Tiga Puluh Enam

6.8K 619 91
                                    

"Ikut gue."

Kenaya tersentak kala Yasir tiba-tiba menarik tangannya yang baru saja keluar dari kelas, kakinya terpaksa ikut melangkah cepat agar sejajar dengan Yasir yang entah ingin membawanya kemana.

Mereka melewati puluhan siswa yang berada di koridor karena memang sedang jam istirahat. Kenaya bisa merasakan hangat pada genggaman Yasir, lelaki itu nampak serius seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Gue mau tanya sesuatu sama lo." Yasir membawa tubuh Kenaya bersandar pada tembok dan sebelah tangannya menumpu di sisi tubuh gadis itu.

Saat ini Yasir dan Kenaya sedang berada di belakang perpustakaan, tempat yang lumayan sepi dari murid-murid Adiwijaya.

Kenaya tidak berkedip, ia terfokus melihat wajah Yasir. Sosok jangkung di depannya malah membuat Kenaya bertanya-tanya untuk apa ia dibawa ke sana.

Sialan. Bulu matanya lebih lentik daripada gue, batin Kenaya sedikit insecure saat dapat melihat wajah Yasir lebih dekat.

"Kenapa lo bisa putus dari Delon?"

Pertanyaan itu adalah pertanyaan yang pernah Yasir tanyakan kepada Kenaya dulu. Namun, sampai sekarang Yasir belum mendapat jawaban pasti.

"Lo pernah bilang Delon melakukan kesalahan yang fatal dan lo juga bilang kalau Laura dalam bahaya," lanjut Yasir.

Ingatan Yasir melayang pada saat ia tidak sengaja menabrak Kenaya dan berakhir membicarakan Delon.

"Kalau teman lo itu melakukan kesalahan yang amat fatal apa lo masih bisa memaafkan kesalahannya?"

"Apa dia manfaatin lo? Apa selama ini Delon nyuruh lo ngerjain PR dia?" tanya Yasir ragu.

"Gue tau tau lo orang baik." Kenaya berdehem pelan. "Gue cuma mau ngomong satu hal."

"Apa?"

"Laura dalam bahaya."

Yasir menunggu jawaban Kenaya tidak sabar, jantungnya kini berdegup sangat cepat. Ada perasaan takut jika Delon melakukan sesuatu yang tidak termaafkan. Melihat Laura yang sehancur kemarin benar-benar mengganjal untuknya.

"Laura kenapa?" Kenaya balik bertanya.

"Kenapa diam?" tanya Kenaya ketika Yasir tak kunjung menjawab.

Yasir memegang kedua pundak Kenaya. "Lo yang harus jawab pertanyaan gue."

Kenaya menunduk tidak berani menatap mata Yasir, ia menggigit bibir bagian bawah bimbang, ada sesuatu yang membuat hatinya nyeri ketika membahas masalah ini.

"Nay?" panggil Yasir.

Kenaya menggeleng, bibirnya bungkam.

"Lo diancam Delon ya?" tebak Yasir. Melihat Kenaya yang hanya diam membuat Yasir gusar sendiri. Ia mengangkat dagu Kenaya menggunakan jemarinya sampai mata mereka bertatap. "Lo percaya gue 'kan?"

"G-gue dulu hampir diperkosa," jawab Kenaya sangat pelan.

Yasir menelan ludah, jemari kaki yang berada di dalam sepatu kets hitam bergerak tidak beraturan. Tangan yang tadinya berada di pundak Kenaya kini terlepas tanpa sadar. Yasir melihat mata Kenaya berkaca-kaca.

"Sama Delon?" tanya Yasir gugup.

Kenaya menggeleng. "Dia ngejual gue."

Jantung Yasir rasanya berhenti berdetak, nafasnya tertahan sampai beberapa detik. Yasir menggelengkan kepala, ia seakan tidak percaya dengan pernyataan Kenaya. "Nggak mungkin."

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang