Aku berusaha melihat sekeliling, tapi semuanya terlalu berkabut. Tiba-tiba sebuah tangan menyentuh bahu.
Aku sontak menoleh dibuatnya. Di sampingku, ibunda sedang tersenyum hangat.
"Ibunda?" panggilku.
Beliau membalasnya dengan senyuman. Tapi setelah itu dia tiba-tiba jatuh terbaring.
Aku langsung menghampirinya. Dengan panik kuguncang bahunya. Mulut ini tak henti memanggil beliau. Sekujur tubuhnya kaku.
"Apa yang kau lakukan?" tanya seseorang.
Aku berbalik mencari sumber suara.
Yoon-gi, Yoonji Nui, dan tabib kerajaan berdiri di sana. Sorot mata mereka begitu dingin dan tajam. Tapi kemudian, pandanganku fokus pada botol kecil di tangan Yoon-ji Nui.
Seakan menyadarinya, gadis itu berkata, "Oh, ini? Ini adalah racun yang diminum ibumu. Ayahku sendiri yang membuatnya." Nadanya terdengar begitu santai.
Aku terbelalak.
"Kenapa kau kaget? Diam-diam kau juga membencinya, bukan?" tanya Yoon-gi.
Bocah itu berjalan mendekatiku. Aku ingin menghindar, namun badanku tidak bisa digerakkan.
"Meski dia ibumu, dia tidak pernah memberimu perhatian yang cukup, kan? Dia lebih sering berjalan-jalan keluar istana dibanding mengobrol dengan putra semata wayangnya," tutur Yoon-gi. "Apa aku salah, Joha?" tanyanya memastikan.
"Cukup! Hentikan! Jangan katakan hal seperti itu! Ibuku adalah ibuku. Apapun yang terjadi, beliau tetap ibundaku." Aku ingin meneriakan semuanya, tapi suaraku tak kunjung keluar.
"Kau adalah putra mahkota. Kau juga seorang anak tunggal. Tapi kau bahkan tidak bisa mendapatkan perhatian yang cukup dari kedua orangtuamu," timpa Yoonji Nui.
Aku menggelengkan kepala kuat-kuat, mencoba menepis semua perkataannya.
"Kau akan menjadi seorang raja yang harus berdiri sendiri di barisan paling depan. Tapi kau bahkan tidak bisa menahan rasa kesepianmu saat ini. Apa kau yakin bisa memimpin rakyatmu dengan mental seperti itu?"
Aku tidak bisa lagi membedakan suapa siapa dan siapa. Semua suara tersebut menggema di kepalaku.
Hentikan! Hentikan! Hentikan!!!
-
Aku terperanjat, bangun dari tidurku.
Aku mencoba mengatur nafas yang masih memburu. Keringat dingin membasahi sekujur tubuh. Aku kemudian mengusap wajah yang dipenuhi air mata.
"Joha, apa Anda baik-baik saja?" tanya Kasim Ahn dari balik pintu. Terselip kekhawatiran pada nada bicaranya.
Aku menarik nafas, mencoba meredam emosi yang masih menggulung. "Aku tidak apa-apa."
"Kalau begitu, permisi. Saya membawakan air untuk membasuh wajah," balas sang kasim.
Sudah setahun sejak kepergian Ibunda. Tapi mimpi buruk itu datang hampir setiap malam. Aku sudah menceritakan hal ini pada tabib kerajaan yang baru. Dia juga sudah membuatkan berbagai macam ramuan agar tidurku lebih nyenyak. Sayangnya, hal tersebut sama sekali tidak membantu.
"Joha, Chusang Jeonha meminta Anda menemui beliau. Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan," kata Kasim Ahn begitu aku selesai bersiap.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Special Queen
FanfictionKinanti, Putri Kerajaan Sunda pergi ke Kerajaan Goguryeo untuk memenuhi Perjanjian Laut yang dibuat 10 tahun lalu. Perjanjian itu mengharuskan sang putri menikah dengan Putra Mahkota negeri tersebut, Jimin. Saat mereka resmi menjadi Raja dan Ratu, K...