Hari Minggu, hari dimana Sheryl menikmati liburnya. Dua minggu sekali ia pulang ke rumah orang tuanya atau kadang ke rumah sang kakek untuk sekedar melepas rindu.
"Eyang, nanti aku sama Sahla, eh Mbak Sahla, mau pergi. Eyang mau nitip apa gitu nggak?"
Pria sepuh yang tengah duduk di kursi goyang itu menggeleng. Tangannya melambai, memberi kode pada sang cucu agar mendekat. Sheryl menurut, ia duduk di samping sang kakek dan menyandarkan kepalanya di kaki pria berdarah biru itu.
"Nduk, Eyang mau tanya sama kamu."
Sorot aneh ditemukan Sheryl di sana.
"Ada apa Eyang?"
"Apa kamu benci sama Eyang?"
Sheryl menggeleng cepat. "Eyang kok nanya gitu?"
Pria itu mengubah posisi duduknya, tangannya terulur mengelus rambut sang cucu.
"Mas sama Mbakmu bilang Eyang jahat. Eyang pilih kasih sama Sahla. Apa kamu juga merasa begitu?"
Sheryl membulatkan mata.
"Sue ni bocah-bocah kampret. Gara-gara semalem mereka ngebacot, Eyang jadi sedih. Emang minta dislepet mereka," gerutu Sheryl dalam hati.
"Eyang, nggak usah didengerin omongan begitu. Aku pribadi sih justru ngerasanya Eyang lebih sayang ke aku dari pada ke Mbak Sahla. Buktinya, pas aku bayi dulu, waktu aku sakit di rumah sakit, Eyang Kung sama Uti yang nungguin kan? Jagain aku. Udah gitu, dari kecil Eyang selalu kasih jajan sama aku. Nggak pernah itung-itungan, misal aku beli cilok, cireng, cimol, cilor, ciprut, cindhil anak tikus. Eyang nggak protes."
"Cindhil itu anak tikus, ngapain kamu beli?"
Seketika tawa dari suara parau milik pria bernama Ahmad Sidiq itu terdengar. Seperti itulah Sheryl, dengan siapapun, ia bisa bercanda.
"Eyang, bukannya aku cari muka ya. Dalam kasus ini tuh, Eyang nggak salah. Mas Wisnu, Mbak Wanda, Mbak Winta, sama Mas Waza yang aneh. Mereka sendiri yang jarang mau ke sini. Mereka tahunya cuma Mbak Sahla yang disayang. Mereka iri sama Mbak Sahla yang otaknya cerdas luar biasa. Mereka juga kesel sama aku, karena cucu Eyang ini super cantik dan terkenal."
Lagi-lagi, Sidiq tertawa. Dia mencubit hidung mancung yang ia turunkan pada sang cucu.
"Ya iyalah, cantik kayak Eyang Uti kan? Sahla juga cantik. Cucu-cucu Eyang semua cantik, ganteng. Hebat-hebat. Yang ini pinter sekolahnya, yang ini pinter cari uang."
Sosok wanita bergamis datang bersama Sahla.
"Iya dong, cucu Raden Ahmad Sidiq Wiryo Notokusumo!" seru Sheryl membuat sang kakek terkekeh malu.
"Cie, Eyang baper ya. Cie," goda Sheryl.
"Baper itu apa?"
"Bawa perasaan, Eyang," jawab Sahla.
"Opo kuwi, Eyang nggak ngerti. Wis katanya kalian mau pergi?"
"Nggih Eyang, mau main sama Sheryl," jawab Sahla dengan nada bicara khasnya yang lemah lembut.
"Mau nganter Mbak Sa kencan sebenernya aku tuh. Diem-diem, gebetannya Mbak Sa tuh atlit loh Eyang. Ganteng, badannya bagus. Woh, seksi. Mantap pokoknya."
Sahla seketika melotot pada sang sepupu.
"Ngawur aja kamu."
Kedua eyangnya tertawa.
"Yo ndak apa-apa, kamu udah besar. Boleh kenal laki-laki," ucap sang eyang putri.
"Mboten kok Eyang, itu cuma temen."
KAMU SEDANG MEMBACA
HADRAH in LOVE (END)
Romantizm"Hadrah itu apa?" "Hadrah itu akronim." "Akronim?" "H-Harusku A-Akui D-Diriku R-Rindu A-Akan H-Hadirmu" "Apa? Ini pasti kamu buat-buat kan?" "Iya sih. Tapi, Semua umat muslim pasti selalu Rindu pada Rasulullah kan? Berharap syafaat Baginda Rasul di...