Part 34. Hadirmu

238 35 25
                                    

Acara hari pertama dimulai ba'da ashar. Azmi yang sempat pingsan, terpaksa membatalkan puasanya hari itu.

"Mas, beneran udah fit?"

Aban terlihat cemas pada rekannya.

"Insyaallah sudah."

"Mas kenapa to? Sakit?"

Azmi menggeleng. "Nggak tau, jantungku rasanya nyeri banget tadi. Mungkin semalem kebanyakan ngopi. Tapi aman kok, aman."

"Gus, nanti ustadz yang mau isi pengajian ba'da Maghrib berhalangan. Apa Gus Azmi bersedia menggantikan? Materinya terserah Gus, saja. Habib Shihab dan Ustadz Ahkam menunjuk Gus Azmi untuk mewakili. Bagaimana Gus?"

"Saya?" Azmi memastikan.

"Iya, Gus. Panitia juga bingung cari pengganti. Bagaimana Gus?"

Wajah serius dan cemas perwakilan pihak penyelenggara itu membuat Azmi tak tega hati.

"Baiklah, Insyaallah saya sanggup."

"Benar Gus? Terima kasih banyak Gus!"

Perwakilan panitia itu merasa begitu senang. Aban yang tengah duduk di samping Azmi tersenyum bangga.

"Wah, Mas ku keren sekarang. Dapat kesempatan debut jadi Dai. Dai muda. Masyaaallah."

Azmi tak menanggapi dengan senyum, dia justru tertunduk.

"Aku justru merasa belum pantas. Tapi, karena panitianya kayaknya berharap banget, kasian juga. Bentar ya Ban, aku konsultasi ke Mas Ahkam sama Buya dulu."

"Oke oke sip."

Azmi segera beranjak dari balai, panggung tempatnya nanti beraksi, menuju ke pondokan sang guru.

"Gimana baiknya? Kita sampaikan kabarnya tidak Buya?"

"Dia sudah merasa sepertinya dari tadi. Kejadiannya persis saat dia kena serangan tadi. Qadarullah."

"Saya takut ini mempengaruhi dia. Kita bahkan belum mulai."

Azmi mendengar perbincangan dua pria yang dihormatinya itu sekilas.

"Assalamualaikum," ucap Azmi.

Tiga orang yang tengah berada di dalam ruangan istirahat itu menoleh ke arah pintu.

"Wa alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Masuk, Az."

Azmi segera berjalan jongkok, memasuki pondokan gurunya. Kepalanya tertunduk, tangannya seketika terulur menyambut tangan orang-orang di sana. Penuh ta'dzim, kesan itu yang selalu terlihat setiap kali Azmi bersama para guru maupun seniornya.

Ia seolah tak mampu mengangkat kepalanya sedikitpun, karena menunjukkan raaa hormat yang sangat pada sang guru.

"Ada apa, Azmi?"

"Buya, saya diminta panitia untuk mengisi acara nanti ba'da maghrib. Kira-kira apa yang harus saya bawakan?"

Habib Shihab menoleh pada Ustadz Ahkam.

"Kondisimu sudah fit?"

Azmi mengangguk. "Alhamdulillah, sudah Buya."

"Sebelum ini, boleh aku tanya? Apa benar kamu sudah punya calon istri?"

Pertanyaan itu membuat Azmi terkejut.

"Mm ... Sudah, Buya."

"Siapa namanya?"

"Sheryl."

"Apa yang membuat kamu memilih dia sebagai calon istrimu?"

Azmi sedikit melirik Ustadz Ahkam. Pria yang masih kerabatnya itu mengangguk, seolah memberi tanda tak apa jika Azmi bercerita.

HADRAH in LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang