Chapter 4

46 5 6
                                    

Sudah 5 hari sejak pertandingan memanah para pangeran. Jimin maupun Jungkook belum menemui Kinanti lagi. Kinanti sendiri sedang sibuk mengikuti pelatihan Wang Seja-bin. Seharusnya hari inipun ia mengikuti kelas tatakrama, namun sejak kemarin sang putri terus merengek meminta libur. Bi Ati yang tidak tega ikut membujuk Oh Sanggung untuk memberi kelonggaran. Sang dayang senior itupun akhirnya mengalah.

Namun kini, sang putri malah merasa bosan. Sekarang ia sedang duduk sambil menidurkan kepalanya di atas meja kecil di kamarnya. Di hadapan sang putri ada Bi Ati, wanita itu tersenyum hangat memperhatikan sang nyonya yang terus menggerutu karena hanbok yang dikenakannya.

"Bi.." panggi Kinanti malas.

"Muhun, néng?" sahut Bi Ati lembut.
(Trans : Iya, nona?)

"Hareudang," keluh sang putri. Wajahnya memelas seolah meminta tolong.
(Hareudang : Gerah)

Sejak dimulainya pelatihan Wang Seja-bin, Kinanti diharuskan mengenakan pakaian berlapis-lapis itu. Namun, sang putri tetap tidak melepas sigernya. Karena menurut aturan Kerajaan Sunda, putri dan permaisuri harus selalu menggunakan siger saat berada di istana.

Menurut informasi dari Tuan Hong Jae, bulan ke-delapan adalah puncak musim panas di Goguryeo. Benar saja, ini bahkan belum tengah hari namun suhunya sudah sangat panas.

"Kalau begitu, Bibi akan menyuruh koki istana menyiapkan minuman dingin." Bi Ati beranjak, hendak berjalan ke pintu.

Saat itu, sang putri kembali berucap, "hoyong rujak." Wajahnya begitu memelas.
(Trans : Pengen rujak)

Bi Ati tersenyum sendu mendengar permintaan Kinanti. Menemukan buah-buahan segar bukanlah hal yang sulit. Namun bumbu yang diperlukan untuk rujak cukup sulit didapatkan. Mereka memang membawa banyak rempah kering saat datang kemari, tapi itu semua merupakan bingkisan untuk Raja.

"Mama, Seja Joha ada disini," ucap Oh Sanggung dari balik pintu.

Kinanti dan Bi Ati langsung berdiri untuk menyambut kedatangan Jimin.

"Persilahkan dia masuk," jawab Kinanti.

Begitu pintu dibuka, sang putri langsung menunduk hormat. Ia mempersilahkan Jimin duduk di tempatnya, sementara sang putri di hadapannya. Memang sedikit merepotkan, tapi itu adalah peraturan di sini.

"Untuk apa saya berhutang kesenangan ini?" tanya Kinanti sopan. Tak lupa senyum formalitas di wajahnya.

Sang pangeran membalas senyumannya. "Aku hanya ingin mengunjungimu. Maaf jika itu mengganggu."

Kinanti menggeleng kecil. "Tentu saja tidak, Joha."

"Maaf, aku tidak sempat memberi kabar selama 5 hari. Jadi sebagai gantinya, aku memutuskan untuk menemui mu hari ini," jelas Jimin.

Kinanti menjawabnya dengan senyuman.

Sang putri kemudian menoleh ke arah Bi Ati. "Bi, bisa tinggalkan kami sebentar?" tukasnya.

Wanita itu menunduk pamit lalu berjalan keluar.

Sang putra mahkota menatap Kinanti penuh tanya. "Ada apa? Apa ada sesuatu yang ingin kau bicarakan?"

Sang putri mendengus pelan. "Berhenti bersikap manis. Aku sedang malas berakting," ucapnya malas.

Jimin tertawa kecil mendengar hal itu. "Kenapa? Apa pelatihan Wang Seja-bin separah itu?" tanyanya dengan nada mengejek. Pria itu nampak tidak terganggu dengan perubahan sikap Kinanti yang drastis.

"Tidak lucu," tanggap sang putri ketus.

"Jika kau mau, kau boleh mengeluh padaku." Sang putra mahkota tersenyum penuh arti.

My Special QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang