5. Pengakuan dan Kencan

133K 15.4K 310
                                    

"Udah lama, ya, enggak datang ke sini. Kalian apa kabar?"

Pemilik kafe yang Riona dan Wylan datangi itu tampak menyambut mereka dengan ramah. Wajah yang menua dan rambut yang memutih tak menyurutkan semangatnya untuk mengelola sendiri kafe yang ia dirikan.

Beliau sangat mengenali Riona dan Wylan, karena semasa kuliah mereka berdua sering makan di sana. Dari mulai kafe itu masih berbentuk warung makan biasa, hingga bisa mewah dan nyaman seperti sekarang.

"Alhamdulillah, baik. Bapak kok masih kelola sendiri kafenya? Bukannya sekarang udah banyak karyawan, ya?" tanya Wylan tak kalah ramah.

Ia pun juga merasa heran melihat bapak tersebut masih mau bersusah payah mengelola sendiri kafenya dan menemui pelanggan. Padahal ia sudah memiliki puluhan karyawan.

"Saya memang suka melayani pelanggan saya sendiri, saya suka ketika berinteraksi dengan mereka. Karena dengan begitu saya bisa tahu mereka suka kafe ini atau memiliki keluhan," tutur sang pemilik kafe.

Wylan pun menganggukkan kepala dengan tangan yang memeluk pinggang Riona posesif. "Meja yang kosong di mana, Pak?" tanya Wylan.

"Mari saya antar."

Bapak berusia kisaran enam puluh tahunan itu berjalan dengan tubuh yang sedikit membungkuk, memandu Wylan dan Riona menuju salah satu meja kosong di bagian sudut dekat jendela.

Ia mempersilakan pasangan suami-istri itu untuk duduk dan memberikan buku menu pada mereka. "Kalian mau pesan apa?"

"Nasi capcay dua, milkshake strawberry satu dan es lemon tea satu," ucap Wylan tanpa membaca buku menu.

Ujung matanya melirik sejenak pada Riona yang duduk di hadapannya dengan wajah malu-malu.

"Oke, tunggu sebentar, ya. Bakal segera diantar sama karyawan saya," ucap bapak tersebut seraya berpamitan pada mereka berdua.

Sepeninggalan bapak pemilik kafe tersebut, Wylan dan Riona kini saling bertatapan di tengah-tengah bisingnya suara di dalam kafe. Tangan Wylan mengambil tangan istrinya dan mengelus punggung tangan wanita itu.

"Kamu masih ingat ternyata," ucap Riona malu-malu.

Ada perasaan hangat yang menguasai hatinya kala mendapat tatapan hangat dari Wylan. Ia kini sadar, dengan ia kembali memutar waktu, ia bukan hanya harus memperbaiki hubungan dengan keempat anaknya, tetapi juga dengan Wylan.

"Aku ingat semua hal tentang kamu, Ri. Makanan kesukaan kamu, warna favorit, merek pakaian dan semuanya," tutur Wylan tanpa ada dusta yang terselip. "Jujur aku merasa senang melihat sikap kamu ke anak-anak berubah akhir-akhir ini. Aku senang lihat mereka bahagia."

Riona terdiam.

"Kamu tahu? Aku selalu merasa bimbang kalau kamu lagi marahin anak-anak, aku bingung. Aku harus bela siapa? Kamu istri aku atau mereka anak-anak aku? Aku mau marahin kamu, tapi aku terlalu cinta sama kamu. Di sisi lain aku juga kasian sama mereka, tiap hari kamu pukul, kamu maki, kamu kurung."

"Aku enggak becus, ya, jadi suami sekaligus ayah?" gumam Wylan lirih. "Aku enggak bisa tegas dan hanya bisa bikin kalian sama-sama sakit selama ini."

Kepala Wylan tertunduk dengan napas besar, ia merasa benar-benar tak becus ketika mengingat-ingat masa lalu. Ia hanya bisa menatap anak-anaknya dipukul dan dimaki oleh Riona tanpa bisa menyelamatkan mereka. Ia pun juga tak pernah berhasil mengubah sifat Riona.

Kedua mata Riona berkaca-kaca mendengar penuturan dari suaminya, ia beranjak dari posisi duduk dan memberanikan diri untuk memeluk Wylan dari samping.

Riona bisa merasakan tubuh Wylan tersentak halus kala kulit mereka saling bersentuhan, tetapi dengan cepat pria itu membalikkan badan dan membalas pelukan Riona. Mereka tak lagi mempedulikan tentang tanggapan pengunjung lain yang menatap mereka iri dan aneh.

Dunia seakan milik mereka sendiri.

"Aku yang harusnya minta maaf, Mas. Aku sampai saat ini belum bisa menjadi istri dan ibu yang baik buat kamu dan anak-anak. Aku belum bisa membahagiakan kalian," bisik Riona terisak.

Akhirnya kata maaf itu terlontar juga dari bibir Riona. Kata maaf yang selama ini ingin sekali ia sampaikan pada Wylan maupun keempat anaknya.

"Maaf, Mas. Maaf," gumam Riona lagi dengan hati yang lega.

Kepala Wylan mengangguk pelan, ia mengusap surai panjang lembut dan terawat milik Riona. Kemudian ia mengecup singkat kening wanita itu.

"Sutt, sudah. Yuk makan dulu," ajak Wylan saat melihat seorang pelayan berjalan ke arah mereka dengan nampan berisi pesanan mereka.

Akan terasa canggung bagi ia dan Riona jika terus berpelukan dengan mata menangis saat pelayan itu datang, pasti mereka akan menjadi bahan gosip di dapur kafe.

Riona mengusap wajahnya pelan, menghapus jejak air mata yang tersisa di sana. Ia kembali mendudukkan diri di atas kursi dan menatap pelayan pria yang baru saja menyajikan pesanan mereka di meja.

"Selamat menikmati, Mbak, Mas."

"Terima kasih, ya," ucap Riona dengan senyum kecil.

Ia mendekatkan piring berisi nasi dan capcay seafood itu pada dirinya dan menuangkan sedikit sambel di sana. Tanpa menunggu lama, sesendok nasi capcay sudah mendarat dengan sempurna di mulutnya.

Suara dentingan sendok menemani suasana makan keduanya, sesekali mereka tampak saling melirik satu sama lain, kemudian setelah itu memutuskan kontak mata dengan malu-malu. Mereka lebih mirip sepasang kekasih yang sedang kasmaran dibanding suami-istri yang memiliki empat anak.

"Kamu ingat pertama kita ketemu dulu? Kamu pas itu lagi manjat pohon mangga sekolah, eh tau-taunya di atas pohon banyak semut hitamnya. Tanpa pikir panjang kamu jadi lompat turun ke bawah," ucap Wylan memulai pembicaraan.

Jujur, ia sangat membenci suasana canggung dan hening. Ia juga berusaha menjalin komunikasi dengan Riona agar hubungan mereka bisa kembali hangat seperti dulu.

"Mas! Jangan diinget, aku jadi malu," ucap Riona dengan wajah memerah. "Dulu kalau dipikir kok aku liar banget, ya. Sampai manjat pohon mangga segala cuma buat ngerujak."

Wylan tertawa kecil. "Untung aja kebetulan aku lagi ngobrol di bawah pohonnya, kan. Jadi, aku bisa tangkap kamu. Kalau enggak, mungkin hari itu kamu bakal dibawa ke rumah sakit."

Riona dan Wylan sontak tertawa bersama mengingat kejadian itu. Pertemuan pertama yang memalukan sekaligus mengesankan. Siapa yang menyangka, berawal jatuh dari pohon mangga kini Riona bisa menjadi pendamping hidup Wylan.

"Tahu enggak? Dulu aku tuh kagum sama kamu," ucap Wylan setelah menelan makanannya.

Kening Riona mengerut. "Kenapa? Aku dulu pas SMA cuma anak biasa-biasa yang enggak populer. Sementara kamu dulu satu sekolah pasti tahu kamu siapa."

Jika mengingat masa SMA, Riona dan Wylan bagai langit dan bumi. Riona hanya gadis biasa-biasa yang tak pintar atau cantik, sementara Wylan adalah anak tunggal kaya raya dan sangat tampan.

"Dulu kamu itu hebat di mata aku. Kamu beda sama cewek-cewek lain yang hobi kumpul buat ghibahin orang, kamu malah sering bela anak-anak lemah yang dibully atau diganggu," ucap Wylan jujur. "Tapi dulu aku enggak seberani itu untuk kenalan sama aku, aku cuma berani jadi penggemar rahasia kamu aja."

Riona benar-benar tak menyangka jika Wylan memiliki perasaan baginya sejak SMA.

"Pas aku ketemu sama kamu lagi di bangku kuliah, akhirnya aku memberanikan diri buat kenalan sama kamu. Ya, walaupun susah banget dapatin kamu, apalagi pas kuliah kamu mulai merintis karir jadi model, kan."

Ah, memang benar. Wylan memang mengajaknya berkenalan lebih dulu saat mereka duduk di bangku kuliah, dan saat itu ia baru saja memulai karirnya sebagai model.

"Ternyata selama SMA sampai kuliah kita saling suka, ya, Mas. Hanya saja kita terlalu malu untuk saling mengungkapkan," ucap Riona.

----

To be continued...

YEYY SIAPA YANG NUNGGUIN ACARA DATE RIONA DAN WYLAN?

Kira-kira ada yang penasaran enggak sih kenapa Riona bisa benci sama anak-anaknya?

YUK SPAM NEXT DI SINI!!

Be a Good Mother [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang