Jalanan Jogja malam itu cukup padat meski hujan deras mengguyur. Sepeda onthel milik Azmi tertaut di bagian belakang mobil Kevin. Sementara, si empunya duduk manis di balik kemudi.
"Jadi sejak kapan kamu bisa nyetir?"
"Dari MTS udah diajarin sih. Tapi ya baru berkeliaran setelah punya SIM, Koh," jawab Azmi sembari memamerkan senyumnya.
Masker wajah yang ia gunakan, habis basah terkena hujan. Sehingga ia memutuskan untuk melepasnya. Lagi pula memang hanya Kevin dan teman bandnya yang tahu wajah aslinya.
"Sebenernya kenapa kamu pengen pake style misterius gitu?" telisik Kevin yang duduk di kursi samping Azmi.
"Aku takut ada orang yang kenal, Koh. Kan, aku, sebenernya guru MI. Kalau siang, ngajar ngaji, seminggu tiga kali. Takutnya ada yang ngenalin."
Kevin menatap Azmi heran. "Emang guru nggak boleh nge-band?"
"Ya, bukannya gitu. Tapi, gimana ya. Aku, sembari jaga nama baik simbahku, Koh. Simbah kan suka diundang tausiyah ke sana ke mari. Nah, aku tukang nganterin simbah. Jadi, mungkin aja ada orang yang hapal mukaku. Takutnya, nanti misal aku nakal apa gimana, nama simbah kebawa-bawa."
Kevin mengangguk-angguk. "Oh, gitu. Simbahmu Kyai ya?"
Azmi mengangguk. "Iya, Koh."
"Kalau pagi, kamu ngajar gitu?"
Azmi mengangguk. "Madrasah kecil yang dulu diprakrasai simbah. Muridnya cuma dua ratusan dari kelas satu sampai enam."
"Terus gajinya?"
Azmi menggeleng. "Nggak ada. Memang disitu untuk mengabdi, Koh. Jadi, kalau kerjaan yang menghasilkan ya dari mengolah kebun. Kalau Sabtu sama Minggu, kerja di kebun. Nanem-nanem, nanti hasilnya dijual ke pasar."
Kevin benar-benar tak percaya. Ia merasa kisah Azmi terlalu mengada-ngada. Jaman sekarang, masih ada anak muda hidup seperti itu?
"Az, boleh nggak aku nginep di rumahmu?"
Mobil mewah itu mulai memasuki jalanan terjal berbatu yang sepi.
"Nginep? Boleh kalau Koko mau. Tapi, rumahnya seadanya ya. Nggak ada AC."
"Santai, aku bisa tidur di sembarang tempat."
Rasa keingintahuan Kevin yang mendalam akan sosok Azmi membuatnya melakukan hal nekat. Kevin hanya ingin menuntaskan rasa penasarannya. Ya, dia adalah manusia yang tidak percaya dengan apa yang tidak ia lihat secara langsung.
Tak lama, mobil itu terparkir di rumah berhalaman cukup luas dengan model perpaduan jawa dan modern. Di sebelah selatan, terdapat masjid yang sangat mewah. Seolah berbanding terbalik dengan rumah sederhana yang berada di satu pekarangan itu.
"Ini rumahku Koh."
Kevin segera ikut turun.
"Assalamualaikum. Uti, Az mantuk."
Kevin mengamati sekeliling rumah. Ada tulisan arab di beberapa sisi, diukir di dinding kayu yang pasti terbuat dari jati.
Setelah mempersilakan Kevin duduk. Azmi terdengar menjelaskan jika ada temannya yang ingin menginap. Sang nenek memberi sambutan hangat.
"Oh, temennya Az ya? Mau nginep? Tapi gubuknya seadanya loh Nak."
"Ya, Bu. Wah, seadanya gimana. Ini loh, unik. Saya belum pernah liat rumah berornamen seperti ini," jujur Kevin.
Percaya atau tidak, keramahan Kevin sekarang, adalah hasil karya Sheryl. Kekakuannya dulu perlahan menghilang. Sheryl benar-benar membuat dirinya yang kaku dan cenderung tertutup menjadi lebih manusiawi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HADRAH in LOVE (END)
Romance"Hadrah itu apa?" "Hadrah itu akronim." "Akronim?" "H-Harusku A-Akui D-Diriku R-Rindu A-Akan H-Hadirmu" "Apa? Ini pasti kamu buat-buat kan?" "Iya sih. Tapi, Semua umat muslim pasti selalu Rindu pada Rasulullah kan? Berharap syafaat Baginda Rasul di...