Part 23. Maulana Habibi

302 38 12
                                    

Lima hari, Sheryl dirawat di rumah sakit, dan hari ini akhirnya dia kembali memulai rutinitasnya untuk mengajar. Diantar oleh sang ayah dan ibunya, dengan langkah ringan gadis berperawakan mungil tersebut melangkah ke dalam pekarangan sekolah.

"Sher, itu kenapa?" tanya Rani saat mendapati para murid tiba-tiba berjajar dan membentuk sebuah barisan di depan koridor kelas mereka.

"ASSALAMUALAIKUM, WELCOME BACK MISS SHERYL! WE MISS YOU SO MUCH! WE LOVE YOU!"

Suara khas anak-anak berpadu, menyambut kedatangan Sheryl.

"Masyaallah," lirih Sheryl terharu.

Tak lama terdengar suara tabuhan sesuatu dan anak-anak kompak bernyanyi untuk Sheryl. Aban memimpin paduan suara itu. Sementara, sosok si pemrakarsa bersembunyi di balik pintu ruang guru.

"Wa alaikumussalam," jawab Sheryl kemudian, meski sedikit delay karena terkejut.

"Miss Sheryl, jangan sakit lagi ya! Sehat terus." Salah seorang siswa berlari ke arah Sheryl sembari membawakan sekuntum bunga mawar.

"Miss Sheryl, we need you. Kami pengen belajar bahasa Inggris lagi sama Miss Sheryl." Siswi lain mengikuti.

Sheryl benar-benar terharu.

"Miss Sheryl, jangan bosen ngajar kami ya."

"Miss Sheryl, temenin kami sampai lulus ya?"

"Miss Sheryl, jazakillahu khairan katsiran."

Terus, silih berganti perwakilan siswa dan siswi memberikan ucapan pada Sheryl. Kedua orang tua Sheryl ikut terharu melihat putrinya begitu dicintai banyak anak-anak kecil yang beberapa bulan ini memjadi murid sang putri.

Dari kejauhan, sang kepala sekolah dan Aban terlihat menyeret seseorang keluar dari ruang guru.

"Mas ... Mas ... Jangan," kata orang itu menolak.

Namun, tetap saja, pemuda itu diseret keluar oleh dua orang. Hingga pada akhirnya mau tidak mau Azmi, harus menurut. Setelah sampai beberapa meter di depan Sheryl, Aban melepaskan Azmi dan memberikan sesuatu pada Azmi.

"Cepetan sana," titah Ustadz Ahkam.

Azmi akhirnya berjalan ke arah Sheryl. Satu tangannya memegang buket bunga hasil karya Aban. Sheryl terdiam di tempat. Tangannya penuh dengan bunga yang diberikan beberapa siswa dan siswinya.

"Terima kasih sudah mengabdi di sini, terima kasih sudah mau berjuang bersama kami. Semoga, kita bisa bekerja sama lebih lama lagi," ucap Azmi.

Sheryl terkekeh. "Drama banget, Ustadz."

"Disuruh sama mereka, Ustadzah," jujur Azmi.

Namun, pria itu tidak memberikan bunganya pada Sheryl. Dia malah melangkah melewati Sheryl.

"Ibu, Bapak, Assalamualaikum," ucap Azmi sembari mengulurkan tangannya ke arah Sulthon, ayah Sheryl.

"Wa alaikum salam," jawab keduanya.

"Pak, Bu, terima kasih sudah mengijinkan Mbak Sheryl mengabdi di sini. Kami sangaaaat terbantu atas kehadiran Mbak Sheryl di sini."

Sheryl membalik tubuhnya.

"Mbak, Mbak, kamu lebih tua tau," protes Sheryl.

"Oke, ralat. Dedek Chelil," sahut Azmi cepat, hingga membuat Rani terkekeh.

"Terima kasih sudah mengijinkan putrinya yang luar biasa ini, menjadi bagian dari madrasah kecil ini."

Azmi menyerahkan bunga itu pada Rani.

HADRAH in LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang