Chapter 9

46 5 3
                                    

Keesokkan Harinya

Sesuai janji Jimin, hari ini ia dan sang putri kembali menyusup keluar istana. Seperti sebelumnya, mereka dengan mudah melewati para berjaga. Tak lupa, Kinanti terus menutupi kepalanya dengan jang-ot pemberian sang pria.

Masih terlalu pagi untuk langsung ke toko umum itu. Jadi mereka memutuskan untuk mengunjungi lagi bukit dekat sana.

Keduanya sama-sama terdiam. Nampaknya, sang putra mahkota masih memikirkan kondisi Yang Mulia Raja.

"Ngomong-ngomong, apa kau menemukan sesuatu tentang surat terbakar yang kita temukan?" tanya Kinanti membuka percakapan.

Jimin menggeleng. "Aku tidak yakin. Ayahanda hanya menggunakan amplop seperti itu untuk mengirim udangan atau surat penting. Selain itu, amplop tersebut disimpan rapi di perpustakaan pribadi Raja. Hanya orang tertentu yang bisa masuk," jawabnya.

"Menurut Im Sangseon, hanya dia dan Tuan Kepala Penasehat Negara yang mengunjungi perpustakaan tersebut belakangan ini. Karena kondisi Chusang Jeonha yang memburuk, merekalah yang membantu mengurus sebagian besar urusan negara," lanjut sang pria. "Lalu, aku yakin mereka bukanlah seorang yang panjang tangan."

Kinanti menghela nafas berat. "Jika mereka yang mengurus masalah negara, lalu apa kerjamu?" batinnya.

"Aku juga sempat bertanya pada Bi Ati. Beliau bilang, tidak ada satupun rombongan kami yang sempat memegang kertas, kecuali Usep. Dia menjadi salah satu perancang jadwal latihan," papar sang putri. "Aku tau betul tulisannya yang seperti ceker ayam. Jadi, dia bukanlah yang menulis surat itu."

Sang putra mahkota mengangguk paham.

Ada jeda hening yang panjang sebelum sang putri berucap, "Kemarin ada seorang dayang yang menggeledah kamarku."

Jimin yang kaget sontak menatap si gadis.

"Seseorang menyuruhnya untuk mencari surat itu. Tapi karena ia juga diperintah melalui surat, aku tidak bisa melacak siapa dalangnya." Kinanti menunduk. Masalah yang ia hadapi bertambah satu lagi.

Raut sang pria nampak gusar. "Ini tidak bagus. Bagaimana jika seseorang mengincar nyawamu gara-gara surat itu?"

Namun, Kinanti malah terkekeh. "Hanya orang bodoh yang melakukan itu." Ia menatap langit pagi yang cerah. "Jika Kerajaan Sunda mendapat kabar kematianku, mereka akan langsung menyerukan perang. Tak hanya itu, kami bisa saja memutus seluruh suplai rempah kemari dengan cara melobi kerajaan lain. Dampaknya akan langsung dirasakan seluruh negeri." Si gadis beralih pada Jimin. "Membunuhku sama saja dengan bunuh diri."

Pria itu terdiam. Penjelasan Kinanti barusan memang benar adanya.

Mereka berdua kembali diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Matahari semakin meninggi dan udara mulai menghangat.

"Apa kau mau jalan-jalan?" tanya sang pria tiba-tiba.

Kinanti balas menatapnya bingung.

Jimin menggaruk belakang kepalanya seraya tersenyum canggung. "Berdiam di sini hanya membuat pikiranku semakin kalut."

Kinanti mengangguk. "Baiklah."

Keduanya beranjak lalu berangkat menuju pasar.

***

Di Istana Kerajaan Goguryeo

"Mama, apa Anda sudah bangun?" tanya Oh Sanggung dari balik pintu kamar Kinanti.

Hening, tidak ada jawaban.

"Mama-" Oh Sanggung tidak menyelesaikan ucapannya. Dia menyadari ada yang salah. Rasa khawatirnya langsung memuncak. Wanita itu melirik Bi Ati.

My Special QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang