TIGA PULUH TUJUH

750 98 154
                                    

Mirza terlihat lebih diam saat ia berada di salah satu Restoran yang ada di Grand Indonesia. Pertemuan yang tak disangka bersama Chika dan juga Vio ternyata cukup menyesakan dadanya. Bersama Chika memang menyakitinya, tapi melihat Chika bersama orang lain juga ternyata tak kalah menyakitkan, mungkin kalimat itulah yang sangat pas untuk Mirza. Melepaskan seseorang saat kita masih cinta memang bukanlah hal yang mudah. Terlalu menyakitkan bagi Mirza saat harus melepaskan Chika, tapi menerima kembali Chika untuk kembali menjalin hubungan dengannya juga tidaklah mudah.

"Mir, what is your favorite kind of music?" Kathrin mulai memecah suasana hening yang tercipta sedari tadi.

"Hemmm I like listening to different kinds of music. So, what kind of music is popular in this country right now, Tin?"

"I don't really know what people there are into these days, but most of my friends are in love with indie artists that have the elements of country, R&B, and folk music as the genre at the moment. Also, it seems like the teenagers are mostly into K-pop, like me haha"

"Aaaa I see, I see. South Korean pop culture has grown in prominence to become a major driver of global culture, seen in everything from Korean dramas on Netflix, so cool" Mirza mengangguk seraya mengaduk gelas kopinya.

Kathrin tersenyum tipis seraya menatap Mirza, ada yang menarik saat berbicara dengan lelaki ini. Mirza sangat bisa menanggapi obrolan lawan bicaranya dengan baik. Ia tak pernah terlihat mengabaikan lawan bicaranya dan selalu terlihat excited dengan pembicaraan lawan bicaranya. Meskipun tak tahu apakah ia benar-benar tertarik dengan tema obrolan itu atau tidak. Seperti saat ini misalnya, saat Kathrin membahas K-pop Mirza sama sekali tidak menertawakan atau menjudge Kathrin seperti kebanyakan lelaki di luar sana. Mirza bisa melihat dan menanggapi hal itu dari perspektif lain yang membuat jawabannya sangat menenangkan lawan bicaranya.

"You need this, right?" Kathrin langsung memberikan tisu kepada Mirza yang memang sedang membutuhkannya.

"Peka sekali, thank you Atin"

"Anytime, Tante Shani berarti lagi ada pertemuan sama UNICEF nih sekarang?"

"Iya bener, mumpung kesini kayanya jadi dipanggil sama tim Jakarta"

"Ah I see, Mama juga kayanya dari Bandung langsung ke sana deh"

"Oh iya ya? Yah lama ini sih pasti haha"

"Pasti" Kathrin mengangguk tanda setuju, jika para Mama sudah berkumpul pasti akan memakan waktu yang lama.

"Eh Tin kayanya Bunda ga akan keburu nih nemenin ke Psikiater, gimana ya?"

"Yaudah gapapa, nanti saya temenin. Kamu ga kaya bocah yang kalau ke Dokter harus Ibunya yang jelasin kan?"

"Hahahaha sial, engga lah"

"Yaudah aman berarti, eh tangan kamu sekarang udah bisa lepas arms sling berarti kan?"

"Udah bisa sih, nih bisa sebenernya. Cuma mendingan dipake aja kalau keluar gini, biar orang aware dan ga deket-deket"

"Iya sih bener, biar hati-hati kalo deket kamu. Takutnya ada orang rusuh ga liat kamu tangannya cedera, patah lagi nanti kan ga lucu"

"Heh! Hahaha serem banget, tapi bosen juga tau pakai gips gini"

"Ga leluasa geraknya ya? Tapi nanti jadi kaku tau pasti pas dibuka, kamu harus sering digerakin tau jarinya yang kanan. Jadi lemes ga kalo ngeganggam gitu?"

"Agak kaku sih, tapi ga tau nih kekuatannya segimana sekarang"

"Coba nih pegangan yang keras" Kathrin tiba-tiba menempatkab telunjuknya di telapak tangan Mirza dan meminta Mirza untuk mencengkramnya.

After RainWhere stories live. Discover now