Chapter 22

44 4 0
                                    

Prabu meremas surat di tangannya. Dahinya berkerut serius. “Apa maksudnya ini?” gumamnya.

“Selamat pagi, Prabu,”

Suara itu mengalihkan perhatian sang raja. Dadan berdiri tak jauh darinya sambil tersenyum sopan.

Si raja mengangguk, membalas salamnya tadi. “Ada perlu apa?”

“Ah, tidak. Saya hanya menyapa,” jawab pria itu. “Nyi Rengganis menyuruh saya menjemputnya, namun beliau masih bersiap. Jadi saya memutuskan untuk berkeliiing sebentar.”

Prabu mengangguk paham. “Ngomong-ngomong, sepertinya aku jarang melihatmu belakangan ini?”

Dadan tertawa canggung. “Pangeran Satya menyuruh seseorang untuk mengikuti saya selama beberapa hari terakhir. Jadi saya tidak ingin berkeliaran terlalu jauh. Takutnya ada salah paham.”

Sang raja tertawa kecil. “Memang apa yang kau lakukan?”

“Sebenarnya ini hanya salah paham. Pangeran Satya mengira saya sengaja membunuh salah satu penjahat yang diburunya. Padahal saya hanya mengancam orang itu dengan golok. Dia sendiri yang menusukkan diri pada senjata saja,” jelas Dadan. “Walau sebenarnya itu wajar. Pangeran Satya pasti sangat pusing setelah menemukan surat-surat itu.”

Ucapan Dadan mencuri perhatian sang prabu. “Surat apa?”

“Tumpukan surat yang menggunakan aksara hanja,” jawab si lawan bicara. “Aksara yang digunakan di Goguryeo. Pangeran Satya menemukannya sekitar tiga minggu yang lalu.”

Bagai tersambar petir, Prabu terbelalak. Berbagai asumsi negatif memenuhi pikirannya. Terutama surat dari Ki Saka Koncara tadi. Ia tahu betul, sahabatnya itu bukan orang sembarangan.

Sang raja menepuk bahu Dadan lalu meremasnya ringan. “Sebaiknya kau kembali ke tempat Rengganis. Aku ada urusan,” kata beliau sebelum meninggalkan tempat tersebut.

“Panggil Satya dan utusan Goguryeo itu kemari. Sekarang juga!” tukas sang prabu pada seorang pengawal. Nadanya terdengar begitu dingin dan tajam. “Cari dan bawa Saka Koncara kemari juga!”

***

Kerajaan Goguryeo

Kinanti dan yang lain hendak mengambil jalur tercepat. Namun ternyata ada beberapa tentara yang berpatroli di sekitar jurang tempat sang putri jatuh. Alhasil, mereka harus kembali dan mengambil jalur memutar.

Matahari sudah tinggi namun perjalanan masih sangat jauh. Kini mereka sedang beristirahat sambil mengisi ulang tenaga.

“Ah, padahal kita baru mulai. Tapi kenapa sudah ada halangan lagi?” gerutu Yoonji.

“Tenanglah, Nui. Kita akan melewati rumahku jika tetap di jalur ini. Ada beberapa senjata yang mungkin kau sukai di sana,” ucap Hoseok mencoba menenangkan gadis tersebut.

“Bagaimana jika ada yang mencurinya?” balas si tabib wanita. Si pria menunduk, kehabisan kata-kata.

“Oh iya, apa kalian tidak merasa aneh?”

Semua perhatian kini mengarah pada Yoon-gi.

“Kenapa aku merasa hutan ini sepi sekali?” tanya si tabib. “Maksudku, kenapa tidak ada satupun hewan yang terlihat? Bahkan seranggapun tidak ada.”

Seakan baru tersadar, Hoseok memperhatikan sekitar. “Benar juga. Padahal aku selalu dikerumuni nyamuk tiap kesini.”

Sementara itu si kembar Asep dan Usep berusaha keras menahan tawa mereka. Mata keduanya sesekali melirik ke arah sang putri.

“Ah, sepertinya aku sedikit berlebihan,” kata Kinanti pelan.

Tentu saja semua orang kecuali tiga pengawalnya kebingungan. Tak lama, seekor kupu-kupu terbang mengitari mereka. Di susul serangga lain.

My Special QueenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang