Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
-----
Giya mengeratkan genggaman tangannya dengan tangan Arsen ketika sensasi itu tiba.
Mata yang saling menatap dan tangan yang saling bertaut itu kini sama-sama terpejam ketika Arsen menjatuhkan tubuhnya pada Giya.
Dengan napas yang masih belum kembali beraturan, Arsen segera berpindah dari atas tubuh Giya untuk memeluk perempuan itu. Dalam diam keduanya sama-sama mengatur napas dan meredakan sisa uforia yang ada.
"After care," gumam Arsen sebelum mengecup lembut puncak kepala Giya.
Giya sendiri cuma tersenyum kecil sambil menempelkan kepalanya pada dada Arsen, menikmati nyaman yang diberikan laki-laki itu padanya.
"Besok aku dijemput Siya, nih," ucap Giya membuka obrolan.
"Oh? Dia tumben gak ada kerjaan Sabtu gitu?"
"Iya, katanya sebel lihat aku sibuk sebulanan ini, jadinya kalau aku pulang dia mau pastiin dia juga ada di rumah."
"Dih, dasar bocah posesif," komentar Arsen.
"Hahaha padahal aku sibuk juga jelas kenapa, pulang kantor masih harus mampir ke butik, ke hotel, ke restoran, belum ke tempat cetak-cetak undangan itu."
Arsen mengangguk setuju. "Dia juga pasti paham sih kamu sibuk ngapain, cuma sebel aja karena kakaknya bentar lagi mau nikah."
"Iya ya? Kamu dulu sebel gak sama Kak Mural waktu mau nikahin Chester?"
"Nggak, lah," jawab Arsen percaya diri. "Aku malah seneng si nenek lampir cepetan dibawa dari rumah."
"Masa sih? Kata Chester kamu malah sehari sebelum pemberkatannya ngobrol-ngobrol mellow sama dia? Terus ujung-ujungnya pelukan lama?"
Arsen memutar bola matanya sebal. "Gak tahu, gak inget."
Giya terkekeh mendengar jawaban Arsen. "Gengsi mulu kamu tuh, Sen!"