Part 44. Ikhlas

335 55 16
                                    

Keluarga Ibu Adzkayra!"

Panggilan sang perawat membuat Azmi segera berlari mendekat.

"Pak, maaf bapak suaminya?"

Azmi mengangguk.

"Putranya sudah lahir, tapi sekarang sementara masih di NICU. Bapak dimohon masuk untuk mengazani."

Mendengar ucapan sang perawat, lutut Azmi seketika lemas. Air mata bercucuran di pipinya. Rasa syukur ia wujudkan dalam sebuah sujud syukur sebelum ia mengikuti perawat ke dalam sebuah ruangan.

Di dalam inkubator, bayi mungil yang seharusnya lahir beberapa minggu lagi itu harus dilahirkan sekarang akibat kondisi darurat.

"Ini putra bapak berartnya 3,1 kg dan ini putri bapak 2,5 kg."

Sang perawat menggendong bayi laki-laki yang merupakan kembaran dari si mungil yang tengah diam di dalam inkubator.

"Kondisi adiknya butuh penanganan khusus, Pak. Bobot tubuhnya juga sedikit kurang."

Azmi mendengar penjelasan panjang perawat itu. Sembari menggendong putranya dan mengazani keduanya, pria itu berusaha menahan tangis haru.

Tadi, saat menyelesaikan adminstrasi, Azmi dijelaskan tentang kondisi sang istri. Ia bahkan harus menerima jika anaknya tak bisa diselamatkan. Namun, kekuatan doa mematahkan segala kemungkinan buruk itu.

"Assalamualaikum, Salehanya Abi. Cantiknya Abi."

Tak seperti kakaknya yang merespon dengan tangisan dan geliat tubuh di balik kain bedong, si kecil hanya diam. Untuk bernapas sendiri pun ia sepertinya sulit.

Azmi tak kuasa menahan tangisnya melihat kondisi sang putri.

"Sayangnya Abi," ucap Azmi sebelum mendendangkan sholawat yang selalu ia nyanyikan setiap hari.

Si kecil tak merespon. Azmi kemudian dipanggil perawat dan membuatnya menyudahi sholawat. Namun, baru saja ia mengatupkan mulut, putrinya menangis seolah menjerit sampai sang perawat pun terkejut.

"Ya Allah, adek. Alhamdulillah, adek nangis." Wanita yang sedari tadi memberi penjelasan ke Azmi itu ikut menangis haru.

"Sayangnya Abi, nangisnya kenceng juga ya." Azmi kembali mendekat. Putri kecilnya tak diam-diam, kali ini. Sampai akhirnya ia kembali bersholawat dan si kecil seketika tenang.

"Masyaallah, ternyata mau dinyanyiin sama ayahnya ya?" ucap sang perawat haru.

Azmi akhirnya mengikuti instruksi sang perawat, membawa putrinya ke ruang rawat sang istri. Sheryl terlihat begitu pucat.

"Mas," panggil Sheryl sembari menangis.

Azmi segera mendekati istrinya dan menghujaninya dengan ciuman.

"Mas maaf Mas, aku ㅡ"

"Ssst ... Terima kasih, sudah berjuang untuk mereka."

"Mas, tadi akuㅡ"

Azmi mengecup kening istrinya. "Aku tidak mau dengar apapun. Aku cuma mau kamu istirahat sekarang. Kita butuh tenaga ekstra mengurus mereka. Jagoan kita ngabisin jatah adiknya. Liat, si solehah jadi mungil."

Kedua orang tua baru itu dipenuhi haru. Sheryl masih merasa semua seperti mimpi. Sejak semalam memang ia merasakan ada yang aneh dengan tubuhnya.

Hanya saja, biasanya ia akan beristirahat, tapi hari ini tadi dia justru menyibukkan diri melalukan kegiatan membersihkan rumah dan kebun. Di tambah lagi dengan benturan saat ia jatuh, mau tidak mau ia harus melahirkan saat itu juga karena ketubannya pecah.

HADRAH in LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang