d u a B e l a s

1.4K 153 2
                                    

Killa menatap gang kecil itu dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Kita miskin. Jadi wajar aja kalo tempat nya kumuh." Ucap citra dengan wajah datarnya. Killa tersadar ia tersenyum kecil.

"Mobil ga bisa masuk, jadi mobilnya parkir sini. Jangan lupa buat keluarin semua barang berharga." Citra memberhentikan ucapannya sebentar dan melirik ke sekitar.

"Orang orang di sini jarang lihat orang kota kaya kakak." Bisiknya kecil.

Killa tau daerah ini. Daerah yang sering dan rawan atas pencurian juga premanisme. Tak heran, melihat Killa memasuki kawasan ini dengan mobil membuat beberapa orang menatap nya bertanya.

Killa pun mengambil beberapa paper bag berisi makanan yang sebenarnya untuk Dimas. Untung saja ia membawa beberapa makanan, yang mungkin saja cukup untuk anak anak panti asuhan.

Citra, gadis yang menolongnya juga menolong Dimas itu berbicara banyak tentang kejadian yang menimpa Dimas. Bagaimana Dimas di hajar oleh para preman itu hingga tergeletak pingsang.

Mba Ani dan beberapa orang sudah Killa suruh untuk pulang. Ia dan Dimas akan mengambil barang barang Dimas yang tertinggal sesudah ini.

Saat memasuki gang kecil itu Killa melihat beberapa ibu ibu yang tengah menggendong bayinya di depan rumah nya itu. Melihatnya dengan tatapan ramah yang juga Killa balas serupa.

Suara teriakan anak kecil membuatnya menoleh, ada lapangan tak terlalu besar di ujung sana yang di gunakan untuk mereka bermain bola.

Tak jauh dari itu ada para anak perempuan yang sedang bermain masak masakan di suatu pendopo kecil.

"Killa?" Suara itu membuat Killa memfokuskan perhatian pada seseorang di ujung sana yang menatapnya. Dimas, laki laki itu dalam keadaan yang tak bagus. Wajah tampannya terdapat memar.

Killa mendekat pada Dimas yang langsung memeluk tubuh besar itu erat.

Killa marah, namun ia lebih marah lagi pada dirinya. Ia kesal, namun tak bisa sepenuhnya menyalahkan Dimas.

Karna kekesalan itu lah Killa menangis.

"Killa nangis?" Tanya Dimas. Laki laki itu bingung harus bagaimana. Tangannya mengambang. Namun tak lama Killa rasakan tepukan kecil di punggungnya.

"Apa yang sakit?" Sesudah melepaskan pelukannya itu, Killa menatap khawatir pada Dimas. Di lihatnya wajah tampan itu yang di hiasi lebam. Bahkan ujung bibirnya di plaster kecil.

"Dimas ga sakit." Ucapnya. Tangan itu bergerak menghapus air matanya yang masih mengalir.

"Killa jangan nangis. Malu di liat mereka." Bisik Dimas. Killa melirik sekitar, anak anak yang awalnya bermain bola dan masak masakan justru mendekat dengan tatapan keingintauan nya.

Killa terkekeh. Ia pun menghapus dengan kasar air matanya itu.

Killa mengambil satu paper bag yang berisi kamera Dimas juga ponselnya.

"Lain kali, kalo Dimas mau pergi telepon Killa yaa." Wajah itu terdiam. Ia menatap Killa dengan pandangan terkejut.

Lalu dengan cepat menarik Killa dalam pelukannya.

"Killa makasih.. makasih.." ucapnya.

Killa mengangguk dan mengelus punggung lebar itu.

"Ekhem." Suara itu sontak membuat Killa langsung mendorong pelan tubuh Dimas. Menatap wanita cantik yang tersenyum di antara para anak anak kecil itu.

Killa tersenyum.

"Killa, ini kak Ana." Killa tersenyum. Dimas memperkenalkan wanita itu dengan senyumnya. Yang artinya wanita di depannya itu tak melakukan hal jahat pada Dimas.

My Autisme Husband|| DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang