part 21

290 29 0
                                    

Bismillah

            Saranjana I'm In Love

#part 21

#by: R.D.Lestari.

Mata abu-abu itu hanya melihatnya sekilas. Meski sikapnya yang terlihat cuek dan arogan, tetap saja kenangan hari itu mampu meruntuhkan gunung es di dalam hati gadis berambut panjang yang saat ini sedang memikirkan Reagan.

Ia hanya mampu memuja. Masih teringat jelas saat bibir itu menyentuh dengan lembut. Walau samar, raut wajah ketakutan itu masih terekam jelas membayang di pelupuk matanya.

"Ahhh! gil*!"

Ia menutup wajahnya dengan bantal. Rasa panas seketika menjalar ke muka. Ia yakin saat ini wajahnya sudah marona merah.

Siapa sangka, Berlian Anindya, sang manager artis dari Band ternama di Jakarta, D'Banditz bisa jatuh hati pada seorang Bussines man yang dingin seperti Reagan?

Siapa bisa menyangkal pesona dari seorang pemilik Reagan Motor Company?

Bukan hanya the true rich man tapi juga paras yang amat rupawan dan yang terpenting, tak pernah ada skandal yang mengikutinya.

Media massa tak pernah sekalipun memberitakan kekasih Reagan, ataupun gadis yang pernah dekat dengannya.

Ya, diam-diam Berlian mengikuti berita dari kakak salah satu artis di Agensi tempatnya bekerja. Siapa lagi kalau bukan Wilson?

Ia hanya mengikuti berita, tapi tak punya perasaan apa pun pada lelaki yang menuju matang itu.

Dan ... sama sekali tak menyangka, pertemuan awalnya dengan lelaki itu mampu membuat dunianya jungkir balik.

Gadis itu akhirnya bangkit dan bergegas menyiapkan diri. Ia hari ini harus menemani D'Banditz latihan, karena Wilson sudah kembali. Mereka pun akan mengikuti tour konser ke beberapa propinsi di Indonesia.

Dengan semangat yang menggebu, gadis itu melangkah manja menyusuri lorong kos-kosan tempatnya tinggal dan menuju prakiraan. Naik ke mobil merah, dan mengendarainya menuju tempat latihan.

Suasana ibukota tampak ramai dan padat kendaraan. Meski cuaca panas dan matahari menyengat, Berlian merasa dingin karena hatinya diliputi perasaan bahagia dan sepanjang perjalanan senyumnya terulas lebar.

***

Sesampainya di tempat latihan, Berlian duduk menunggu anggota band yang belum datang semua.

Mendekati Wilson yang sedang asik bermain dengan ponsel sebelum sesi latihan tiba.

"Wil ...," sapanya.

"Heeh," jawabnya. Ia menurunkan tangannya dan mengalihkan pandangannya pada Berlian.

"Ada apa, Lian?"

Berlian lantas duduk di samping Reagan. Berulang kali menarik napas dan menghembuskannya perlahan, menormalkan degup jantungnya yang berdebar kencang.

"Wil ... apa kakakmu punya kekasih?" terdengar suara Berlian berbisik.

Wilson tampak terkejut. Ia memicingkan mata seolah tak percaya dengan pertanyaan gadis bermata coklat di hadapannya.

"Sejak kapan kau tertarik dengan kehidupan kakakku, hah? mencurigakan," desis Wilson. Lelaki yang punya warna mata sama seperti Reagan itu tampak curiga.

"Sejak ... ah, sudahlah. Ayolah, Wil... kau kan dekat dengan kakakmu itu, katakan padaku...,"

Wilson semakin menatap tajam dan memindai tatapan matanya bergantian di dua bola mata Berlian yang terlihat menggemaskan.

Hmmmh!

Ia menghela napas dalam. Ia tak dapat menolak pesona gadis yang sudah di taksirnya dua tahun belakangan ini.

Sebenarnya, ia merasa kecewa, mengapa Berlian begitu penasaran dengan Reagan, kakaknya, dibandingkan dia yang selalu ada untuknya?

Padahal menurutnya, wajah mereka tak jauh beda. Tinggi mereka pun sama. Hanya pekerjaan dan sifat yang menjadi pembeda.

"Wilson?" tangan Berlian mengibas di depan wajah Wilson.

Lelaki itu tersadar dan menatap Berlian sendu.

"Setauku, ia tak punya pacar ataupun teman dekat wanita," jujur Wilson.

Mata gadis itu tiba-tiba berbinar. Bibirnya yang berwarna pink muda ikut menganga.

"Se... ri ....usan?" ucapnya terbata.

Reagan mengangguk pelan. Ia menunduk dan berpura-pura memainkan ponselnya. Hatinya terluka saat melihat wajah bahagia gadis yang selama ini selalu hadir disetiap hembus napasnya.

Dua tahun, ya, dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk memendam perasaan cinta yang merasuk di dalam dada. Tumbuh bersemi karena sepanjang hari mereka selalu bersama.

Wilson memang belum berani untuk mengungkapkan isi hatinya, karena ia ragu dan takut ditolak. Itulah, kenapa  Wilson hanya diam saja.

Namun, saat ini, hatinya hancur. Kilatan asmara begitu jelas tergambar di mata coklat gadis cantik itu.

"Wilson, apakah bisa membantuku dekat dengan kakakmu?"

Lagi, lelaki itu bak di sambar petir. Di mana ia bisa membuang perasaannya? jelas-jelas gadis itu naksir kakaknya!

Wilson mengepal tangannya dan berdiri, menatap tajam ke arah Berlian sekejap, dan melangkah pergi menuju ke arah teman-teman lelakinya.

Dadanya panas, aliran darah seolah tersumbat hingga membuat kepalanya rasa meledak.

Ingin ia teriak dan mengucapkan kata-kata jika ia yang cinta bukan Reagan, tapi ... Ia tak sanggup. Ketakutan untuk ditolak kembali menghantui, dia ... lebih memilih pergi.

Hati Berlian mencelos, semangatnya untuk bisa dekat dengan pria pujaannya itu tak mendapat respon baik dari seseorang yang dianggapnya seperti sahabat, yang seharusnya mendukung, tapi kenyataannya... ia menentang. Terlihat dari tatapan matanya yang tak suka dan garang.

Gadis itu hanya menatap Wilson yang sepertinya enggan bersitatap dengannya. Ia heran karena pertanyaannya berbuntut pada sikap Wilson yang tiba-tiba berubah padanya.

Setelah sesi latihan usai, Wilson memilih berlalu begitu saja. Ia ingin meredam perasaan marah dan cemburu yang kini berkecamuk hebat didalam dirinya.

Berlian tak ingin menyerah begitu saja. Ia meraih tangan Wilson dan membawanya ke tempat lain, teman-temannya hanya melihat heran tanpa mau ikut campur dan memilih berlalu begitu saja.

"Apa, sih?"Wilson menepis tangan Berlian, dan berusaha pergi, tapi Berlian dengan cepat berdiri di hadapan Wilson dan menghadangnya.

"Tunggu!" pekiknya.

"Mau ngapain, sih, Lian? aku capek dan ingin istirahat," Wilson berusaha menghindari tatapan mata Berlian.

"Wil ... kamu kenapa?apa aku salah ingin dekat dengan kakakmu?"

"Aku ... hanya ingin tau, dia ... orang yang sudah menolongku. Kalau tidak ada dia saat itu ... pasti ...,"

"Sudah, cukup, Lian! aku rasa cukup. Aku butuh waktu untuk mencerna semua ini. Kau managerku dan dia, kakakku! sulit sepertinya jika harus punya hubungan dengan pekerjaan!"

Jawaban yang tak masuk akal, dan aneh menurut Lian. Apa hubungannya pekerjaan dengan percintaan? toh, mereka tak satu kantor.

"Mmmh, bukankah itu tak akan menghambat apa pun? aku bekerja sebagai managermu, bukan manager kakakmu, aku rasa itu tak ada hubungannya sama sekali," pungkas Lian.

Wilson yang merasa tersudut karena tak mampu menjawab apapun, hanya menggeram kesal.

"Pokoknya aku tak mau kakakku berpacaran denganmu, titik!"

"Kenapa? kau seperti anak-anak! jelaskan padaku, apa alasannya!" Berlian geram mendapat penolakan tegas dari Wilson.

"Ah, sudahlah. Kau tak perlu tau alasannya, itu tak penting," sergah Wilson.

"Itu penting, Wilson. Karena aku sepertinya ... jatuh cinta pada kakakmu,"

"Apa? jatuh cinta?"

Saranjana I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang