LIMA BELAS

835 100 227
                                    

New York

"Ladies and gentlemen, as we start our descent, please make sure your seat backs and tray tables are in their full upright position. Also, make sure your seat belt is securely fastened and all carry-on luggage is stowed underneath the seat in front of you or in the overhead bins. Thank you"

Chika menegakan sandaran kursinya ketika pramugari memberitahukan bahwa sebentar lagi mereka akan landing. Beruntung meskipun ini pengalaman pertama Chika naik pesawat, ia cukup mahir berbahasa Inggris sehingga tak sulit baginya untuk mengartikan setiap ucapan pramugari ataupun announcement selama penerbangan. Ia juga selalu berusaha menjaga sikap agar tak membuat malu dirinya sendiri dan juga tim yang bersamanya saat ini.

"Chik, tas yang di atas jangan lupa" ucap Ashel yang merupakan tim Chika dan duduk di samping Chika selama penerbangan.

"Ok Shel, lu juga jangan lupa tuh jaket haha"

"Oh iya gue lupa haha makasih loh" Ashel langsung membawa jaketnya dan meninggalkan tempat duduknya setelah cabin crew mempersilakan penumpang untuk ke luar dari pesawat.

"Chika, Ashel ayo jangan sampai ketinggalan rombongan" ucap salah satu mentor mereka yang akan menjadi pembimbing sekaligus penjaga mereka selama berada di New York.

"Ok Bu" Chika dan Ashel mempercepat langkahnya agar tak ketinggalan rombongan mereka yang berjumlah sepuluh orang itu.

"Bu, kita hari ini langsung ada kegiatan ga Bu?" Tanya Chika.

"Ga ada, kalian ini pasti jetlag. Jadi kita hari ini dan besok ga ada kegiatan, istirahat aja di hotel"

"Bu, hari ini saya dijemput sama temennya Mami. Boleh ga Bu saya ikut ke rumahnya dulu?"

"Sama siapa? Jangan macem-macem deh Chika, bahaya kamu nanti pergi-pergi sendiri gitu ah"

"Engga sendiri Bu, kan dijemput sama temennya Mami saya"

"Ya tapi Ibu kan ga tau Chik temennya Mami kamu, nanti kalau ada apa-apa gimana. Udah sekarang ambil dulu itu koper kamu"

"Yaaaah Ibu, yaudah deh" Chika terlihat kecewa dengan jawaban sang mentor, ia akhirnya berjalan pasrah menuju Baggage Conveyor Systems untuk membawa kopernya.

"Kenapa lu Chik?" Tanya Ashel.

"Gue mau izin ikut ke rumah temennya Mami, tapi kayanya ga diizinin deh sama Bu Maria"

"Mending nanti temen Mami lu aja deh Chik yang ngomomg, biar enak"

"Oh iya juga ya, yaudah tar gue bilang deh"

"Bagasinya udah keluar semua kan? Barang kalian ada yang hilang ga? Coba periksa" Pak Edwin yang juga merupakan mentor kembali mengingatkan rombongannya.

"Ga ada Pak, aman semua" teriak anak-anak kompak setelah memeriksa koper sudah berada di tangan masing-masing.

"Ok kalo gitu kita pergi sekarang, tim dari Kedutaan udah jemput di depan"

"Ok siap Pak" rombongan tersebut kembali melangkah mengikuti mentornya.

Chika menghela nafas ketika langkahnya hampir tiba di pintu keluar Bandara John F. Kennedy menuju titik penjemputan. Jantungnya berdebar kencang hingga tangannya yang sedari tadi mengepal kini mulai basah. Sesungguhnya kegelisahan ini sudah ia rasakan sejak pesawat masih berada di ketinggian, ia gelisah saat memikirkan bagaimana ia akan bertemu Mirza untuk pertama kali. Ini mungkin gila, Chika bahkan bisa jatuh cinta pada sosok Mirza bahkan sebelum ia bertemu secara langsung dengan sosok itu. Chika bahkan mengabaikan segala ucapan sekitarnya yang mengatakan bahwa sia-sia jika jatuh cinta dengan seseorang yang hanya bisa kita temui secara virtual. Persertan, bagi Chika sosok Mirza sudah berhasil membuat Chika melibatkan hati dan perasaannya.

After RainWhere stories live. Discover now