36. So... Today I

5.1K 393 89
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


-----

ARSEN POV.

Suatu hari gue pernah melamun sendirian dan tiba-tiba menyadari satu hal.

Gue ternyata dikasih tiga kali kesempatan buat sama Giya.

Pertama, waktu dia mutusin gue masa kita masih kuliah dulu. Walaupun Giya salah karena mutusin gue tanpa alasan, setelah hari itu, gue sama sekali gak ada usaha buat tanya dia kenapa setelah emosinya reda.

Gue lebih memilih mengikuti ego gue yang terluka dan menangisi semuanya sendirian tanpa mau mencari tahu lebih jauh. Gue mengabaikan kesempatan pertama gue untuk bisa terus sama-sama bareng Giya.

Kedua, waktu akhirnya gue kehilangan kendali dan pertama kalinya tidur sama Giya di kantor. Itu jadi kesempatan yang cukup panjang dan alot karena gue ternyata masih samar-samar mengerti maksud semesta. Waktu itu gue masih maju-mundur bingung harus gimana. Sampai akhirnya gue nekad karena perasaan yang numpuk di hati gue udah terlalu sesak dipendam sendirian.

Saat itu, gue menggunakan kesempatan kedua gue dengan baik dan saat itu juga jadi titik balik di mana gue bisa kembali membuat kebahagiaan-kebahagiaan lain di hidup setelah sekian lama gue lupakan.

Ketiga, waktu Giya mengurung diri di apartemennya. Kalau gue gak mengerti maksud semesta, atau kalau gue masih Arsen yang baru masuk umur dewasa kayak dulu, mungkin gue bakal balik emosi waktu Giya bilang gue gak sayang sama dia.

Mungkin gue bakal ikut terluka dan tercoreng egonya.

Tapi ternyata, hati gue memahami kesempatan ketiga ini dan gue dengan sabar bisa melewatinya. Giya sendiri yang ngebuka pintu apartemennya dan nyari gue. Giya sendiri yang membuktikan kalau keputusan gue untuk memilih hati ketimbang ego akan selalu benar. Giya nyamperin gue dan gue bisa bawa dia ke dalam pelukan lagi.

Secara gak langsung, gue melewati beberapa fase mendewasakan diri bareng Giya. Dan rasanya, bagi gue, dengan yakin gue bilang gini, gak ada lagi orang yang cocok dan pantas ngelewatin ini semua bareng gue kecuali Giya.

Gue bisa ngabisin berepisode-episode buat bermonolog tentang Giya bagi gue.

Giya bisa dibilang cinta pertama gue. Mungkin waktu jaman SMA gue sempet naksir cewek-cewek lain, tapi waktu pertama lihat Giya di kamar Chester saat itu, gue gak pernah ngira bisa sesayang itu sama perempuan. Rasa sayang yang belum pernah gue rasain sebelumnya. Rasa sayang yang beda dari pada ke Bunda dan Chester. Ya, gue akui gue sayang kembaran gue itu.

Giya juga perempuan yang bener-bener ngerti baik dan buruknya gue.

Kalau jadi Giya, orang lain mungkin bakal mendorong gue sejauh mungkin di hidupnya. Gak akan nyari tahu bagian mana yang rusak. Apa lagi sampai ikut untuk bantu memperbaiki.

Tapi Giya ada di sana.

Waktu gue jahat sama dia, kebaikan Giya justru bikin gue mampu mendekat dan membuka semua luka yang diam-diam ditutupi. Gue gak takut kelihatan bernanah dan berdarah. Gue gak takut nunjukkin kalau gue ternyata mengikat kaki gue di rantai.

Today I Fudged UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang