Empat Puluh

7K 696 182
                                    

"Gue balik lagi," bisik orang tersebut tepat di telinga Laura. "Karena ingat kalau lo bersekongkol dengan Rangga."

"Kak," kata Laura sangat pelan.

Masih dalam posisi yang sama Hizkia bahkan semakin mengeratkan pelukannya terhadap Laura. "Lo sengaja buat kami semua pergi karena ingin mencelakakan Delon 'kan?"

Hizkia merebut gunting itu dari Laura dan membuangnya asal ke lantai. "Jangan melakukan sesuatu yang nantinya akan merugikan diri lo sendiri."

Diam bukan berati Laura kehabisan kata-kata, Laura hanya sedang memikirkan bahwa segala sesuatu tidak memihak kepadanya. Kali ini Laura gagal lagi. Gagal membuat Delon mendapat ganjaran dari apa yang laki-laki itu perbuat.

Wajah pucat Delon yang sedang terlelap damai tak luput dari pandangan Laura. Memori di kepala Laura berputar memunculkan setiap adegan perbuatan jahat Delon dari awal ia masuk sekolah sampai sekarang.

"Laura," panggil Hizkia lembut. Hizkia memutar tubuh Laura untuk menghadap padanya, dilihatnya lekat-lekat Laura dari dekat. Gadis itu sedang tidak baik-baik saja. "Lo Adik gue 'kan?"

Laura menunduk, menghindari tatap muka dengan Hizkia.

"Kenapa diam?"

"Ucapan lo bullshit Kak, faktanya Kakak gue sebenarnya adalah Kak Yudha." Laura melepaskan diri dari Hizkia. "Dan dia nggak peduli sama gue."

"Gue nggak mau nambah beban dengan menganggap lo sebagai Kakak." Bibir Laura melengkung ke bawah. "Karena banyak orang di sekitar gue dan semuanya cuma bikin gue sakit."

Laura mengusap wajahnya kasar, menyeka air mata di kelopak yang basah. Laura meraup oksigen banyak-banyak, sungguh saat ini dadanya begitu sesak.

Sakit.

Fisik, hati, maupun batin. Seperti sebuah sayatan yang seperkian detiknya memberi luka untuk Laura. Sekarang apa yang harus Laura lakukan?

Tidak dipedulikan seorang Ayah, Yudha sebagai Kakak tidak menganggapnya Adik, dibully, difitnah, dan sekarang mahkotanya sudah hilang. Dunia begitu kejam kepadanya.

"Mau cerita?"

"Apa?" tanya Laura tidak mengerti.

"Cerita ke gue tentang masalah lo."

Laura menggeleng pertanda bahwa ia menolak. Laura melangkah gontai ke arah pintu keluar, tidak mau berlama-lama di sana. "Nggak perlu."

Ada sakit tersendiri saat menolak Hizkia. Hizkia adalah orang yang paling mengerti dirinya, orang yang menenangkan jika ia menjadi korban Delon, seorang yang membuat Laura nyaman di dekatnya. Namun, Laura hanya ingin sendiri sekarang, tidak membutuhkan siapapun.

Di sepanjang langkah Laura hanya menunduk lesu menghindari tatapan orang yang dilintasinya. Laura yakin sekali jika kini matanya sudah memerah karena tangis.

Setelah menaiki tangga yang cukup melelahkan akhirnya Laura sampai di roftoop Rumah Sakit. Semilir angin menyentuh permukaan kulit membuat Laura memejamkan matanya sejenak, meredam gejolak gemuruh di dada.

"Tuhan nggak kuat," lirih Laura mengadu.

Laura menunduk, membawa tetesan air mata terjatuh disela sepatunya.

"Kenapa ini terjadi kepada gue?"

Laura meremas baju bagian dadanya, sangking sakitnya Laura menangis sampai sesegukan, tidak peduli jika isakannya terdengar orang lain.

"Papa jahat."

"Kak Yudha jahat."

"Kak Delon juga jahat."

Don't Love MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang