Dini Hari
Di Kediaman Paramita, Adik dari SatyaSang putra mahkota duduk gelisah di ruang tamu kediaman adiknya tersebut. Baru saja sang pemilik rumah menugaskan bawahannya untuk mencari informasi tentang orang-orang yang di cari sang kakak.
"Lebih baik sekarang Kakang tidur dulu," kata Mita, nama panggilan sang putri. "Kakang sudah berkuda semalaman ke mari dan belum istirahat. Kemarin juga kakang bergegas ke istana, kan?" Raut khawatir wanita itu terlihat jelas.
"Ini bukan situasi dimana aku bisa tidur. Prabu bisa datang kemari kapan saja. Aku tidak mau kau terlibat," balas Satya.
Sang adik menghela nafas lelah. Jika masalah keras kepala, tidak ada yang bisa menandingi kakak sulungnya itu. "Meski begitu, yang bisa kita lakukan sekarang hanyalah menunggu. Istirahatlah dulu meski hanya sebentar."
Hati Satya tetap bersikukuh agar tidak tidur, namun tubuhnya tidak bisa berbohong.
"Aku ambilkan selimut. Kakang istirahat saja di sana. Maaf, rumah kami hanya memiliki dua kamar tidur. Semuanya dipakai anak-anak," jelas Mita sebelum melangkah ke ruangan lain.
Sang pangeran menyenderkan punggungnya. "Tidak apa. Ini sudah lebih dari cukup," gumamnnya.
"Mita. Meski dia seorang putri, anak itu sama sekali tidak mau menggunakan uang negara untuk biaya hidupnya. Sejak kecil dia memang sudah bersikap dewasa, berbeda dengan saudaranya yang lain. Termasuk aku," batin Satya. "Istirahat sebentar? Apa tidak apa-apa?" sambungnya dalam hati.
Tak sadar, mata pria itu sudah terpejam.
***
Kediaman Hoseok
Saat langit masih gelap, semua orang sudah mulai bersiap untuk melanjutkan perjalanan.
Tapi tiba-tiba sesuatu mengalihkan perhatian Asep. "Ada suara langkah kaki," bisiknya.
Semua lantas berhenti melakukan aktifitas. Sedetik kemudian, mereka segera berpencar untuk menghilangkan petunjuk bahwa mereka pernah ada di sana. Perapian dan obor-obor dimatikan, pintu dan jendela di tutup. Tak ada yang bersuara. Bahkan mereka sangat berhati-hati saat mengambil nafas.
Waktu berlalu, namun masih belum ada apa-apa.
"Apa kau bercanda?!" sarkas Yoonji.
Hoseok melirik wanita itu tajam. "Nui, tenanglah. Siapa tahu-"
"Syut! Dengar itu," bisik Kinanti.
Semua kembali terdiam kemudian saling bertukar pandang. Suara langkah kaki itu kini terdengar jelas. Mata semua orang kembali awas memperhatikan sekitar. Bersiaga jika ada serangan dadakan.
Saat itu Hoseok menyodorkan sebatang bambu kecil dan segenggam jarum dengan sehelai bulu yang terikat pada masing-masing batangnya. "Ayahanda membuatnya karena melihat senjata ini di negerimu. Kau pasti lebih tahu cara menggunakannya," jelasnya pada Asep dengan suara pelan.
Bukannya menerima barang tersebut, Asep malah menyikut kembarannya pelan. "Manéh wé."
(Trans : Kamu saja.)Usep menoleh melihat batang selumpit itu lalu mengambilnya. Si pria memperhatikan senjata tersebut cukup lama kemudian mengangguk. "Terima kasih," ucapnya sembari mengambil setumpuk jarum tadi.
Di saat yang sama, Yoonji menyodorkan sebuah botol kecil. "Ini racun yang sangat mematikan. Jangan sampai kau salah meminumnya." Meski terdengar malas dan judes, namun terselip kekhawatiran pada nada bicarannya.
Usep kembali mengangguk. Senyum simpul terlukis di wajahnya. "Terima kasih."
"Mereka datang!" bisik Yoon-gi tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Special Queen
FanfictionKinanti, Putri Kerajaan Sunda pergi ke Kerajaan Goguryeo untuk memenuhi Perjanjian Laut yang dibuat 10 tahun lalu. Perjanjian itu mengharuskan sang putri menikah dengan Putra Mahkota negeri tersebut, Jimin. Saat mereka resmi menjadi Raja dan Ratu, K...