Wylan seperti terbangun di tempat yang terasa begitu asing baginya. Ia menatap bingung pada sekitarnya, semua gelap dan terasa sangat pengap. Bau lembab yang menyesakkan membuat Wylan sesak napas.
Ini di mana? Hatinya terus bertanya-tanya.
Hingga, suara teriakan dan tawa membawa kaki Wylan melangkah sendiri menuju ujung lorong yang menjadi sumber cahaya kecil. Ia berjalan. Terus berjalan hingga sampai pada sebuah ruangan.
Kedua matanya membulat sempurna dengan mulut ternganga kala melihat kejadian di hadapannya saat ini. Wylan benar-benar terkejut dibuatnya.
"T-tidak! Ini cuma mimpi, kan? Tidak!" bantah Wylan seperti orang kesetanan.
Di hadapannya, dengan kedua mata kepalanya sendiri. Wylan melihat jelas bagaimana anak-anaknya menyiksa Riona yang terikat di atas lantai kotor tanpa belas kasihan.
Ia melihat bagaimana Riona memohon-mohon sampai meraung dan meminta belas kasihan keempat putra mereka. Wajah keempat anaknya masih sama, tetapi lebih dewasa dan bertambah tinggi.
"Vian! Kamu kenapa! Jangan bunuh Mama kalian!" seru Wylan berusaha menahan.
"MORFEO! SUDAH! Jangan pukul Mama kamu seperti itu!"
"Jauhkan pisau itu dari Mama kamu, Riel! Kamu mau membunuh Mama kamu? Kamu sudah lupa bagaimana Mama kamu memanjakan kamu selama ini?!"
Seruan-seruan yang dikeluarkan oleh Wylan hingga suaranya terdengar serak itu sama sekali tak dapat didengar oleh mereka berempat. Mereka seolah tak melihat kehadiran Wylan di sana.
Wylan sendiri merasa sesak. Hingga, Azriel maju dan menusukkan belati yang sejak tadi dipegangnya pada dada Riona. Erangan kesakitan terdengar memenuhi ruangan itu dan menciptakan gema yang cukup mengiris jiwa. Siapapun akan merasa takut mendengarnya.
Tubuh Wylan mematung. Ia mematung menyaksikan segala pertunjukkan mengerikan itu tanpa bisa ia hentikan.
Setelah keempat putranya puas menyiksa Riona, Wylan melihat Casvian, Morfeo dan Azriel kini beranjak dari sana meninggalkan jasad Riona yang terbujur lemah di atas lantai dengan darah yang masih mengucur dari dadanya.
"Ayo," ajak Casvian saat melihat Zadkiel masih terpaku di tempat.
Namun, pria itu menggeleng kecil. "Kalian duluan. Aku masih ada urusan di sini," ucapnya, membuat Casvian mengangguk dan meninggalkan saudaranya itu seorang diri.
Zadkiel menghampiri tubuh Riona yang sudah tak berjiwa itu, ia berjongkok tepat di sebelah tubuh sang ibu dan membelai rambut Riona.
"Mama, semoga kita bisa bertemu di kehidupan selanjutnya. Pertemuan kita di kehidupan ini gak salah, cuma waktu dan momen bertemunya lah yang salah," gumam Zadkiel.
Ia mencabut belati yang masih tertancap di dada Riona, kemudian mengeluarkan sebuah sapu tangan dari kantong jaket hitamnya. Dengan telaten Zadkiel menghapus noda darah dari wajah cantik Riona.
"Mama cantik, tidur yang tenang."
Setelah itu, Wylan bisa merasakan tubuhnya oleng dan seketika semuanya berubah. Sekelilingnya bukan lagi ruangan gelap yang begitu terasa pengap karena kekurangan oksigen. Kini ia dibawa pada kamar hotel yang menghadap langsung pada kota Paris yang begitu indah.
Matanya terkunci pada dua sejoli yang tengah bermesraan di ranjang hotel sembari menikmati keindahan Menara Eiffel dari kejauhan.
Ia lagi-lagi merasa tak percaya. Tak percaya pada sosok dirinya yang tengah bercumbu dengan Chiara di ranjang itu.
Bagaimana bisa? Walaupun bukan ia yang melakukannya, tetapi Wylan merasa bahwa kini ia begitu brengsek saat ini. Di saat yang lain istrinya dibunuh oleh putranya sendiri, tetapi di sini ia malah berduaan dengan Chiara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be a Good Mother [Terbit]
RomanceRiona Amara tak pernah menyangka jika ia akan meninggal karena dibunuh oleh keempat putranya sendiri dan mati dalam penyesalan. Namun, di tengah penyesalan itu tiba-tiba saja ia kembali terbangun di masa lalu, tepat lima tahun sebelum kejadian pembu...