Tiga puluh Tujuh

6.3K 576 71
                                    

"Delon."

Seorang laki-laki berseragam putih abu memandang penampakan di dalam rumah berlantai dua itu dengan seksama, ia melangkah perlahan untuk masuk lebih dalam dan mencari keberadaan orang yang menghuninya.

"Del," panggilnya lagi membuka salah satu pintu ruangan.

Lelaki itu mengerjab dua kali ketika melihat seorang pria baruh baya terbaring di tempat tidur dengan kursi roda di sisinya. Ia menampilkan ekspresi terkejut sebelum akhirnya mengulum senyum saat kehadirannya diketahui.

"Assalamualaikum, Om," ucapnya masuk ke dalam kamar. "Saya temannya Delon," lanjut Yasir memperkenalkan diri.

Yasir duduk di sebuah kursi menghadap Dika, matanya melirik ke atas meja tidak jauh dari tempatnya, di sana terdapat nampan berisi mangkuk dan gelas kosong, bisa Yasir tebak jika itu bekas tempat makan Dika.

Sewaktu Kenaya menceritakan bagaimana Delon sebenarnya, Yasir langsung pergi ke rumah Delon tanpa mempedulikan kegiatan belajar mengajar yang masih berlangsung, bahkan tas dan peralatan tulis lainnya Yasir tinggal di kelas.

"Maaf Om, saya lancang langsung masuk begitu saja." Yasir menggaruk tengkuknya yang tak gatal kala Dika tidak menjawabnya. "Saya ke sini untuk bertemu Delon."

Sebenarnya Yasir agak terkejut saat melihat kondisi Dika yang seperti ini, ia tidak menduga sebelumnya jika Papa Delon mengalami kelumpuhan. Yasir menggigit lidahnya sendiri, ternyata ia belum mengetahui apa-apa tentang Delon.

"Om, saya izin ke kamar Delon, ya." Yasir langsung bangkit dan sedikit membungkuk sopan lalu melangkah keluar kamar.

"Tunggu."

Kaki Yasir berhenti di tempat, ia berbalik badan ketika suara itu mengintrupsinya. Yasir merutuki dirinya yang bodoh ketika tadi sempat menduga jika Papa Delon tidak bisa berbicara. "Iya Om?"

"Tolong jaga Delon ya," ucap Dika dengan suara pelan. "Dia terlihat sedih akhir-akhir ini."

Yasir diam sebentar lalu tiga detik kemudian bibirnya tersenyum tipis, "Delon itu sudah saya anggap keluarga saya, Om tenang aja."

Perasaan yang tidak dapat dideskripsikan menyelimuti Yasir, ada luapan emosi yang tersimpan kala Dika meminta menjaga Delon. Yasir meneguk salivanya, ia menjadi lebih penasaran dengan kehidupan Delon.

Pemuda itu menaiki tangga yang terhubung ke lantai dua, ia melihat dinding-dinding yang dilaluinya banyak terdapat paku kosong yang tertempel di sana. Bisa Yasir tebak jika sebelumnya paku itu tempat memasang bingkai foto yang kemudian dilepas.

"Del," panggil Yasir membuka pintu kayu di depannya.

Yasir masuk mendapati Delon yang tertidur nyanyak di meja belajar. Mata Yasir menjelajah melihat banyaknya pil di atas meja.

"Del, lo minun obat tidur lagi?" tanya Yasir meski tau tidak akan mendapat respon dari Delon. "Harusnya kalau ada masalah cerita, jangan dipendem sendiri." Yasir menghela napas lelah.

"Lo sama aja kayak Abit, sok bisa menyelesaikan masalah sendiri."

Yasir dengan lancang meraih dompet Delon yang terletak di samping lelaki itu tertidur. Ia meringis mendapati uang selembar dua puluh ribuan. Padahal niat Yasir bukan ingin melihat nominal isi dompet Delon, melainkan mencari sesuatu yang dimaksud Kenaya.

Gue harus menemukan foto Kenaya, gue harap itu nggak bener Del, lo nggak sebejat itu 'kan? batin Yasir berjalan ke sisi tempat tidur, ia membuka laci lemari yang ada di sana mencari foto aib Kenaya yang digunakan Delon untuk menutup mulut gadis itu.

Ceklek!

Yasir refleks tiarap ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka. Yasir menahan napas saat melihat Laura dan Rangga. Pelan-pelan Yasir masuk ke kolong tempat tidur Delon, untuk bersembunyi.

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang