Shani terlihat menghela nafasnya ketika ia kembali menginjakan kaki di rumahnya, kali ini sang Adik yang tinggal di luar kota juga sengaja datang ke Bandung agar bisa berkumpul dengan Kakaknya yang memang sulit sekali ia temui. Kembali ke Bandung, mengunjungi rumah yang pernah menjadi tempat ia pulang saat kedua orang tuanya masih ada, rumah yang dulu selalu Shani rindukan, kini terasa lebih dingin dan begitu sepi. Meskipun rumah ini tetap terawat karena Shani dan kedua Adiknya sengaja membayar orang lain untuk menempati dan merawat rumah ini, tapi tetap saja hawa dingin rumah itu tetap terasa. Letak jendela, kursi dan segala perabotan yang ada di rumah ini bahkan masih tetap dalam posisi yang sama hingga saat ini. Shani bisa memastikan jika setiap hari benda-benda di rumah ini tak akan sering berpindah, berbeda dengan dulu saat Shani dan keluarganya masih tinggal di Rumah ini.
Hari ini seperti kemarin, matahari tetap malu-malu menunjukkan mukanya sedangkan hujan terus turun tanpa spasi.Shani kini terus menelusuri setiap sudut rumah, menyentuh setiap perabotan tua yang masih sangat terawat, mengingat kejadian masa lalu, lantas menggambarkannya dalam satu cerita di kepala seolah apa yang ia baca dan alami adalah satu kejadian yang tidak terpisah.
Shani terus berjalan masuk ke dalam rumahnya hingga langkahnya berhenti di dapur, ingatannya terbawa kepada masa-masa saat itu. Dimana sang Ibu selalu memberikan perhatian yang luar biasa padanya. Shani ingat setiap pulang sekolah suara grasak-grusuk ia menaruh tas, menggantungkan jaket, selalu membuat Ibunya kembali terbangun.
"banyu panas'e ning mburi (air hangatnya di belakang)" kata Ibu Shani saat itu, beliau mengingatkan dengan matanya terpejam. Air hangat yang disiapkan ini jadi ciri-ciri kalau ada anggota keluarga yang pulang larut. Kebiasaan ini berlangsung sejak Shani SD ketika Bapaknya sering pulang malam maka ia sering diminta sang Ibu untuk memanaskan air. Supaya Bapak tidak perlu lagi mengisi ceret dan menjerang air. Atau, kalau airnya sudah tidak terlalu hangat, setidaknya hanya butuh beberapa menit saja dipanaskan. Hal sederhana itu ternyata menjadi hal yang sangat berharga bagi Shani saat ini. Terkadang seorang anak memang tak sadar akan perhatian-perhatian yang diberikan orang tuanya, tak jarang mereka menganggap jika itu adalah hal biasa yang tak perlu disyukuri. Hingga pada saat mereka tumbuh dewasa dan orang tua mereka sudah tiada, barulah mereka sadar bahwa perhatian sekecil apapun dari orang tua mereka terasa begitu berharga.
"Kenapa nangis Mbak?" tanya sang Adik lelaki pada Shani.
"Inget dulu suka ngedumel kalo Ibu minta bantuin masak, terus sering alesan banyak tugas biar ga disuruh, sekarang nyesel banget rasanya Dek"
"Nyesel jadi ga bisa masak ya?"
"Sembarangan, bisalah. Masak itu basic skill, setiap orang harus bisa. Cuma ya ga bisa seenak masakan Ibu"
"Kalo Ibu skill masaknya udah another level, Mbak"
"Kangen Ibu ya" Adik bungsu Shani juga ikut bersuara hingga membuat Shani mendekat dan memeluknya, mereka bertiga berpelukan dengan sangat erat. Berapapun usiamu, rindu pada orang tua yang sudah tiada akan selalu terasa menyesakan.
Vino yang melihat pemandangan tersebut dari ambang pintu menuju dapur ikut terharu, ia menyandarkan punggungnya ke tiang kusen pintu dengan tangan terlipat di dada. Hangat rasanya melihat kebersamaan Shani dan keluarganya. Di titik ini Vino kembali berkontemplasi dengan dirinya sendiri, betapa ia harus selalu bersyukur saat Shani selalu mendampinginya dalam kondisi apapun. Menjadi istri memanglah sebuah pilihan luar biasa dari seorang perempuan, dimana ia harus berjalan ke luar dari rumah yang selama ini menjadi tempatnya berlindung dan merasa nyaman, lalu mereka meninggalkan semua itu untuk hidup bersama seorang lelaki yang sesungguhnya masa depannya belum bisa diprediksi. Vino berpikir lebih dalam lagi, bagaimana pengorbanan Shani yang harus hidup jauh dari keluarga dan teman-temannya demi mendampingi Vino yang memilih hidup di Amerika. Jika dipikir lagi, Vino merasa dirinya tak tahu diri, sejak kecil Shani hidup di rumah ini, dibesarkan oleh kedua orang tuanya, dipenuhi segala kebutuhannya, diberikan pendidikan terbaik. Setelah Shani dewasa dan bisa memiliki penghasilan, perempuan itu justru malah lebih banyak mengeluarkan uangnya untuk membantu menopang kehidupannya bersama Vino.
YOU ARE READING
After Rain
Romance"Akan ada pelangi setelah hujan, akan ada bahagia setelah tangis yang Panjang" Begitulah yang disampaikan oleh orang-orang, katanya akan selalu ada pelangi setelah hujan dan akan selalu ada kebahagiaan setelah tangis yang panjang. Setiap kehidupan m...