DUA PULUH LIMA

803 108 156
                                    

Bandung

Suasana Rumah Aya sudah terlihat ramai sedari pagi di hari senin ini. Christy dan Chika juga ikut sibuk membantu Aya karena memang mereka sudah memasuki libur semester. Hari ini menjadi hari yang sangat penting bagi Aya dimana ia akan menyambut dua sahabatnya yang akan datang membawa keluarganya juga. Mengingat sudah terlalu lama tak bertemu, maka Aya kali ini ingin memberikan yang terbaik untuk mereka. Tak heran jika di atas meja kini sudah dipenuhi berbagai makanan baik itu yang Aya buat sendiri ataupun jajanan favorit Shani dan Sisca semasa sekolah yang sengaja Aya beli.

"Kak, kok malah Mirza itu yang potongin buahnya?"

"Gapapa Mi, dia bisa kok"

"Bener-bener kamu tuh ya, tamu kok disuruh kerja gitu"

"Loh kamu tamu? Kan calon mantu katanya"

"Hahahaha heh" Mirza tertawa seraya menyenggol kaki Chika.

"Sekolah dulu yang bener, siap-siap tuh mau Kuliah dimana jadinya"

"Gampil itu mah Mi, nanti Chika belajar lah"

"Ya harus lah belajar, marahin Mir kalo Chika ga mau belajar"

"Siap Tante nanti Saya kasih tau kalo Chika ga belajar"

"Iya tegur aja gapapa Mir nanti"

"Dih kok gitu Mi haha"

"Ya biar kamu belajar lah Kak, eh Mir Bunda kamu udah dimana?"

"Bentar Tante, saya tanyain dulu" Mirza cepat-cepat meninggalkan buah-buahan yang sudah selesai ia potong dan meraih ponselnya yang ia simpan di meja.

Meskipun Aya terlihat santai, sesungguhnya ia sangat memperhatikan Mirza sedari kemarin. Ia memperhatikan setiap gerak gerik Mirza dan bagaimana perlakuan Mirza pada Chika. Semakin diperhatikan, semakin Aya sadar jika memang Mirza  benar-benar memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh lelaki seumurnya. Sikapnya benar-benar dewasa, ia juga pintar serta memiliki perencanaan hidup yang matang, dan yang paling penting adalah ia bisa memperlakukan dan menghormati Chika dengan sangat baik. Setidaknya Aya merasa tenang karena saat ini sang anak bisa dekat dengan lelaki yang tepat. Kali ini Aya benar-benar mengesampingkan latar belakang Mirza yang bukan anak kandung Vino dan Shani, meskipun Aya sudah tahu siapa orang tua Mirza, ia berusaha tak peduli akan hal itu.

"Tante, Bunda udah keluar tol pastur katanya"

"Pasteur dong Sayang, bukan pastur haha" Chika otomatis meralat ucapan Mirza, tapi ia lupa jika saat ini ia sedang bersama Maminya.

"Eh Mirza maksudnya" Chika cepat-cepat meralat ucapannya ketika Mirza menyenggol kaki Chika dengan kakinya.

"Yah keceplosan deh haha" goda Aya, tak perlu ditegur dengan keras, dengan cara digoda seperti ini saja sudah bisa membuat Chika malu sendiri.

"Eh berarti udah deket dong Mir" Chika cepat-cepat mengalihkan obrolan.

"Aku ga tau deh itu dimana juga Chik haha"

"Iya udah deket itu, Papi sama Adek mana Mi?"

"Kan tadi lagi ambil jajanan pesenan Tante Sisca, bentar lagi juga sampe"

"Ada yang bisa saya bantuin lagi Tante?"

"Udah ga usah, udah selesai kok. Cobain deh ini buatan Tante enak ga?" Aya langsung menyuapkan sepotong cake ke mulut Mirza.

Melihat sang Mami yang begitu menyayangi Mirza sungguh membuat Chika terharu. Ternyata mendapatkan dukungan dari seluruh anggota keluarga untuk hubungan yang sedang kita jalin adalah another level of happiness. Tenang rasanya saat kita bisa melihat orang tua kita sendiri bisa memberikan perhatian yang luar biasa terhadap pasangan yang sudah menjadi pilihan kita.

After RainWhere stories live. Discover now