TUJUH BELAS

810 101 230
                                    

New York

Chika menghela nafas ketika melihat satu persatu temannya bertemu dengan kedua orang tuanya. Hari ini ia benar-benar rindu pada keluarganya, ia rindu Christy yang seringkali mengganggunya namun juga seringkali menjadi objek keisengan Chika. Chika juga rindu Papinya yang seringkali memperhatikannya dan akan bawel jika Chika telat pulang, bahkan Chika juga rindu omelan Maminya yang biasanya sering membuat Chika kesal. Seringkali memang seseorang merasakan hal-hal kecil itu berharga ketika ia sedang merasa jauh. Kini bahkan berkali-kali video call saja tak bisa menebus semua rasa rindu yang dirasakan oleh Chika.

"Udah jangan sedih, yang penting minta doanya aja terus sama orang tua kamu" ucap Bu Maria yang langsung merangkul Chika.

"Iya Bu, kangen banget keluargaaku"

"Pasti lah, udah video call?"

"Udah Bu, malah tambah kangen"

"Yaudah sabar ya Nak, nanti pulang dari sini puasin tuh kangen-kangenan"

"Ok Bu, aku degdegan besok Bu. Kemarin tahap pertama aja udah kaya gitu, yang lain keren-keren Bu"

"Semangat, jangan insecure gitu. Kamu udah jalan sejauh ini, artinya kamu hebat loh Yessica. Coba bayangkan dari banyaknya orang yang bersaing, kamu berhasil wakilin negara"

"Tapi Bu, lawan kita itu dari negara lain loh sekarang?"

"Lantas? Apa masalahnya kalau lawan kita dari negara lain?"

"Ya susah lah Bu, itu masalahnya. Mereka itu hebat-hebat Bu"

"Ini yang sesungguhnya harus dilatih ke anak muda di negara kita tuh, mental pejuangnya. Semua anak muda yang ada di acara ini tuh semua hebat Yessica, termasuk kamu dan teman-teman kamu yang wakilin Indonesia. Kalian semua hebat dan memang layak bersaing dengan negara lainnya"

"Tapi Bu mereka tuh beda, mereka punya wawasan yang lebih luas, punya pemikiran yang lebih bagus, negara mereka punya power lebih"

"Yessica, kamu ingat sebelum kita berangkat kita dikasih pembekalan orang salah satu mahasiswa yang pernah wakilin kampusnya untuk lomba paduan suara di Hungaria? Mereka menang kan juara satu. Dalam kompetisi semacam ini itu yang dilihat adalah skill kamu, bukan dari mana asal kamu, bukan juga apa agama kamu. Sekarang hilangkan mindset jika orang Indonesia itu ga punya wawasan dan skill yang lebih baik dari warga negara lainnya. Coba lihat yang terdekat, Bu Shani dan Pak Vino, kemarin kamu nginap di sana kan? Gimana mereka bisa bertahan tinggal di New York, bahkan punya kehidupan yang layak dan pekerjaan mereka berdua ga main-main Chik, peneliti. Artinya darimanapun asal kamu, selama kamu mampu dan berusaha, kamu pasti bisa"

Chika kembali menghela nafas, tapi kali ini ia mengangguk sebagai tanda setuju. Ia kini memang sedang merasakan krisis kepercayaan diri setelah turun ke perlombaan dan bersaing dengan lawannya yang berasal dari berbagai negara. Tapi ucapan Bu Maria benar-benar memberikan tamparan keras bagi Chika untuk berhenti merasa insecure. Ia bahkan dipaksa untuk melihat contoh terdekatnya yang berhasil berprestasi di negara adidaya ini. Shani dan Vino memang menjadi inspirasi banyak orang termasuk Chika sendiri.

"Yessica, kalau tidak ada kegiatan kembali ke kamar ya biar istirahat dan siapin diri buat besok"

"Ok Bu, saya ke kamar duluan ya Bu" Chika akhirnya berjalan menuju lift untuk kembali ke kamarnya, rasanya percuma juga jika ia harus tetap berada di sini dan melihat pertemuan antar keluarga yang akan membuat dadanya sesak.

"Darimana Bu Chika?" Tanya Ashel yang sedang bersiap untuk pergi dari kamarnya"

"Habis dari bawah konsul sama Bu Maria buat besok, lu mau kemana Shel?"

After RainWhere stories live. Discover now