25

1.1K 123 3
                                    

Killa di bolehkan pulang. Sekarang ini ia berada di rumah Dimas. Rumah yang besar itu sekarang tampak ramai dengan orang orang yang datang untuk sekedar mengucapkan bela sungkawa untuk mama Winda yang sudah lebih dulu pergi.

Gadis cantik itu tersenyum kecil saat di sapa oleh beberapa orang yang di ketahui menjadi teman teman bisnis mama Winda.

Walau sudah di bolehkan pulang, Killa masih cukup lemah. Bibirnya masih cukup pucat dan ia masih harus meminum obat rutin.

Killa menatap pantulan kaca yang menampilkan kondisi wajahnya.

Tadi malam ia menangis. Sungguh lama.

Dimas.

Laki laki itu tak pernah menangis saat menjaga Killa. Ia juga dengan setia menemani nya untuk 2 hari ia di rawat.

Namun semalam ia menangis pilu. Menyalahkan dirinya dengan sesekali memanggil mamanya.

Killa tak bisa mengganggu nya sekarang. Dimas sudah lama menahan rasa sakitnya itu dalam diam dan mencoba untuk tak terjadi apa apa.

Yang Killa lakukan hanya ikut menangis di balik pintu mendengar betapa memilukan tangisan Dimas di kamar mendiang mama Winda yang tampak begitu dingin.

"Killa." Panggilan itu membuat lamunan Killa buyar. Mata itu berkedip beberapa kali sebelum membuka kamar mandi yang berada di kamar Dimas.

"Iya Bun?" Bunda nya dan ayahnya juga ada di sini. Mereka menginap dan menyiapkan semua untuk menyambut tamu yang kebanyakkan teman teman bisnis mama Winda yang mengucapkan bela sungkawa.

"Ajak Dimas turun untuk makan. Bunda udah ketuk pintu tadi, tapi ga ada tanggapan di dalam sana." Killa mengangguk.

Ia pun berjalan menuju kamar mendiang mama Winda yang tepat berada di sebelah kamar Dimas di mana ia tadi malam tertidur.

Sebagai info, kamar mereka bersebelahan dan memiliki pintu dalam. Jadi tangisan itu terdengar begitu jelas di dalam kamar Dimas.

Bunda nya kembali turun sedangkan Killa menuju pintu jati yang tampak masih tertutup rapat.

Tok tok tok

"Killa boleh masuk?" Killa tau jika pintu itu tak terkunci.

Tak ada jawaban. Namun suara tarikan ingus tampak terdengar.

Killa tersenyum kecil.

"Dimas?" Tanya nya lagi.

"Iya." Sayup sayup gadis itu mendengar jawaban tak bertenaga di dalam sana. Suara nya begitu serak entah lah sebanyak apa ia menangis tadi malam.

Ceklek.

Hal pertama yang ia lihat adalah gelap. Kamar itu begitu gelap, bau mawar begitu memasuki hidungnya saat ia membuka pintu itu. Bau parfum milik mama Winda masih begitu terasa kuat di sini.

Kamar berwarna putih bersih itu tampak rapih.

Dimas duduk di lantai dan di sebelah ranjang putih yang tampak berantakan. Laki laki itu memeluk kakinya sendiri dengan kepala tertunduk.

Killa duduk di sebelah nya. Melakukan hal yang sama dengan Dimas. Tingkah Killa ini langsung mendapat tatapan bingung dari Dimas.

"Killa kenapa?" Tanyanya sembari menatapnya bingung.

Suara nya begitu serak. Killa menggeleng.

"Killa sedih Dimas ga mau makan."

"Killa juga ga mau makan kalau gitu." Dimas menatap terkejut Killa yang memilih menenggelamkan wajahnya di lipatan lengannya.

My Autisme Husband|| DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang