42. Sumpah Wylan

50.5K 8.1K 834
                                    

Wylan memberhentikan mobilnya di depan rumah, kemudian bergegas keluar dan membukakan pintu untuk Riona. Ia mengambil tangan istrinya dan membantu wanita itu untuk keluar dari mobil.

"Hati-hati, Sayang," peringat Wylan saat mereka menaiki beberapa anak tangga kecil. "Kamu langsung masuk, ya? Aku ada keperluan sebentar."

Langkah Riona terhenti, ia menatap penuh selidik pada suaminya. Riona sangat mengenal bagaimana tabiat Wylan jika istri atau keluarganya disenggol sedikit saja.

"Mau ke mana, Mas?" tanya Riona.

"Ada urusan. Sebentar aja kok, nanti mau dibawain apa pas pulang?" elak Wylan mengalihkan pembicaraan.

"Mau ke mana?" ulang Riona, tak mempedulikan dan tak berniat untuk menjawab pertanyaan suaminya barusan. "Kalau kamu mau ke rumah Ibu, lebih baik gak usah. Jangan jadi anak durhaka."

Wylan tersenyum kecil. "Aku pergi, ya." Ia menyempatkan diri untuk mencium kening Riona, lalu berjalan masuk kembali ke dalam mobil.

Ia tak lagi mempedulikan raut cemberut dan khawatir yang terlukis di wajah Riona, tak ada yang bisa menahan niat Wylan saat ini. Jika ia sudah berniat melakukannya, maka akan ia lakukan.

Wylan membawa mobilnya sedikit mengebut, tak mempedulikan klakson atau teriakan maki dari pengguna jalan lain karena sikapnya yang ugal-ugalan. Hingga, tak sampai memakan waktu tiga puluh menit dari biasanya, Wylan kini memarkirkan mobilnya secara sembarangan.

Ia keluar dari mobil dengan raut datar dan berjalan masuk ke dalam ruman ibunya.

"IBU! KAK BRANDON! KAK EVA!" seru Wylan penuh amarah.

Tak sampai menghitung menit, terlihat ibu Wylan serta kakak dan kakak ipar pria itu berjalan tergopoh-gopoh menuruni tangga. Mereka menatap bingung dengan kehadiran Wylan yang tiba-tiba, sendirian pula.

"Nak? Ada apa? Kamu kenapa sampai teriak seperti itu?" tanya ibu Wylan. Wanita baya itu berusaha memegang tangan Wylan, tetapi langsung ditepis oleh sang empu.

"Wyl! Jangan kasar sama Ibu!" tegur Brandon tak terima.

Mendengar teguran sang kakak, Wylan hanya memasang aura permusuhan dan menatap sengit pada ketiga orang itu. Ia menatap seolah mereka adalah musuhnya. Ketiganya kini sadar bahwa saat ini Wylan bukan datang untuk bertamu atau berbasa-basi.

"Maksud Anda apa?" tanya Wylan dingin.

Kening ibu Wylan mengerut. "Maksud apa, Wyl? Ada apa? Ibu gak mengerti sama apa yang kamu maksud. Lebih baik sekarang kamu duduk dulu, tenangin diri kamu baru kita ngomong."

Wylan menggeleng. "Saya gak mau duduk atau berbasa-basi di sini. Saya cuma ingin tahu, maksud kalian sebenarnya apa? Kalian masih belum bisa menerima pernikahan saya, kan? Apa harus sampai seperti itu?" tanya Wylan menuntut.

"Seperti itu bagaimana?" tanya ibu Wylan balik dengan wajah tak bersalah.

"Apa perlu Anda sampai menyuruh perempuan itu untuk merusak rumah tangga saya?!" murka Wylan yang sudah tak bisa menahan emosinya.

Ia benar-benar dibuat frustrasi dengan tingkah keluarganya ini, terutama sang ibu. Ia kira, ibunya sudah benar-benar berubah dan bisa menerima kehadiran Riona dan anak-anaknya. Namun, ternyata ia salah besar.

Ibunya masih tetap saja sama seperti dulu.

Diktator. Pemaksa. Egois. Sombong.

Entah berapa banyak sifat jelek dan julukan-julukan kurang ajar yang bisa Wylan sematkan pada sang ibu.

"Anda ini ternyata benar-benar buta, ya. Bukan hanya mata, tapi hati Anda juga sudah buta. Anda tidak bisa melihat kalau kebahagiaan saya berada bersama Riona dan anak-anak saya, dan Anda yang mengaku sebagai ibu kandung saya malah ingin merusak kebahagiaan itu? Hati Anda di mana?"

Dibombardir dengan kalimat-kalimat tega lantas membuat ibu Wylan terdiam bungkam, menelan bulat-bulat segala cacian sang putra yang tengah dilanda amarah saat ini.

"Sebenarnya mau Anda itu apa? Istri saya sudah berbaik hati loh mau membuka jalur damai pada Anda, tapi Anda malah berniat menghancurkan rumah tangga saya," tambah Wylan tak habis pikir dengan isi kepala ibunya.

"Ibu cuma mau kamu bahagia, Wyl," bantah ibu Wylan.

Wylan menyipitkan mata, membuat keningnya juga ikut mengernyit dan membuat beberapa lipatan garis karena faktor usia. "Anda mau saya bahagia bagaimana lagi? Sebenarnya Anda bukan mau saya bahagia, tapi Anda menginginkan menantu yang bisa Anda setir seperti boneka, kan? Contohnya seperti Kak Eva."

"Tapi, sayangnya setelah melihat Riona yang punya jiwa bebas, Anda tidak bisa menyetirnya. Makanya Anda menolak mentah-mentah kehadiran Riona. Anda itu benar-benar definisi ibu yang egois tahu gak!" ucap Wylan muak.

Ia tahu. Ia sangat mengenal bagaimana tabiat ibunya itu.

Ibunya bukan menginginkan ia bahagia, tetapi menginginkan menantu yang bisa dikuasai dan disetir seenaknya. Menginginkan menantu yang bisa dijadikan seperti pembantu dan bisa melayaninya sebagai nyonya rumah. Dan, menginginkan menantu yang mau menuruti semua ucapan dan perintahnya.

"Ibu cuma mau berikan pasangan yang terbaik untuk kamu, Wyl! Ibu mau kamu punya istri yang berpendidikan seperti Chiara, dari keluarga yang jelas garis keturunannya! Bukan wanita seperti Riona yang bahkan kuliah aja gak lulus," jawab ibu Wylan setengah berteriak.

"Ibu! Asal Anda tahu, Riona tidak bisa melanjutkan kuliahnya itu karena saya! Semua salah saya! Saya yang mengurung dia di sangkar emas, memaksa dia punya anak sampai untuk kuliah pun dia tidak bisa. Semua salah saya! Kalau emang Anda tidak suka dengan Riona, harusnya msaya yang Anda benci!" bantah Wylan.

Keduanya kini sama-sama tersulut dalam suasana yang emosional. Sama-sama tak ingin mengalah dengan ego masing-masing.

Wylan tak lagi memikirkan tata krama atau sopan santun, ia juga tak lagi melihat siapa orang yang ia lawan sekarang. Wylan sudah buta karena ucapan ibunya yang menjelek-jelekkan Riona.

"Seandainya putra Anda yang brengsek ini tidak merenggut kesucian dia, tidak menjebak dia dalam obsesinya, mungkin hari ini Riona sudah menjadi wanita sukses. Riona sudah menjadi wanita cerdas yang mendapat banyak penghargaan di bidang pendidikan," ujar Wylan lirih.

Rasa bersalah bercampur emosi itu menyesakkan dadanya. Ia merasa bersalah karena telah merenggut masa muda Riona, merenggut cita-cita Riona.

Padahal semasa sekolah hingga kuliah dulu, Riona adalah gadis yang cerdas dan selalu menyumbang piala bagi sekolah. Bahkan gadis itu menempuh kuliahnya dengan beasiswa, tetapi sayangnya harus berhenti di tengah jalan.

"Kalau hari ini Anda membenci sosok Riona yang ada, seharusnya Anda lebih membenci saya. Karena sosok Riona yang ada hari ini itu penyebabnya adalah saya."

"Satu lagi. Sekali lagi Anda mengusik keluarga kecil saya, saya bersumpah tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di rumah ini. Bahkan jika Anda sekarat atau meninggal sekalipun!" putus Wylan. "Saya bisa menjadi anak durhaka, tapi saya tidak akan bisa jika harus kehilangan keluarga kecil saya."

Ia lalu berbalik badan dan berjalan meninggalkan rumah itu tanpa rasa ragu sedikit pun. Tak ada keraguan yang tersisa di hatinya, karena pada dasarnya bagi Wylan keluarga kecilnya lah yang paling berarti.

Cinta Wylan pada istri dan anak-anaknya lebih besar dibanding pada mereka yang berada di dalam rumah itu. Mereka yang katanya sedarah, tetapi tak tahu cara saling menyayangi.

----

To be continued...

SATU KATA BUAT PAPA WYLAN DONG 😾

YANG KEMARIN KENA PRANK UPDATE SIAPA NIH 😂

YUK SPAM NEXT DI SINI!!

Be a Good Mother [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang