Tujuh

8.2K 783 47
                                    


"Hai gengs, Laura cantik dateng." Laura melambai seraya tersenyum cerah saat memasuki kelas 11 IPS 2 bertepatan dengan bel masuk berbunyi, Laura sedikit bernafas lega karena sampai tepat waktu di kelas.

Saat ini Laura sudah rapi mengenakan pakaian hijau muda bercampur hitam ciri khas pakaian olahraga SMA Adiwijaya. Jam pertama yang diawali dengan penjas membuat semua murid 11 IPS 2 sudah mengenakan seragam olahraga dari rumah.

Percaya diri, ya itulah Laura. Laura tidak mempedulikan bagaimana respon dan pandangan orang lain ketika ia menyapa.

Mungkin ini adalah masa sulitnya, lihat saja padahal Laura datang sudah bersikap ramah tapi teman sekelasnya sendiri mengabaikannya. Padahal waktu pertama masuk kelas ini semuanya terasa hangat dan ramah. Tapi, Laura tidak bisa membalikan keadaan saat Delon sang Kakak kelasnya membuat keadaan kacau.

"Lauraaa!" heboh Vika dari tempat duduknya.

Meski kebanyakan yang mungkin membencinya, setidaknya Laura tidak sendirian.

Laura tersenyum menghampiri Vika dan Thamara yang duduk di bangku tengah urutan nomor tiga dari belakang.

"Astaga Laura lo tadi dicariin," ujar Thamara tidak kalah heboh.

"Siapa?" tanya Laura menaikkan sebelah alisnya.

"Lo dicariin Kak Hizkia tadi, aduh Laura lo sih kemaren buat ulah. Lo harus hati-hati pokoknya," ucap Vika setengah lebay. Lihat saja gaya bicara yang dibuat panik.

"Gue kira siapa." Laura memutar bola matanya malas.

Sebenarnya wajar saja jika kedua sahabatnya itu panik, mengingat apa yang dilakukan Delon dan yang lainnya kepada Laura. Tetapi, setelah perlakuan Kakak kelasnya kemarin tetap saja Laura tidak boleh takut.

Tas hitam berpadu biru dongker memiliki bayangan motif bunga milik Laura nampak menarik perhatian ketika terdapat tanda tangan seseorang di sana menggunakan spidol hitam, dengan malas Laura menaruh tasnya di atas meja. "Mending kita ke lapangan, liat tuh orang-orang udah pada keluar."

"Lo nggak takut dengan Kak Delon?" tanya Thamara meraih pundak Laura.

"Ngapain takut, geng terompet doang."

"Geng terompet apaan?" tanya Thamara lagi.

Sedangkan Laura tidak menjawab, bibirnya berdesis sinis membayangkan wajah Delon, Yasir, Abit, Hizkia, dan Yudha.

"Hari ini Pak Arman nggak ngajar, tapi tetap aja beliau nyuruh kita belajar mandiri," jelas Vika seraya keluar kelas dengan sebelah tangan kanan memegang botol minum.

Hari ini, Pak Arman selaku guru olahraga  berhalangan hadir untuk mengajar di kelas 11 IPS 2 dikarenakan harus mendampingi peserta lomba bulu tangkis perwakilan dari SMA Adiwijaya, jadinya mereka semua melakukan olahraga mandiri di lapangan sekolah. Dengan cuaca yang tidak terlalu terik membuat 11 IPS 2 bersemangat bermain voli di lapangan.

Thamara merangkul Laura untuk mengajaknya menyusul Vika. Laura bisa dengan jelas membandingkan tinggi mereka, Thamara yang mengikuti extrakulikuler basket putri itu mempunyai perawakan yang atletis, rambut panjang diikat satu itu membuat wajahnya begitu jelas, putih bersih dan cantik.

Dan Vika di depannya, Laura sudah tau sejak SMP jika Vika memang paling gemar melukis, gadis itu mempunyai jiwa seni yang keren menurut Laura. Ketertarikannya pada lukisan membuat Laura berkali-kali memberi hadiah satu set alat lukis untuk Vika setiap gadis itu berulang tahun. Itu karena permintaan Vika sendiri, jika bukan sudah pasti Laura tidak mau menabung dan memberi hadiah sekenanya saja.

Ketika sudah sampai di lapangan, Laura melihat kelasnya sudah membentuk dua tim laki-laki dan perempuan. Hari ini ternyata bermain voli. Karena sudah pasti akan sulit beradaptasi Laura mengambil bola voli di sudut lapangan dan berjalan mendekati ring basket.

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang