Part 45. Gerbang Baru

726 57 53
                                    


Beberapa hari kemudian ...

Alunan sholawat terdengar merdu meski lirih. Sahwa, bayi mungil yang kini telah dibebaskan dari kungkungan alat medis di klinik tempatnya dilahirkan, menatap sang ayah. Meski tentu saja fungsi matanya belum sempurna. Namun, ia seolah memberi tanda jika kini fokusnya terarah pada sosok laki-laki yang membuatnya nyaman itu.

Azmi tak henti mendendangkan sholawat sembari sesekali menciumi pipi sang putri yang beratnya mulai naik dengan pesat. Sementara, sang kakak, Saqib tertidur pulas di ranjang berwarna biru dengan posisi kedua tangan di samping telinga.

"Abi, nggak tadarus di masjid?"

Sheryl menginterupsi. Azmi menghentikan lantunan sholawatnya.

"Udah mau subuh ya?"

Sheryl mengangguk. Ia mengulurkan tangan meminta sang putri, membebas tugaskan suaminya mengurus Sahwa. Namun, seolah paham, Sahwa sontak menangis.

"Eh, solehahnya Abi, kenapa?"

Sheryl mendengkus.

"Hm ... Iya iya yang anak Abi. Mau ditinggal bentar aja kejer."

Azmi terkekeh, memang, Sahwa terlalu dekat dengannya. Tak jarang, Sheryl harus menelpon dan memperdengarkan suara Azmi ketika si bungsu tiba-tiba menangis tak jelas.

"Salehanya Abi Ummi, nggak boleh manja. Abi kan mau ke masjid. Dedek Sahwa sama Ummi, sama kakak dulu, ya? Nenen dulu. Nanti Ummi lanjutin sholawatnya."

Sheryl membujuk sang putri yang baru berumur dua minggu. Azmi sebenarnya berat, meninggalkan sang istri saat putrinya rewel. Namun, apa boleh buat, dia harus melaksanakan kewajiban rutinnya. Tadarus sebelum subuh, mengimami jamaah subuh, dan mengisi kultum. Seperti biasa, baru pulang setelah matahari mulai bertugas.

Sahwa terdiam setelah disodori sumber makanannya. Seminggu ini, dia mulai bisa mencecap, meminum langsung dari ibunya. Tidak seperti kakaknya memang yang langsung bisa meminum Asi sejak pertama lahir. Namun, itulah keistimewaan si bungsu.

Sheryl mengamati wajah ayu putrinya. Hidung mancung Azmi benar-benar terpatri di sana, membuat wajah mungil itu benar-benar terpahat sempurna. Bibir mungil kemerahan miliknya, ikut andil berlekuk di wajah sang putri.

Pantas saja, banyak yang kagum dengan kecantikan si kecil meski kebanyakan bayi wajahnya masih sering berubah-ubah. Termasuk Keanu, putra Kevin, mantan tunangannya.

Balita itu tak hanya sekali dua kali datang, mengagumi si kecil Sahwa.

"Onty, dedek Awa boleh buat Kean?"

Sheryl selalu terkekeh geli jika sudah begitu. Keanu bisa betah duduk diam berjam-jam mengamati Sahwa yang tengah tertidur. Tak jarang, balita itu sesekali melantunkan sholawat juga untuk Sahwa atau bahkan tertidur sembari duduk saat mengamati wajah teman kecilnya.

"Cantiknya Ummi, yang selalu bikin Koh Kean terpesona. Kecil-kecil udah jago nggaet koko-koko anak sultan," celetuk Sheryl sembari memainkan pipi sang putri.

Tak disangka Sahwa tersenyum lebar.

"Lah, centil kayak Ummi dong." Sheryl terkikik melihat sang putri yang seolah merespon.

"Nak, dengerin Ummi. Cari laki-laki yang bisa mengayomimu. Nggak melulu soal harta, walau kita memang butuh harta untuk bertahan hidup di dunia. Boleh kamu genggam dunia, tapi jangan sampai dunia menggenggammu. Boleh kamu taklukkan dunia. Tapi jangan sampai dunia memperbudakmu. Intinya, kita boleh kaya kok, kerja keras cari harta. Tapi jangan sampai kita jadi penggila dan pemuja harta. Jadikan harta yang kita punya sebagai salah satu sarana kita beribadah. Paham?"

HADRAH in LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang