Jakarta
Chika menatap Kathrin yang saat ini membantu menyiapkan beberapa obat untuk Mirza minum, kini Mirza juga sama sekali tak melirik Chika sedikitpun. Terjebak di antara tiga orang anak muda ini membuat Shani bingung sendiri, ia menatap Mirza, Chika dan Kathrin secara bergantian. Meskipun Mirza belum bercerita, tapi Shani sadar jika ada sesuatu terjadi diantara Mirza dan juga Chika. Shani tahu betul jika semuanya baik-baik saja, Mirza tak akan membiarkan Kathrin untuk memberikannya obat seperti ini, apalagi saat ini Chika juga ada di sana.
"Itu obat apa aja Tin?" tanya Shani.
"Ini obat buat lukanya Tante, ini obat dari psikiaternya buat antidepresan katanya, sama ini apa ya bentar"
"Amoxilin itu, antibiotik biar bantu lukanya cepet kering" jawab Chika yang kini masih menatap Mirza, ia berharap Mirza dapat sedikit saja menganggapnya ada di sana.
"Oh iya bener, minum dulu nih. Bentar minumnya diisi lagi" Kathrin bangkit untuk meminta satu botol minum tambahan kepada pelayan. Setelahnya ia kembali duduk di hadapan Mirza dan menuangkan air minum tersebut ke gelas Mirza yang sudah kosong.
Tatapan Chika semakin menyedihkan, menuangkan air ke gelas Mirza yang kosong mungkin adalah hal yang sepele. Tapi ia teringat akan sebuah metafora yang pernah diberikan oleh Mirza yang menganalogikan hubungan mereka seperti gelas dan air mengisinya. Chika masih ingat betul ucapan Mirza yang menyatakan bahwa ia tak akan pernah mengisi gelasnya dengan air lain selama gelas tersebut masih terpenuhi. Ia juga akan tetap menjaga sisa air di gelas itu jika gelas itu tumpah namun masih tersisa. Tapi kini di depan Chika, seseorang menuangkan air ke gelas Mirza yang telah kosong. Mungkin ini tak terpikirkan oleh Mirza untuk saat ini, tapi ternyata hal itu terpikirkan oleh Chika.
"Duduk Sayang, kok berdiri terus?" Shani menggenggam tangan Chika dan mempersilakan Chika untuk duduk. Ia bahkan sampai berdiri agar Chika bisa duduk di samping Mirza.
"Gapapa Tante ga usah"
"Udah gapapa, Tante mau ngobrol dulu sama Mami Aya. Kalian ngobrol dulu aja bertiga ya, oh iya Atin kenalin ini Chika, pacarnya Mirza"
"Ah iya, Atin" Atin mengulurkan tangannya seraya tersenyum, meskipun ia sudah tahu apa yang terjadi tapi ia memilih untuk pura-pura tidak tahu.
Sementara itu kini Chika dan Mirza benar-benar terlihat canggung saat duduk bersebelahan, sesungguhnya Chika ingin sekali berbicara tentang banyak hal dengan Mirza. Tapi melihat Mirza yang begitu dingin, ia hanya bisa diam dan tertunduk lesu. Beruntung saat itu Atin mencoba mencairkan suasana dengan mengajak ngobrol Chika dan juga Mirza.
Mirza sesekali melirik Chika yang sedang mengobrol bersama Kathrin, kini ia terpikir pada ucapan Putra saat itu. Mirza sadar betul dengan apa yang dikatakan oleh Putra saat itu bahwa Chika adalah anaknya. Meskipun Mirza masih sangat kesal dengan apa yang dilakukan Chika, tapi ia tak bisa memungkiri bahwa ia juga memikirkan ucapan Putra saat itu. Bahkan lebih dari itu, Mirza juga semalam berusaha menghubungi akun twitter yang membuat thread tentang Chika. Tanpa Chika ketahui, Mirza benar-benar marah pada akun tersebut dan meminta akun tersebut untuk menghapus thread tersebut. Bahkan demia menghilangkan jejak digital Chika dalam permasalahan tersebut, Mirza sampai mengeluarkan skillnya sebagai Mahasiswa IT MIT.
Bagi Mirza, sekesal apapun ia pada Chika dan sebesar apapun kesalahan Chika, tidak ada yang berhak mempermalukan Chika seperti itu. Mau bagaimanapun, Mirza sendiri tak pernah bisa membenci Chika, ia bahkan tak akan pernah rela jika Chika dipermalukan seperti itu karena memang Mirza tahu bahwa Chika adalah pilihannya sendiri.
"Berarti sekarang semua Fakultas udah pindah ke Jatinangor itu ya Chika?" tanya Kathrin yang sedari tadi memang terus mengajak ngobrol Chika.
"Iya, udah di Jatinangor semua sekarang. Pernah ke Jatinangor?"
YOU ARE READING
After Rain
Romance"Akan ada pelangi setelah hujan, akan ada bahagia setelah tangis yang Panjang" Begitulah yang disampaikan oleh orang-orang, katanya akan selalu ada pelangi setelah hujan dan akan selalu ada kebahagiaan setelah tangis yang panjang. Setiap kehidupan m...