gadis itu mengepalkan tangan dengan mata yang memandang lurus ke depan berusaha untuk tidak berkedip agar cairan yang mengepul di pelupuk tidak terjatuh. Pipinya berkedut, nyeri dan panas.
"Keluyuran kemana kamu, hah? Dua hari nggak pulang." Tino mengumbar ekspresi garang.
Laura melihat Tino sekilas tanpa ekspresi, lalu beranjak dari sana.
Perbuatan Laura itu semakin membuat Papanya naik pitam, Tino sebagai orang tua merasa tidak dihargai oleh Laura. Lelaki paruh baya itu segera mengambil langkah lebar untuk menyusul Laura.
"Saya lagi bicara sama kamu." Tino menahan pundak Laura. "Tidak sopan!"
"Memangnya Papa pernah ngajarin aku sopan santun?"
Plak!
Lagi, Laura mendapat tamparan di pipi yang sama. Laura menelan ludah susah payah, ia menahan sesuatu yang mengganjal di dada rasanya begitu berat.
"Kamu itu beda sekali dengan Diandra, nggak ada sopan santun, semena-mena, dan sekarang kamu udah berani keluyuran berhari-hari di luar." Rahang Tino mengeras, matanya menatap intimidasi Laura. "Jangan-jangan kamu melakukan hal yang nggak benar ya?"
"STOP!" jerit Laura. "DIANDRA, DIANDRA, DIANDRA TERUS!" Laura membalas tatapan Tino bengis.
"Memangnya siapa yang mau jadi anak Papa? Aku nggak pernah minta dilahirkan di keluarga ini!"
Nafas Laura naik turun, ia berusaha menyamarkan jemarinya yang bergetar. Perlahan-lahan tangis yang sejak tadi ia tahan seketika keluar membasahi pipi.
Rumah yang menurut orang lain menjadi tempat ternyaman untuk pulang, bertemu keluarga yang harmonis, dan tempat istirahat terbaik nyatanya tidak berlaku untuk Laura. Rumah ini memang tempat Laura pulang, tetapi di rumah ini menjadi salah satu sumber menyakitkan untuk Laura.
Dimana dinding-dinding di rumah ini terdapat banyak pajangan foto, tetapi tidak ada satupun foto Laura, yang ada hanyalah foto Diandra, Gita, dan Tino.
"Jadi untuk apa aku berlaku sopan jika sebenarnya Papa nggak pernah anggap aku anak?" Laura tertawa getir.
Tino menjambak rambut Laura. "Semakin hari kamu semakin tidak bisa diatur Laura."
Sakit, itulah yang Laura rasakan. Wajahnya mendongak menahan rasa sakit kala Tino menarik kuat rambutnya.
"Lepas," ucap Laura memegangi tangan Tino.
Bugh!
Tanpa di duga Tino melayangkan bogeman mentah di pipi sebelah kiri Laura, menyebabkan Laura langsung tersungkur di lantai.
"Dasar anak tidak tau diuntung." Tino semakin murka. "Kalau harus memilih saya lebih baik Diandra daripada kamu!"
Sebelah tangan Laura menyentuh pipinya, ada denyutan sakit ketika ia menyentuh kulit pipi yang diyakininya akan memunculkan memar.
Laura benci ketika mendengar nama Diandra, ia benci ketika gadis itu merebut kepunyaan miliknya. Laura menggertakkan giginya, matanya menggelap penuh amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Don't Love Me
Teen Fiction⚠️PRIVATE ACAK FOLLOW SEBELUM MEMBACA⚠️ Laura Timur Bellatrix, murid pindahan yang harus merasakan pahit karena masalalu dan Kakak kelasnya yang bernama Delon. Arvin Sadelon Ganendra, murid kelas 12 yang mencari pacar melalui pengumuman sekolah den...