Part 40. Dia

296 49 34
                                    

Suasana di warung bakso favorit Sheryl tak begitu ramai, karena jam makan siang sudah lewat.

"Mas, aku bisa jalan sendiri pelan-pelan."

Azmi tak menghiraukan ucapan istrinya. Ia tetap membopong sang istri. Sejujurnya Sheryl senang dengan perlakuan sang suami. Namun, rasanya terlalu berlebihan jika dilakukan di luar rumah.

"Kamu malu punya suami kayak aku?"

"Nggak gitu, aku cuma takut dikira lebay."

Azmi tersenyum miring. "Sejak kapan seorang Sheryl memikirkan gunjingan orang lain?"

Sheryl terkikik. "Iya juga ya."

Ubay dan Sahla hanya terkekeh melihat kemesraan sepupu mereka.

"Nggak usah iri, dulu juga pernah begitu. Kalau sekarang, kalah sama gus kecil," bisik Ubay.

"Ya kan beda kalau udah ada buntutnya," jawab Sahla sambil mengekor sepupunya.

"Bedanya cuma pas di depan umum kan? Kalau pas berdua nggak ada yang beda, malah tambah hari tambah ahli." Ubay mengerling genit pada istrinya.

"Abi!" sahut Sahla cepat sembari tersipu.

"Sa, sini aku pangku si ganteng, boleh ya?" tanya Sheryl setelah duduk di samping sang suami.

Syaqil yang sibuk memainkan mainannya tak protes saat di pangku sang tante.

"Gantengnya Onty," gemas Sheryl.

Ini adalah pertama kalinya mereka bertatap muka. Syaqil lahir tepat di hari Sheryl dinyatakan koma. Azmi diam-diam mengambil foto sang istri yang tengah bercengkrama dengan keponakannya.

"Nular ... Nular!" ucap Ubay dan Sahla mengamini.

Sementara itu Sheryl dan Azmi tersenyum. Keduanya tentu mengamini hal itu, tapi kondisi kesehatan Sheryl tak mendukung. Dia masih harus terus menerus melakukan kontrol rutin dan terapi untuk proses pemulihannya.

Azmi pun tak pernah membahas masalah keturunan dengan Sheryl. Dia tidak mau istrinya terbebani. Baginya, kesembuhan sang istri adalah yang terpenting.

Pesanan mereka tak lama datang.

"Sini, Syaqil sama Ummi dulu."

"Kamu aja dulu yang makan, aku masih mau main sama Syafiq."

"Beneran?" tanya Sahla.

Sheryl mengangguk, dia benar-benar tak ingin kehilangan moment bersama keponakannya itu.

"Mas suapin ya?" tawar Azmi.

"Nggak usah Mas, Mas makan dulu aja." Sheryl menyandarkan punggungnya ke lengan Azmi.

Pria itu membiarkan sang istri melakukan apa yang ia mau.

"Sher! Alhamdulillah, lu udah sehat?"

Pria berseragam cokelat menghampiri Sheryl dengan senyuman penuh kelegaan. Sheryl menatap pria itu sekilas kemudian menundukkan pandangan. Tangan kanan Sheryl meraih jemari tangan kiri Azmi.

Melihat gelagat istrinya Azmi sedikit heran.

"Bang, Sher, selamat ya atas pernikahannya. Gue ikut seneng lu udah sehat Sher."

"Makasih Za," jawab Sheryl pelan tanpa sedikitpun menaikan wajahnya.

"Terima kasih Mas, baru pulang dinas apa mau berangkat ini?" tanya Azmi ramah.

"Baru pulang, Mas. Ustadz, Mbak Sahla," sapa Eza juga pada dua orang lain.

Eza menarik kursi dan bergabung meski tak diundang. Namun, ia tak ikut duduk di area lesehan karena ribet dengan sepatunya.

HADRAH in LOVE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang