Seminggu Kemudian
Di Kediaman KinantiSang putri sedang membolak-balik buku catatannya dengan malas. Ia baru saja selesai mengikuti pembelajaran mengenai Aksara Hanja. Kepalanya serasa berasap mengingat betapa sulitnya membedakan tiap karakter tulisan tersebut.
(Hanja : Aksara Tionghoa dengan pelafalan bahasa Korea.)Setelah istirahat sejenak, Kinanti masih harus kembali mengikuti pelatihan etika kerajaan. Entah sudah berapa kali ia menghela nafas. Gadis itu hanya berharap pernikahan segera diadakan dan semua kelas itu dibatalkan.
"Mama, Seja Joha datang berkunjung," ujar Oh Sanggung dari balik pintu.
Kinanti tidak bisa menahan senyumnya. Kedatangan Jimin bisa menunda, bahkan membatalkan kelas hari ini.
"Biarkan dia masuk," tanggap sang putri.
Kinanti langsung menyambut kedatangan pria itu dengan senyum cerah.
"Sepertinya suasana hatimu sedang baik?" tanya sang pria membuka percakapan.
"Kau telah menyelamatkan nyawaku," jawab Kinanti dengan senyum yang tak kunjung memudar.
Jimin menatapnya bingung. "Aku? Menyelamatkan nyawamu?"
Kinanti menghela nafas lelah. "Kau tahu? Aku hampir saja mati," ucapnya seraya mendengus kesal.
Wajah sang putra berubah serius. "Siapa yang berani mengancam nyawamu?!" Tatapannya mengatakan dengan jelas bahwa sang pria murka. "Katakan padaku!"
Kinanti panik melihat reaksi Jimin. Sebelum ada kesalahpahaman, ia langsung berkata, "Maksudku, pelatihan yang aku ikuti. Semua kelas itu serasa membunuhku," jelas sang putri.
Jimin langsung menghela nafas lega. "Aku pikir nyawamu benar-benar terancam." Ada kesan kesal dalam ucapannya.
Kinanti tersenyum sebagai balasan. "Memangnya ada yang berani mengancam seekor harimau?" batinnya.
Tatapan sang putra mahkota berubah mendukung. "Sebenarnya aku kemari ingin meminta maaf," katanya dengan penuh sesal.
Giliran Kinanti yang menatapnya bingung. "Tentang apa?"
"Tidakkah kau marah karena Hwayoung mengunjungiku seminggu yang lalu?" Sang pria terheran.
Gadis itu diam sejenak. Ia berusaha mengingat kejadian seminggu yang lalu. Jika tidak salah, Hwayoung mengunjungi Jimin setelah mereka berkeliling istana.
Sang putri kemudian tertawa kecil. "Kau tidak perlu memikirkannya," tanggapnya santai. "Lagipula yang datang bertamu adalah Hwayoung, jadi kau tidak salah apa-apa."
Jimin mengangguk paham. Senyuman tipis mulai terbentuk di wajahnya. "Terimakasih."
"Ngomong-ngomong, kemarin aku sempat melakukan penyamaran ke luar istana. Lalu, aku teringat satu tempat yang mungkin bisa mencari informasi tentang perampok di perbatasan negerimu," ujar sang pria mengalihkan topik pembicaraan.
Tatapan Kinanti berubah serius.
"Sebenarnya aku ingin langsung menanyakan lambang pada baju perampok yang sempat kau tunjukkan. Tapi tidak ingat dengan jelas bentuk lambannya. Mungkin jika kau-"
Sebelum Jimin menyelesaikan kalimatnya, Kinanti langsung berkata, "Di mana tempatnya?!" Mata sang putri berkilat semangat. Akhirnya ia menemukan secercah harapan.
"Ada sebuah toko umum di pasar ibu kota. Mereka menjual segalanya di sana, termasuk informasi. Namun tentu saja kita harus membayar cukup mahal," jawab sang putra mahkota.
Kinanti menggeleng. "Aku tidak peduli. Berapapun akan kubayar," tegas gadis itu.
"Kalau begitu." Jimin menyimpan sebuah buntalan kain ke atas meja kecil di hadapan mereka. Pria itu langsung membukanya. Di dalamnya terdapat hanbok berwarna biru langit dengan bawahan putih.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Special Queen
FanfictionKinanti, Putri Kerajaan Sunda pergi ke Kerajaan Goguryeo untuk memenuhi Perjanjian Laut yang dibuat 10 tahun lalu. Perjanjian itu mengharuskan sang putri menikah dengan Putra Mahkota negeri tersebut, Jimin. Saat mereka resmi menjadi Raja dan Ratu, K...