Besoknya
Pagi Hari
Kediaman Yoon-giSemua orang kini sudah berkumpul untuk melanjutkan pembicaraan kemarin.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Yoonji. Suaranya masih terdengar parau. Sepertinya gadis itu menangis semalaman.
“Kita akan ke Silla. Mendiang raja berwasiat sebelum meinggal bahwa beliau menitipkan sesuatu di sana,” jawab Jimin.
“Kau meminta bantuan dari kerajaan lain?” imbuh Yoon-gi. Matanya menatap angkuh. Tapi sesaat kemudian ia tersadar. “Maaf,” ucapnya penuh penyesalan.
Sang pangeran membalas dengan senyum maklum.
“Sebelum itu, bagaimana jika kita rangkum semua yang sudah terjadi? Mungkin kita bisa menemukan sesuatu dari sana?” usul Hoseok.
“Benar juga. Mungkin saja kita melewatkan sesuatu,” tanggap Kinanti.
“Tapi mulai dari mana? Kita saja tidak tahu awal semua kejadian ini.” Yoonji menghela nafas lelah.
“Sepertinya semua ini berawal saat dibuatnya Perjanjian Laut,” ucap Jimin. Semua perhatian beralih padanya.
Tidak ada yang bersuara. Mereka membiarkan pria itu melanjutkan.
“Perjanjian itu dibuat sekitar sepuluh tahun yang lalu. Ibunda sendiri yang pergi ke Kerajaan Sunda untuk membahasnya,” papar sang pangeran. “Beliau pulang setelah menetap sekitar sebulan di sana. Namun, sejak saat itu, kondisi tubuhnya terus melemah. Hingga setahun kemudian, beliau meninggal.” Kesedihan mendalam terdengar jelas pada kalimat terakhir si pria.
“Di saat yang sama, Ketua Penasehat Negara pulang dari negeri itu,” tanggap Yoon-gi.
“Kau masih mengingatnya, Hyung?” tanya Jimin. Matanya berbinar semangat. Ia merasa senang karena teman lamanya telah kembali.
“Tentu saja. Semua orang ramai membicarakan pria tua itu,” jawab sang tabib. “Kedatangannya berdekatan dengan kematian ratu. Lalu tak lama setelah itu, kami harus kabur karena dikambing hitamkan.”
Awan mendung kembali menutupi ruangan tersebut. Semua seolah bisa memahami perasaan sang tabib.
“Di tahun berikutnya, nenekku meninggal. Aji yang merupakan anak dari tabib kerajaan kami juga dikambing hitamkan. Ia dan keluarganya di asingkan. Namun, kapal mereka tidak pernah sampai di pulau pengasingan.” Kinanti melanjutkan.
“Tunggu. Bukankah polanya mirip?”
Pertanyaan Usep membuat semua orang tersadar. Termasuk Hoseok, matanya terbelalak. “Benar juga. Kedua ratu meninggal dan keluarga tabib yang disalahkan,” tanggapnya antusias.
Dahi Yoonji berkerut. “Apa jangan-jangan pelakunya bersekongkol? Tidak! Mungkin saja pelakunya sama.”
“Apa kau masih ingat bagaimana gejala mendiang ratu sebelum beliau meninggal?” tanya Kinanti pada sang pangeran.
“Aku ingat dengan pasti.” Jimin mengangguk yakin. “Gejalanya tidak jauh berbeda dengan Ayahanda.”
Tidak ada yang bersuara. Tapi dari gesturnya, semua sepakat bahwa dalang kejadian tersebut kemungkinan orang yang sama.
“Pembunuhan Ratu dan Raja kerajaan kita. Lalu nenekmu juga.” Yoon-gi melihat ke arah sang putri. “Hey, kemungkinan target berikutnya adalah kakekmu.” Ada kesan khawatir pada tatapan si tabib.
Kinanti menggeleng. “Baik kakek, Ayahanda, dan aku tidak akan menjadi target mereka. Jikapun iya, usaha mereka akan sia-sia. Yang kucemaskan adalah Ibundaku.”
KAMU SEDANG MEMBACA
My Special Queen
FanfictionKinanti, Putri Kerajaan Sunda pergi ke Kerajaan Goguryeo untuk memenuhi Perjanjian Laut yang dibuat 10 tahun lalu. Perjanjian itu mengharuskan sang putri menikah dengan Putra Mahkota negeri tersebut, Jimin. Saat mereka resmi menjadi Raja dan Ratu, K...