Part 36 Putri Tidur

313 41 24
                                    


"Keluarga pasien Adzkayra!"

Ucapan perawat di ambang pintu membuat suasana haru tiba-tiba mencekam. Wajah sang perawat membuat semua orang di sana dipaksa menitikkan air mata bahagia.

"Pasien sudah sadar."

"Sheryl!" teriak Rani histeris setelah mendengar ucapan samg perawat.

Azmi mematung, lututnya lemas.

"Dek." Tangis mengiringi pelampiasan rasanya syukurnya.

"Alhamdulillah."

Rani yang histeris karena bahagia menubruk suaminya, saat mendengar kabar jika putrinya telah tersadar.

"Ayah, kita liat Sheryl ya. Ya?" ajak Rani.

"Silakan masuk."

Sulthon, Rani, dan Azmi kini berdiri di sana. Menatap ke arah yang sama. Meski tak terlihat perubahan berarti, tapi gadis itu membuka matanya.

"Sayang," panggil Rani pada putrinya.

Gadis itu hanya merespon dengan kedipan mata.

"Bu, Pak, mungkin butuh waktu untuk pasien dapat merespon. Mohon jangan terlalu memaksakan pasien untuk merespon banyak ya."

Benar memang, hanya ujung jari dan matanya yang bergerak.

"Nak, Sheryl, sayang. Ini Ayah. Nak, Mas Azmi bilang kalau mau nikahin kamu secepatnya. Sayang cepet pulih ya, Mas Azmi nih, dia di sini."

Azmi menata hati. Ketika perawat mengucap jika Sheryl siuman, kakinya seolah kehilangannya daya saking bahagianya. Pria itu yakin, calon istrinya bisa sembuh.

"Assalamualaikum, Dek."

Tak ada jawaban tentunya, tetapi air mata menetes di sudut mata Sheryl.

"Sayang, kok nangis? Kenapa? Cup dong." Rani menghapus air mata putrinya perlahan dengan sangat hati-hati.

Mata Sheryl menatap Azmi dan begitu pula sebaliknya.

"Dek, besok aku mau nikahi kamu. Secepatnya. Kamu mau kan? Tinggal urus administrasinya aja. Ya?"

Azmi sejujurnya tak bisa mengartikan tatapan Sheryl yang sayu itu. Rani dan Sulthon saling menguatkan, dia melihat calon menantunya menatap sang putri dengan senyum bahagia.

Setelah mengucap beberapa kalimat memancing percakapan, Azmi kemudian mendendangkan sholawat, meski lirih tapi tetap tak mengurangi kemerduannya.

Terus menerus Azmi bersholawat. Dia yakin Sheryl mengikutinya, meski hanya dalam hati. Gadis itu sesekali memejamkan matanya.

Seorang perawat kembali menginterupsi. Mereka memberitahukan kondisi Sheryl dan membahas persetujuan penanganan lebih lanjut.

"Mas tunggu di luar ya, Dek. Kamu istirahat di sini, nanti Mas datang lagi kalau udah boleh ke sini lagi. Ya? Assalamualaikum, Dedek Chelilnya Mas Azmi."

Jemari gadis itu bergerak-gerak seolah ingin menahan Azmi agar tak pergi. Azmi menyadarinya.

"Kenapa? Jangan takut. Allah selalu ada, sama kita. Nggak perlu takut di sini. Ya? Panggil Allah, isi hati dan pikiranmu dengan dzikir dan sholawat. Ya?"

Senyuman yang Azmi paksakan tergambar sebelum ia pergi. Sementara itu, gadis yang terbujur lemah di sana hanya bisa memejamkan kembali matanya.

Sementara Azmi menyeret kakinya berjalan keluar ruang perawatan. Syafiq dan calon mertuanya terlihat serius berbincang.

"Az, sini," panggil mertua sepupunya.

"Dalem, Pakde."

"Az, banyak kemungkinan yang terjadi. Sheryl akan butuh proses panjang dalam penyembuhannya. Harus mengikuti proses fisioterapi yang memakan waktu lama. Kamu yakin mau tetap pada pilihanmu?"

HADRAH in LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang