Bismillah
Saranjana I'm In Love
#part 4
#by: R.D.Lestari.
Duk-duk-duk!
"Astaghfirullah!"
Makhluk yang tadi menempel di belakang mobilnya, ia rasakan merangkak di atas mobil, hentakan demi hentakan hingga mobil sempat bergoyang. Benda pipih yang tadi ia genggam seketika terjatuh, bertepatan dengan wajah datar yang perlahan menampakkan wajah asli di balik rambut yang terurai panjang.
"Baaaaa!"
Seru makhluk itu dengan terkikik seolah mengejek Jodi yang wajahnya berubah tegang. Hanya memamerkan wajah rusak bernanah yang separuh telah menjadi tengkorak dengan belatung yang menggeliat di antara mata yang salah satunya hanya lubang dan hidung serta mulut yang menjulurkan lidah penuh darah, sedang tubuh masih diatas kap mobil.
"Aaaaaa!"
Mulut Jodi komat kamit sembari mengucap doa yang ia bisa. Makhluk mengerikan itu mendesis dan meggeram. Suara Jodi semakin lantang seolah merasa ada secercah keberanian yang bersinar di dalam hatinya.
Pluk!
Satu persatu tangan makhluk mengerikan itu terlepas begitu saja, dan Jodi bisa bernapas lega saat makhluk itu hilang dari pandangan.
Mata Jodi masih fokus kearah jalan, sementara salah satu tangan Jodi menggapai ponselnya yang jatuh diantara kaki dan gas mobil. Biarpun susah payah, akhirnya ia mampu mendapatkan benda pipih yang kini berada di genggamannya.
["Jo--Jodi! kamu baik-baik saja?"] tanya suara di seberang sana yang terdengar amat khawatir. Ternyata sedari tadi telpon masih tersambung.
["Alhamdulillah, Pak, Allah masih melindungi saya,"] dengan napas tersengal Jodi berusaha menjawab pertanyaan Tohir. Peluh mengucur di dahinya seiring dengan jantungnya yang bergemuruh kencang.
Detik berikutnya keanehan kembali terjadi. Kabut tebal yang membuat jarak pandang terganggu mulai memenuhi sekitar mobil Jodi. Bulu kuduknya kembali berdiri.
["Pak Tohir! apa melihat kabut yang sama?"] tanya Jodi gelagapan. Entah kejadian menyeramkan apa lagi yang akan ia alami malam ini, seketika tenggorokan terasa sakit dan sulit untuk sekedar menelan cairan dalam mulutnya.
["Ya, sama. Asep nyuruh kita berhenti sejenak, tapi nanti. Pelan-pelan saja mengendarai mobilnya, jangan lupa baca bismillah dan doa sebisa mungkin,"] ucapan Tohir membuat Jodi merasa lebih tenang dan fokus dalam berkendara.
["Baik, terima kasih banyak, Pak,"]
["Jodi, sepertinya kita tidak berada di tempat yang aman, berhati-hatilah,"]
Tut-tut!
Sambungan telpon akhirnya terputus dan Jodi kembali dirasuki perasaan was-was.
Cukup lama mereka berkendara diantara kabut yang cukup tebal, perlahan kabut itu menghilang di tiup angin yang cukup kencang.
Tak terasa rupanya mereka berkendara cukup lama dan bahan bakar tinggal sedikit.
"Bagaimana ini, Dod. Minyak mobil kurang dari separuh. Bisa mogok kalau kita jalan terus, mana disisi kanan dan kiri hutan lebat seperti tak ada ujungnya," keluh Umar.
"Hei, Mar! kamu lihat ga cahaya di ujung jalan sana!" tunjuk Dodi senang sebelum menjawab keluhan Umar barusan.
Umar menoleh dengan segera. Mata nya menyipit demi melihat lebih jelas sinar apa yang terlihat samar-samar di antara pepohonan.
Sebuah senyum terbit di wajah lelahnya saat melihat cahaya yang semakin terlihat jelas.
Ternyata bukan cuma lampu penerangan, tapi sebuah perkampungan.
"Alhamdulillah, Mar! kita bisa istirahat sejenak," Dodi menepuk pelan bahu temannya itu. Umar mengangguk senang.
Mobil akhirnya masuk ke perkampungan yang terang benderang. Suasana nampak ramai seperti ada pesta pernikahan.
Semua rumah nampak serupa, berbahan kayu dan panggung. Di setiap atap rumah ada kepala Rusa besar dengan tanduk yang panjang.
Umar dan Dodi menatap takjub sampai tak mampu mengucap apa pun.
Saat seorang lelaki berpeci dengan baju kurung berwarna emas dan kain yang melilit di pinggang, menghentikan laju kendaraan yang di kendarai Umar. Tangannya melambai seolah menyuruh mereka untuk segera berhenti.
"Mar, berhenti, Mar!" seru Dodi kalut. Umar terhenyak dan mengendarai mobilnya perlahan. Ia kemudian berhenti tepat di samping lelaki tadi.
Umar yang pertama turun, kemudian Dodi menyusul.
"Mau ke mana Bapak?" tanyanya ramah. Wajah lelaki itu teramat bersih dan bersinar.
"Begini, Bapak, saya mau mencari alamat ini," Umar menyerahkan secarik kertas pada lelaki yang mereka taksir berusia diatas empat puluh tahunan itu.
"Oh, ini masih jauh, Pak. Apakah mau singgah sementara? tapi ingat jangan makan-makanan atau minum-minuman yang berwarna selain putih dan bening jika tak ingin tinggal selamanya di sini," Bapak itu menampilkan senyum misterius yang membuat Umar dan Dodi bertanya-tanya.
Tak lama Asep dan Tohir serta Jodi menyusul dan ikut berbincang dengan Umar dan juga Dodi.
Mereka mengangguk ketika mendapat peringatan dari Si Bapak.
"Maaf, Pak menyela, apa di sini ada POM bensin? bahan bakar mobil kami tinggal sedikit, Pak," ucap Jodi. Si Bapak mengangguk.
"Tinggalkan saja mobilnya di sini, karena di depan lagi ada acara besar. Jangan takut nanti bahan kendaraan akan terisi penuh,"
"Apa ada pernikahan, Pak?" tanya Umar. Bapak itu hanya mengangguk sembari melangkah menuju keramaian.
"Ayo, ikut sama saya, kalian pasti lapar, tapi ingat pesan saya tadi, kalau di langgar kalian akan kembali ke sini dengan suasana yang berbeda,"
Kelima lelaki itu mengangguk dan mengikuti langkah Bapak berbaju kurung emas yang terlihat tampan.
Mata mereka mengedar kesegala arah, memandang takjub, menikmati segala keindahan di depan mata. Rumah kayu yang tertata amat rapi dengan hiasan bunga-bunga gantung dan taman bunga di setiap halaman rumah.
Lampu-lampu begitu gemerlap, bersinar menerangi seluruh kampung . Gadis-gadis dan ibu-ibu nampak serupa. Berwajah putih cantik bersinar dengan hiasan make up tipis. Bertambah cantik dengan baju kurung berpadu kain serta selendang berwarna emas menutup surai.
Mereka di bawa masuk ke sebuah pelataran luas yang sudah dihiasi kain satin berwarna merah dan emas yang dibuat begitu cantik dengan paduan bunga-bunga aneka warna.
Seorang pengantin wanita dengan baju kebaya emas dan kain tenun yang berwarna emas juga, amat cantik dengan hiasan yang teramat apik. Selendang dengan payet dari manik berwarna emas menambah kesan anggun bak bidadari.
Semua mata tertuju pada kelima lelaki yang ikut duduk dan bergabung diantara mereka.
Namun, mereka hanya melihat sekilas dan serentak melempar senyum. Detik berikutnya kembali menoleh ke arah pengantin yang duduk sendirian .
Acara demi acara di nikmati dengan khidmat. Dari mulai tari-tarian, nyanyian dan berbalas pantun dari dua belah pihak. Anehnya, sejak tadi tak nampak pengantin pria.
Umar yang sejak tadi ingin bertanya selalu didera rasa bimbang, takut menyinggung warga yang baru saja di kenalnya.
Saat waktu santap tiba, berbagai hidangan di suguhkan. Wanita-wanita muda dengan baju kurung berwarna merah datang entah dari mana membawa nampan berisi berbagai makanan dengan banyak warna.
Karena di dera rasa lapar, kelima orang tadi segera makan dan melahap makanan yang ada di nampan.
Mata Tohir terbelalak saat memperhatikan Jodi yang sedang melahap kue berwarna hijau dan merah, saat Tohir hendak mencegah, kue itu sudah hancur lebur dalam sekejap di dalam mulut Jodi. Dan saat itu semua orang ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Saranjana I'm In Love
WerewolfKisah seorang Pengusaha yang terpaksa masuk ke dalam kota gaib demi menolong karyawannya yang hilang. Bagiamana nasib Reagan selanjutnya?