Suasana pagi di Ubud memang terasa sangat menyenangkan, Mirza dan yang lainnya tidak menyesal sama sekali harus repot-repot membereskan barang mereka untuk pindah dari Villa di Seminyak ke Villa di Ubud. Setelah disuguhkan dengan pemandangan pantai selama dua hari, di hari ketiga ini mereka disuguhkan oleh sejuknya pepohonan rindang dan tumbuhan hijau yang ada di sekitar penginapan mereka.
Pagi ini Chika dan ketiga perempuan lainnya terlihat tengah menikmati udara segar ubud seraya melakukan yoga. Marsha memang memiliki hobi berolahraga terutama yoga, maka tak heran jika pagi ini ia menjadi instruktur yoga bagi ketiga orang lainnya. Meskipun Chika lebih suka olahraga di lapangan dibandingkan seperti ini, tapi kali ini ia juga terlihat menikmatinya. Suasana di Ubud memang memberikan energi positif tersendiri.
"Loh Chika udah siapin sarapan" ucap Mirza ketika melihat makanan di meja dan sebuah catatan kecil yang berisi ucapan selamat pagi dan selamat makan dari Chika.
Mirza menarik kursi dan duduk di meja makan tersebut, tepat dari tempat duduknya itu ia langsung menghadap ke jendela yang terbuka dan memperlihatkan Chika dan juga yang lainnya. Menatap punggung Chika yang sedang yoga dan membaca kembali catatan kecil itu membuat Mirza menelan ludah. Tak hanya sampai disitu, kekacauan pikiran dan hatinya semakin menjadi saat Chika tiba-tiba menoleh dan tersenyum ke arahnya, dengan gerakan bibirnya Chika mengisyaratkan Mirza untuk makan.
"Makasih" bisik Mirza seraya tersenyum getir, ia kini gamang dalam menghadapi situasi seperti ini.
Segelas teh masih terasa hangat saat Mirza meneguknya, juga semangkuk oat dan buah-buahan yang sudah disiapkan Chika nampak begitu segar. Bersama-sama dengan Chika selama beberapa hari ke belakang membuat Mirza merasa bahwa Chika memang masih mencintainya. Setiap gerak gerik dan perhatiannya membuat Mirza merasa bahwa masih ada perasaan yang tersimpan di hati Chika untuknya.
"Mata jaga mata" Zee langsung menutup mata Mirza yang sedari tadi terus memandangi Chika.
"Zee, apaan sih" Mirza menyingkirkan tangan Zee dari matanya.
"Galau ga sih kamu sekarang Mas? Situasinya ga gampang kan pasti" Meskipun seringkali absurd, Zee paham betul dengan apa yang dihadapi sang kakak.
"Saya takut nyakitin satu diantara mereka Zee" Mirza akhirnya mengungkapkan apa yang sedari kemarin mengganggu pikirannya.
"Pasti ada yang berkorban Mas, itu pasti, termasuk kamu sendiri"
"Kalau saya bisa milih, mendingan saya aja yang sakit sendiri Zee, ga perlu mereka" Mirza memang lebih baik merasa sakit dibandingkan harus melihat kedua orang itu tersakiti. Tapi ia sendiri tahu bahwa saat ini, ia mungkin bisa saja menyakiti satu diantara dua perempuan itu.
Pada situasi saat ini, Mirza sendiri sadar bahwa Chika masih sangat mencintainya meskipun Chika tahu Mirza masih bersama Kathrin. Meskipun sekuat tenaga Chika menutupi perasaannya, Mirza sendiri sadar bahwa segala perhatian, tingkah laku, hingga tutur kata Chika sangat mencerminkan bahwa Chika masih menyimpan perasaan yang begitu dalam untuknya. Tapi Mirza juga sadar bahwa ia seharusnya tak mencintai Chika dengan posisinya saat ini.
"Kamu tuh selalu kaya gitu Mas, selalu ngorbanin diri sendiri buat selamatin orang lain, heran" ucap Zee yang memang sudah tahu betul sifat sang Kakak.
"Engga gitu juga Zee"
"Emang gitu Mas, kamu inget ga dulu kamu pernah dimarahin orang sampai dipukul cuma buat nutupin kesalahan aku Mas? Kamu inget ga dulu kamu pernah kena masalah di Sekolah cuma karena kamu ga tega sama temen kamu. Atau yang lebih luar biasa, setelah kamu disakitin orang lain, kamu masih berusaha bersikap baik sama mereka padahal itu nyakitin buat kamu. Aku cuma bingung aja sih Mas, mau sampai kapan orang begitu tuh ngorbanin kebahagiaannya sendiri cuma buat wujudin kebahagiaan orang lain"
YOU ARE READING
After Rain
Romance"Akan ada pelangi setelah hujan, akan ada bahagia setelah tangis yang Panjang" Begitulah yang disampaikan oleh orang-orang, katanya akan selalu ada pelangi setelah hujan dan akan selalu ada kebahagiaan setelah tangis yang panjang. Setiap kehidupan m...