Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-----
P.S. cetak miring adalah flashback
-----
Jam makan siang biasanya Giya habiskan dengan bertemu penulis-penulis untuk berdiskusi atau sekedar makan siang di food court kantor bersama Wira dan Juli.
Tapi untuk hari ini ada pengecualian.
Giya yang memakai kemeja berwarna mauve kini menatap seseorang di depannya yang makan dengan lahap sambil sesekali menggerakan tubuh saking senangnya.
"Makan yang banyak, Bu," komentar Giya.
"Gi, lo makan juga dong," bujuk Chester sambil menggeser steak kesukaannya yang sengaja ia pesan delivery ke kantor Giya.
"Iya, ini nasi goreng gue belum dateng kan, Ches. Lo duluan aja, biasanya juga gitu deh."
Chester menghembuskan napas dan memfokuskan pandangan pada Giya. "Gi, lo masih marah sama gue?"
Kening Giya berkerut bingung. "Marah kenapa?"
"Soal surabi duren."
Giya langsung mengernyit mendengar nama buah yang menjadi musuhnya itu. "Gak apa-apa, Ches. Tapi jangan dibahas lagi."
"Beneran?" tanya Chester memastikan.
Giya mengangguk santai dan pada saat bersamaan pelayan mengantarkan nasi goreng pesanannya.
"Terus lo hari itu gimana? Lo belum cerita sama gue kan?"
"Ya, lumayan lah. Gak berakhir buruk-buruk amat, kok," ucap Giya sambil mengingat-ngingat kejadian beberapa hari yang lalu itu.
Giya gak ingat berapa lama ia tertidur di sofa apartemen Arsen, tapi Giya sadar cahaya matahari yang baru terbit terlihat jelas dari jendela.
Melihat ke sekeliling pun, Giya gak menemukan tanda-tanda kehidupan dari si pemilik unit apartemen. Padahal Giya mau mengucapkan terima kasih karena kemarin Arsen terasa lebih manusiawi.
Baru Giya hendak berjalan ke pintu depan, Arsen tiba-tiba muncul membuka pintu.
Ternyata laki-laki itu dari luar.
"Gue udah minta petugas bersihin apartemen lo biar gak ada wangi duren," jelas Arsen tanpa diminta.
Kening Giya berkerut gak suka. "Bau duren kali?"
"Ya, itu," singkat Arsen.
"Yaudah gue cek, deh."
"Belum dua menit dari selesai dibersihin dan disemprot."
"Oh..." Gumam Giya pelan sambil kembali mundur dan duduk di sofa tempatnya tidur semalaman.
SedangkanArsen justru langsung masuk menuju kamar dan menghilang tanpa suara apapun.