TIGA PULUH TIGA

726 99 176
                                    

Suasana di kafe itu seketika menjadi muram dan sangat jauh dari rencana yang sudah dipersiapkan. Mirza benar, seharusnya ia yang memberikan kejutan pada Chika. Namun kenyataannya ia yang mendaptkan kejutan luar biasa dari kekasihnya itu. Mau mengelak seperti apapun, Chika tak akan bisa membuat Mirza percaya lagi. Kepercayaannya yang selama ini ia bangun dan bahkan terkadang seringkali Mirza paksakan, kini dihancurkan tanpa aba-aba. Tak hanya itu, Mirza benar-benar dipermalukan di depan orang-orang yang melihat betapa menyakitkannya adegan tadi.

"Mir, tunggu dulu Mir" Chika berusaha mengejar Mirza yang kini terus berjalan keluar.

Mirza tak lagi menghiraukan panggilan Chika, ia terus berjalan meskipun langkah kakinya seperti tak bertenaga. Tangan Mirza mulai gemetar, keringat mengalir di punggung dan telapak tangannya, jantungnya berdebar dengan begitu kencang, ia mulai merasa sesak di dadanya saat berusaha menahan air matanya agar tak pecah. Bagi penderita anxiety disorder seperti Mirza, saat kondisi seperti ini ia akan sangat kesulitan untuk mengendalikan dirinya sendiri.

"Kak Emir" Christy yang khawatir melihat Mirza kini ikut berlari mengejar Mirza.

"Aduh" bahkan hanya sekedar mengambil ponsel di saku blazernya saja Mirza benar-benar kesulitan hingga ia menjatuhkan ponselnya berkali-kali.

"Mir, please aku mau ngomong dulu sama kamu, jangan pergi please" Chika menggenggam tangan Mirza dan kini ia sadar tangan Mirza benar-benar gemetar.

"Emir, please" Chika terus memohon, air mata sudah mulai mengalir ke pipinya.

Mirza tak menjawab ucapan Chika sama sekali, ia bahkan langsung melepaskan tangan Chika yang kini menggenggamnya. Sekuat tenaga Mirza berusaha membuka ponselnya dan langsung memesan taksi online untuk kembali ke Hotel. Sial memang di saat seperti ini tak ada taksi konvensional agar Mirza bisa langsung naik dan kembali ke Hotel.

"Mir dengerin aku dulu Mir, Emir" Kali ini Chika sama sekali tak mendapatkan atensi dari Mirza. Lelaki itu seolah tak ingin mendengar apapun yang Chika ucapkan.

"Adrinof Mirza, liat aku, dengerin aku dulu" Chika menangkupkan tangannya di pipi Mirza dan berusaha membuat Mirza menatap ke arahnya.

Langkah Chika salah, karena saat Mirza menatap ke arahnya, hatinya benar-benar hancur. Tatapan seseorang yang dikecewakan setelah mencintai dengan setulus hati memang akan terlihat sangat menyakitkan. Cukup lama Mirza dan Chika bertatapan dan itu berhasil membuat air mata penyesalan Chika mengalir deras.

"Mir, maaf" ucap Chika dengan suaranya yang gemetar. Ia tak tahu lagi apa kalimat yang bisa ia ucapkan kepada Mirza yang sudah kecewa padanya.

"Kenapa? Kenapa kamu lakuin ini?" Mirza akhirnya bersuara meskipun suaranya terdengar bergetar.

Mendapat pertanyaan dari Mirza, kali ini Chika tak bisa menjawab. Ia tak tahu jawaban apa yang pas untuk pertanyaan Mirza itu, karena ia sadar jika semuanya adalah kesalahannya sendiri.

"Kenapa Chik?" Air mata Mirza kini mulai mengalir ke pipinya.

Chika masih tak menjawab, hanya air matanya yang terus mengalir deras tanpa bisa ia tahan lagi. Melihat hal itu Mirza hanya bisa menghela nafas dan melepaskan tangan Chika dari pipinya. Ia juga cepat-cepat menyeka air matanya karena taksi yang ia pesan sudah tiba di tempat.

"Aku harus pulang, titip Christy maaf ga bisa nganterin sampe rumah" Mirza mengucapkan kalimat terakhirnya sebelum akhirnya ia masuk ke dalam taksi online yang sudah menunggunya.

Chika semakin terisak setelah Mirza pergi dengan taksinya, dadanya terasa sesak. Rasa bersalah, penyesalan dan marah pada diri sendiri kini menjadi satu hingga membuat ia tak tahu harus bagaimana selain menyalahkan dirinya sendiri.

After RainWhere stories live. Discover now