6. Oh, Tania...

2.4K 416 126
                                    

-----

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-----

"Iya pokoknya bagian yang perlu diedit sampai bab 10 udah selesai, kamu boleh cek kalau gak sreg sama editanku atau gimana, nanti kita ketemu empat hari lagi, oke?" ucap Giya sambil membereskan laptopnya.

Perempuan di depan Giya langsung tersenyum sumringah dan mengangguk. "Pokoknya Mbak, aku minta tolong banget bagian dewasanya dibikin implisit."

Giya mengangguk. "Iya kamu cek dulu aja, ya? Udah aku edit dan benerin."

"Aku perlu ke kantor sekarang, gak apa-apa kan? Nanti WA aja kalau butuh," lanjut Giya yang lanjut membereskan barang di dalam tas.

Perempuan yang merupakan penulis buku itu mengangguk patuh akan ucapan Giya. "Makasih banyak loh, Mbak Giya!"

"Iya, sama-sama. Duluan ya?"

Giya menghela napas lelah dan langsung berjalan menuju trotoar penyebrangan.

Maklum, kantor tempat Giya kerja ada di kawasan perkotaan dengan jalan membentang lebar memisahkan bangunan di sisi kanan dan kirinya.

Tempat Giya tadi bertemu penulis yang ia suka sebut klien itu adalah tempat makan cepat saji yang letaknya persis di sebrang kantor, jadi gak seperti biasanya, hari ini Giya gak perlu repot-repot menghabiskan uang cuma untuk ongkos.

Giya dimana? Dicariin Mas Praja cepetan katanya.

Giya berdecak pelan sambil membaca chat dari Wira dan langsung berjalan cepat menyebrangi trotoar dan berlari kecil masuk ke dalam kantor.

Udara siang yang panas dan Giya yang berlarian cukup membuat keningnya mengeluarkan titik-titik keringat.

Duh, Giya paling malas kalau masih siang udah keringetan.

Apalagi perasaan waktu setelah kepanasan masuk ke ruangan ber-AC, Giya takut dirinya bau matahari sedangkan yang lain masih wangi parfum.

Tapi Giya bisa sedikit tersenyum waktu menekan tombol lift dan dengan cepat pintu terbuka dengan kondisi lift kosong.

Mas Hardi yang semua orang tahu adalah tangan kanan bos tiba-tiba menekan tombol lift membuat pintu yang asalnya hampir tertutup jadi kembali terbuka lebar.

"Hai, Gi. Lift direksi lagi maintainance nih," sapa Mas Hardi pada Giya.

"Oh, iya Mas," jawab Giya sambil menekan tombol hold pada lift.

Giya langsung menahan napas waktu Mas Hardi masuk ke dalam lift gak sendirian. Harusnya Giya tahu satu hal. Pasti Mas Hardi lebih sering menemani Arsen di kantor dari pada mondar-mandir sendirian.

Padahal lift khusus anggota direksi ada di bagian sayap lain di kantor ini, kenapa Mas Hardi harus repot-repot mengajak Arsen lewat lift karyawan?

"Lantai berapa, Gi?" tanya Mas Hardi ramah.

Today I Fudged UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang