The Lost Boy pt.1

43 3 0
                                    

Aji POV

Hari ini aku sangat senang karena Ayahanda mengajakku ke Ibu Kota. Tentu saja Kinanti juga ikut bersama kami. Gadis itu selalu merengek dan memohon untuk pergi kemanapun aku berada. "Huh, padahal dia seorang putri. Tapi sikapnya sama sekali tidak menggambarkan gelar tersebut."

Meski begitu, Kinanti adalah sahabat terbaikku. Aku memang memiliki banyak teman, tapi terkadang mereka jahat padaku. Mereka bilang keluargaku penjilat karena kami dekat dengan keluarga kerajaan. Ayahanda dan Putra Mahkota Satya merupakan teman kecil. Lalu aku sekarang berteman dengan putri beliau. "Memangnya salah jika kami berteman?"

“Nenek!” panggil Kinanti riang pada Yang Mulia Ratu.

Beliau tersenyum cerah membalasnya. “Cucu ku yang paling cantik datang ternyata.”

Aku ikut tersenyum melihat mereka berdua berpelukan.

Yang Mulia Ratu lalu menoleh, melihatku. “Aji juga datang ternyata.”

Aku mengangguk. “Dia yang memaksa ikut,” tunjukku pada Kinanti.

Wajah gadis itu berubah cemberut. “Memang kenapa kalau aku ikut?!” protesnya sambil memangku tangan.

Aku sontak terbahak karenanya.

***

Setelah itu, aku dan Kinanti memperhatikan Ayahanda memeriksa kondisi kesehatan Yang Mulia Ratu. Beliau memang rutin mengeceknya setiap bulan.

“Kondisi Anda semakin membaik. Saya rasa, sebulan lagi Anda sudah bisa berjalan kembali,” ucap Ayahanda.

Yang Mulia Ratu tersenyum. “Syukurlah.”

Aku tidak tahu penyakit apa yang diderita beliau. Tapi seingatku, beliau menjadi kesulitan berjalan sejak tahun lalu.

***

Kami tidak langsung pulang karena Kinanti mengajak berkeliling taman istana. Anak itu memang sangat menyukainya. Tidak. Sepertinya dia hanya suka menunjukkan banyak hal padaku.

***

Keesokan harinya

Hari ini keluargaku membantu menggarap lahan jagung milik Ayah Kinanti. Sebagai seorang putra mahkota, beliau tentu saja memiliki tanah yang banyak. Meski begitu, beliau sama sekali tidak sungkan untuk turun ke lapangan dan menggarap lahannya bersama para pekerja. Aku selalu kagum pada sikap rendah hatinya.

Namun di hari yang cerah itu, sebuah berita buruk datang. Seorang perajurit kerajaan mengatakan bahwa Yang Mulia Ratu telah meninggal. Tentu saja aku tersentak.

”Bukankah kemarin Ayahanda bilang beliau semakin membaik? Sebenarnya apa yang terjadi?” batinku.

Setelah mendengar berita tersebut, Mang Satya, panggilanku pada ayah kinanti, langsung bergegas ke istana bersama istrinya. Kata beliau, kondisi di sana sedang kacau hingga Kinanti tidak boleh ikut.

“Hati gadis itu pasti sangat hancur. Aku harus menghiburnya sebisa mungkin,” pikirku.

“Jangan sedih. Beliau pasti sudah tenang di atas sana,” ucapku berusaha menenangkannya. “Karena kau tidak bisa ikut ke Padjajaran, bagaimana kalau kita bermain seharian?”

Tanpa pikir panjang, dia langsung mengangguk. “Apa aku juga boleh menginap?” tanyanya pada ibunda.

Ibunda tersenyum simpul. Ia mengelus lembut puncak kepala gadis itu. “Tentu saja.”

***

Sesampainya di rumah, aku membantu Ayahanda merapikan perkakas ladang. Setelahnya aku pergi ke dapur untuk menyimpan tas.

My Special QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang